Mimbar Jumat
Mimbar Jumat: Mengunduh Berkah
Orientasi hidup dengan materi sebagai ukuran kesuksesan tidak akan pernah menemukan kata selesai. Bahkan kurang dan kurang lagi.
Oleh : H. John Supriyanto
SRIPOKU.COM -- TEORI ekonomi menyebut bahwa sebuah usaha dapat dikatakan berhasil jika mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya dengan modal yang sedikit-dikitnya, bahkan bila perlu tanpa modal samasekali.
Orang tua yang berhasil adalah jika mereka telah mampu mengantar pendidikan anaknya sampai jenjang tertinggi lalu mendapatkan pekerjaan dengan gaji dan benefit yang besar. Semakin tinggi jenjang pendidikan yang ditempuh, maka semakin tinggi pula tingkat keberhasilan pendidikannya.
Seorang politikus dianggap sukses karir politiknya jika berhasil menduduki sebuah jabatan politik tertentu. Makin tinggi jabatan politiknya maka makin tinggi dan besar kadar sukses atau kuasa meraup untungnya.
Begitulah terkadang kacamata subjektif manusia menilai sebuah kesuksesan, bahwa puncak dari kesuksesan hidup manusia diukur dari sejauhmana capaian keuntungan materi yang dihasilkan.
Bila puncak akhir sebuah kesuksesan berorientasi pada capaian materi semata, maka bukan tidak mungkin seseorang berusaha sekuat tenaga mengejar tujuannya dan mempercepat prosesnya dengan cara apapun. Jika ada peluang, mereka akan menempuh jalan pintas bahkan bila perlu tanpa proses. Dengan begitu semakin terbuka potensi prinsip ‘halal haram hantam’, ‘sikut kanan kiri’, ‘tidak peduli orang lain meski harus menzhalimi’, ‘dosa urusan nanti’ dan lain sebagainya.
Orientasi hidup dengan materi sebagai ukuran kesuksesan tidak akan pernah menemukan kata selesai. Bahkan kurang dan kurang lagi. Tidak pernah puas dan sulit bersyukur dengan capaian yang telah didapat. Waktu terasa sangat singkat, kedamaian dan ketentraman batin menjadi hal yang sangat langka.
Jangan lupa subscribe, like dan share channel Youtube Sripokutv di bawah ini:

Ada prinsip dasar kesuksesan menurut agama yang kerapkali terlupakan, yakni berkah atau barakah. Apapun yang dicapai dan didapat seorang beriman dalam hidupnya harus dipastikan terdapat unsur berkah di dalamnya. Oleh karena itu, hampir pada semua lini kehidupan umat Islam diajarkan untuk mengunduh berkah. Sebut saja misalnya dalam beberapa do’a yang diajarkan Nabi Saw., agar memohon keberkahan dalam hal rizki “wa barakatan fi ar-rizqi” atau “Allahumma barik lana fima razaqtana”, keberkahan pasangan suami istri “barakallah lakuma”, keberkahan pada keturunan “wa barik lana fi zurriyyatina”, keberkahan usia “allahumma barik lana fi ‘umurina”, keberkahan hari “Allahumma j’al yaumana haza yauman mubaraka”, bahkan keberkahan pendengaran, pandangan dan hati “wa barik lana fi asma’ina wa absharina wa qulubina” dan lain sebagainya.
Do’a-do’a tersebut menunjukkan bahwa pada semua aspek kehidupan harus ada unsur keberkahan di dalamnya. Agama memandang bahwa unsur keberkahan adalah hal yang paling utama. Hal yang terpenting adalah berkahnya, bukan banyak atau besarnya. Artinya, berkah lebih utama dari perolehan ilmu itu sendiri, lebih utama dari rizki yang berlimpah, lebih penting daripada panjangnya usia dan seterunya. Pendek kata, pada setiap capaian atau apapun yang didapat, yang penting dan paling prioritas adalah dimensi keberkahan.
Dalam literatur Islam, kata berkah bermakna “tsubut al-khair, ziyadatuhu wa dawamuhu” yang bila diterjemahkan bebas bertarti “melekatnya nilai-nilai kebaikan yang terus bertambah dan semakin bertambah”. Bisa pula berarti “tetap dalam kebaikan yang diberikan Tuhan” atau “terus menerus dalam kebaikan Tuhan”.
Kata kunci makna berkah adalah kebaikan atau “al-khair” yang terus bertambah. Ukuran kebaikan itu tentu berdasarkan standar Tuhan, bukan atas persepsi manusia yang relatif dan subjektif. Ilmu yang berkah adalah ilmu yang mungkin hanya sedikit namun membawa banyak kebaikan, memberi manfaat dan menebar kemaslahatan.
Jangan lupa juga subscribe, like dan share channel Instagram Sriwijayapost di bawah ini:

Harta yang berkah adalah yang meskipun tidak banyak tapi menjadi sumber kebaikan pemiliknya dan orang yang ada di sekelilingnya serta menjadi pengantar kedekatannya dengan Tuhan.
Jabatan yang berkah adalah jabatan yang mungkin tidak terlalu tinggi namun menjadi media lahir dan menyebarnya kebaikan bagi orang banyak. Usia yang berkah adalah usia yang meskipun singkat tapi dipenuhi oleh ketaatan, keshalihan dan kebaikan serta berakhir dengan husn al-khatimah.
Al Qur’an sendiri menyebut dirinya sebagai kitab yang penuh keberkahan “haza zikrun mubarakun anzalnahu” (Qs. al-Anbiya’ : 50) dan “wa haza kitabun anzalnahu mubarukun” Qs. al-An’am : 155. Menurut Al-Maraghi, keberkahan pada Al Qur’an adalah informasi pengetahun yang diturunkan Tuhan dan menjadi petunjuk manusia menuju jalan kebaikan dan kebenaran. Oleh karena itu, meraih keberkahan Al Qur’an berarti menjadikannya pedoman dalam kehidupan sehingga sepanjang hidup diliputi oleh kebaikan.
Sumber dari semua keberkahan adalah Allah Swt. Dialah yang memberikan dan mencabut berkah dari seseorang. Jika Allah Swt. sudah memberkahi, maka hidup seseorang akan selalu diliputi oleh kebaikan. Apapun yang dimilikinya dan yang ada bersamanya juga menjadi sumber kebaikan. Tidak hanya pada dirinya, tapi juga orang-orang yang ada di sekelilingnya, keluarga, istri dan anak-anaknya, tetangga dan para sahabat bahkan masyarakat. Karena itulah istilah “tabarruk” atau ‘mencari berkah’ sangat ditekankan dalam sistem pendidikan Islam, pesantren. Melawan guru atau menyakiti hatinya adalah aib dan merupakan sebab paling utama dicabutnya keberkahan ilmu.
Lalu bagaimana cara meraih dan mendapatkan berkah?. Pertama, pastikan bahwa Allah Swt. ridha dengan apa yang dilakukan dalam setiap lini kehidupan. Berjalan sesuai dengan aturan syari’at yang telah digariskan, kenali halal dan haram, serta jangan pernah menzhalimi orang lain baik fisik maupun verbal. Bukankah misi pokok hidup seorang beriman adalah “li ibtigha’ mardhatillah”, untuk meraih keridhaan Allah Swt. Tidak mungkin keridhaan Allah Swt. itu dapat diraih dengan cara-cara yang berlawanan dengan ketentuan syari’at. Tidak boleh ada dimensi kehidupan seseorang yang Allah Swt. tidak ridha. Karena itu akan menjadi penghalang mengalirnya sebuah keberkahan.
Jangan lupa subscribe, like dan share channel TikTok Sriwijayapost di bawah ini:

Kedua, raih berkah melalui medianya. Di antara media dicurahkannya keberkahan hidup adalah Rasul Saw. Jadikan beliau cinta dengan mencintai sunnah-nya dan memperbanyak shalawat atasnya. Meskipun secara fisik beliau telah wafat dan kembali kepada Allah Swt. 14 abad yang lalu, namun secara ruhani spiritual beliau masih aktif hingga sekarang. Oleh karena itu, beliau memastikan bahwa siapapun yang bershalawat kepadanya, beliau pasti tahun membalasnya dengan do’a kebaikan. Mencintai dan menjalankan sunnah-sunnah Nabi Saw. serta memperbanyak shalawat atasnya dalam berbagai momentum dan kesempatan dapat mengantarkan seseorang pada kecintaan beliau. Jika Nabi Saw. telah mencintai seseorang, maka Tuhan-pun akan mencurahkan keberkahan hidup padanya.
Selanjutnya, keberkahan dapat diraih melalui Al Qur’an sebagai kalam Allah dengan memperbanyak membaca dan mentadabburnya. Perlahan namun pasti berupaya mengamalkan pesan-pesan Al Qur’an dalam semua aspek kehidupan.
Banyak ayat dan hadits yang menjelaskan tentang keutamaan hidup akrab bersama Al Qur’an. Tradisi Nabi Saw., para sahabat radhiallah ‘anhum serta para salaf ash-shalih banyak terekam dalam kitab-kitab riwayat tentang bagaimana mereka berusaha meraih berkah melalui Al Qur’an. Mulai dari menggiatkan diri membacanya meskipun hanya dengan terbata-bata (yatata’ta’u), menghapal dan membacanya dalam shalat dan berbagai kesempatan, serta mencoba memahami makna-maknanya (tadabbur) meski secara terbatas. Intinya, mengakrabkan diri dengan Al Qur’an merupakan jalan meraih keberkahan.
Tidak kalah penting, meraih keberkahan dapat ditempuh dengan berbuat ihsan atau berlaku baik kepada kedua orang tua. Dalam agama, perintah ihsan kepada kedua orang tua menempati posisi kedua setelah kewajiban mentauhidkan Allah Swt. “alla ta’budu illa iyyahu wa bi al-walidain ihsana” (Qs. al-Isra’ : 23). Begitu penting kedudukan ridha orang tua bagi seorang anak sehingga Tuhan menjadikannya acuan bagi keridhan-Nya. “Ridhallah fi ridha al-walidain wa sukht Allah fi sukhti al-walidain”, bahwa ridha orang tua adalah keridhaan Allah Swt. dan marah keduanya adalah kemarahan Allah Swt. Begitu diungkapkan dalam sebuah hadits yang shahih. Bahkan, di antara azab yang disegerakan hukumannya di dunia adalah azab bagi para pendurhaka terhadap kedua orang tua, karena Allah Swt. memastikan mencabut keberkahan dari hidupnya.
Kalimat salam sebagai sapaan sesama muslim ketika bertemu atau berpisah mencerminkan pentingnya keberkahan. Penggalan kata “wa rahmat Allah wa baraktuh” mengandung pesan do’a dan harapan agar keberkahan selalu melimpah dalam kehidupan. Jika misi utama kehidupan seorang muslim adalah meraih ridha Allah Swt., maka berkah adalah buahnya. Oleh karena itu, meraih berkah adalah standar sukses yang sesungguhnya. Wallahu a’lam ! (*)
Jangan lupa Like fanspage Facebook Sriwijaya Post di bawah ini:

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.