Mimbar Jumat

Mimbar Jumat: Membingkai Keikhlasan dalam Beraktivitas agar Bernilai Ibadah

Sementara hakekat ibadah itu sendiri tidak akan ada nilai dan bobotnya di Allah SWT kecuali disertai dengan keikhlasan.

Editor: Bejoroy
SRIPOKU.COM/Istimewa
Drs H Salman Rasyidin (Mantan Wartawan Sriwijaya Post/Wakil Sekretaris Dewan Pendidikan Sumsel) 

Oleh : Drs H Salman Rasyidin
(Mantan Wartawan Sriwijaya Post/Wakil Sekretaris Dewan Pendidikan Sumsel)

SRIPOKU.COM -- DALAM semua amal kebaikan kita setiap saat sebagai hamba Allah salagi hayat dikandung badan tentunya sangat berharap dan mendambakan agar diterima Allah sebagai amal ibadah. Diterima atau tidak semuanya itu oleh Allah SWT, semua itu adalah ranah otoritas Yang Maha Kuasa. Sebagai HambaNya, kewajiban hanya meleksanakan apa yang diperintahkanNya melalui pesan wahyu dalam Al Quran yang disandingkan dengan Sunnah Rasulullah sebagai petunjuk pelaksanaan.

Dan hal yang sangat penting jadib perhatian, bahwa semua itu harus dilandasi dan disertai dengan niat yang tulus dan keikhlasan karena Allah SWT semata. Agama Islam ini dibangun di atas dasar realisasi ibadah yang merupakan tujuan manusia diciptakan “Tidak ku ciptakan jin dan manusia kecuali hanya untuk mengabdi padaKu." Sementara hakekat ibadah itu sendiri tidak akan ada nilai dan bobotnya di Allah SWT kecuali disertai dengan keikhlasan.

Keikhlasan dalam melaksanakan sesuatu dalam perjalanan kehidupan terutama amal ibadah dapat diibaratkan bagaikan ruh dalam badan. Badan atau jasat tanpa ruh, bisa diibaratkan bangkai yang tidak bernilai. Allah menyebutkan di dalam salah satu ayat (QS. Al-Bayyinah: 5)
“Padahal mereka tidak disuruh, kecuali supaya beribadah kepada Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam menjalankan agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan sholat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.”

Ikhlas, bermakna beribadah, beramal hanya karena ingin mengharap ridho Allah SWT. Seperti firman- Nya (QS An-Nisa : 114) “Dan barangsiapa yang berbuat demikian karena mencari keridhoan Allah, maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar.”

Jangan lupa subscribe, like dan share channel Youtube Sripokutv di bawah ini:

Logo SripokuTv36

Dalam aqidah, ikhlas bermakna bersih dari syirik. Sebagaimana firman-Nya: “Katakanlah, Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kalian, yang diwahyukan kepadaku,: “Bahwa sesungguhnya Tuhan kalian itu adalah Rabb Yang Esa”.

Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang sholeh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya.” (QS Al-Kahfi : 110).

Dalam hadits dari Umar bin Khathab Ra yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim, Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya setiap amalan tergantung dari niatnya.

Dan sesungguhnya setiap orang hanya akan mendapatkan apa yang ia niatkan. Barangsiapa hijrahnya untuk mendapatkan dunia atau untuk wanita yang ingin ia nikahi, maka hijrahnya hanya kepada apa yang ia berhijrah kepadanya.”(HR Bukhari dan Muslim).

Al-Khatthabi memberikan penafsiran : “Makna hadits ini, keabsahan amalan dan keberadaan konsekuensinya ditentukan oleh niatnya. Jadi, sesungguhnya niat lah yang mengarahkan amalan.”

Al-Hafizh Ibnu Rajab Ra berkata,: “Makna al-a’malu bin niat adalah amalan itu menjadi baik atau rusak, diterima atau ditolak, diberi pahala atau tidak, tergantung niatnya.

Jadi, hadits ini menjelaskan tentang hukum syar’i yaitu baik buruknya suatu amalan tergantung baik dan buruknya niat.”

Jangan lupa subscribe, like dan share channel Instagram Sriwijayapost di bawah ini:

Logo instagram.com/sriwijayapost/

Jadi, kalau ada niat buruk, niat jahat, niat maksiat dari seseorang , maka segala cara, upaya dan tipu daya akan ia kerjakan bahkan rencanakan. Apalagi saat itu ada kesempatan, maka semakin sempurnalah kejahatannya.

Halaman
123
Sumber: Sriwijaya Post
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved