Mimbar Jumat
Mimbar Jumat: Memahami Makna Hijrah Secara Kontekstual
Hijrah berarti meninggalkan, menjauhkan diri, atau berpindah tempat. Dalam Al-Quran, hijrah berarti berpindah pada keadaan yang lebih baik.
Oleh: Dr. Choirun Niswah, S.Ag., M.Ag.
(Dosen FITK UIN Raden Fatah Palembang)
SRIPOKU.COM -- KATA Hijrah secara etimologi berakar dari kata hajara, yuhājiru, hijrah yang berarti meninggalkan, menjauhkan diri, atau berpindah tempat. Dalam Al-Quran, hijrah berarti berpindah pada keadaan yang lebih baik menurut Allah Swt. Jadi kalau berpindah biasa baik menurut kita tetapi tidak baik menurut Allah dan tidak membuat kita mendekatkan diri kepada Allah Swt tidak bisa disebut Hijrah.
Dalam Ensiklopedi Islam, Hijrah dimaksudkan perpindahan Nabi Muhammad Saw dari Mekah ke Yastrib (Madinah) pada akhir September 622 M. karena Nabi dan sahabat-sahabatnya meninggalkan Mekah atas dasar ketidaksenangannya terhadap perlakuan penduduknya. Ketika kita memasuki kembali tahun baru Hijriah, marilah berlabuh sesaat untuk merenungi dan mengambil pelajaran dari perjalanan Hijrah dalam realitas kehidupan saat ini.
Hijrah bukanlah suatu peristiwa biasa, tetapi memiliki efek yang mendalam bagi perjalanan sejarah. Peristiwa hijrah yang hadir dan diperingati setiap tahun, bukan hanya seremonial belaka, namun lebih dari itu, bermakna keharusan memperbaiki kembali komitmen keislaman kita dan selanjutnya memperbaharui hidup dan kehidupan spiritual kita.
Secara terminologi, kata hiijrah berarti proses peralihan diri untuk menjadi pribadi yang lebih baik dengan meninggalkan segala sesuatu yang diharamkan oleh Allah. Hal ini merujuk pada sabda Rasulullah Saw. “Orang-orang yang berhijrah adalah mereka yang meninggalkan segala sesuatu yang dilarang oleh Allah Swt.” (HR. Al-Bukhari).
Hadist tersebut senada dengan apa yang telah Allah wajibkan dalam Al-Qur’an 74:5, Dan dari segala perbuatan dosa, maka hijrahlah (tinggalkanlah). Memperkokoh niat dan mengoptimalkan daya upaya untuk menaati segala perintah dan larangan Allah, inilah esensi dari kewajiban hijrah. Dengan demikian, hijrah juga mempunyai dua arti, pertama secara lahir yaitu perpindahan dari suatu tempat menuju ke tempat yang lebih baik. Dan kedua secara batin yaitu perubahan dari satu kondisi kepada kondisi yang lebih baik.
Jangan lupa subscribe, like dan share channel Youtube Sripokutv di bawah ini:
Imam Ali Ibnu Abi Thalib r.a. pernah berkata: Barang siapa yang hari ini lebih baik dari hari kemarin, maka ia adalah orang yang beruntung, dan barang siapa yang hari ini sama dengan hari kemarin, maka ia adalah orang yang merugi. Dan barang siapa yang hari ini lebih buruk dari hari kemarin, maka ia adalah orang yang celaka. Dari pernyataan Imam Ali r.a. tersebut kita dapat memetik pelajaran pelajaran bahwa Islam mengharapkan pemeluknya untuk senantiasa meningkatkan kualitas hidupnya, dari segi moral spiritual, intelektual maupun materialnya Sehubungan dengan nasihat Imam Ali, jalan terbaik untuk mengoptimalkan kualitas hidup pada tahun 1445 H ini adalah dengan kembali berkaca dan meneladani ruh dan makna hijrah itu sendiri.
Dalam Al-Qur’an surat 8: 72,74, Surat 9: 20, dan 2: 218, Allah akan memberikan ganjaran yang besar kepada orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, berhijrah dan berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah berupa kedudukan tinggi di sisi Allah, secara khusus disebutkan orang-orang yang benar-benar beruntung secara sempurna, mendapatkan ampunan, pahala, dan rezeki yang mulia, disejajarkan dengan pahala syahid berupa penghapusan segala kesalahannya dan dimasukkan ke dalam syurga. Hal itu, karena mereka dapat membuktikan ketulusan imannya, baik dengan secara suka rela meninggalkan kampung halamannya karena Allah maupun dengan dipaksa diusir dari daerah mereka.
Kemudian surat 9:100, dijelaskan bahwa orang-orang yang berhijrah dari Mekah ke Madinah dan orang-orang Anshar, penduduk Madinah dan orang-orang yang beriman yang mengikuti Nabi Saw yang dinamai Al-Qur’an al-Sabiqun al-Awwalun, mereka itu akan diberi kemenangan yang besar berupa keridhaan Allah dan surga yang disediakan kepada mereka.
Lantas, bagaimana konteks kekinian dalam berhijrah? Kata hijrah pada zaman sekarang tidak lagi diidentikkan dengan perpindahan Nabi Muhammad Saw dari Mekkah ke Medinah, makna hijrah kini semakin meluas. Secara historis hijrah tidak saja bermakna perpindahan fisik dari satu tempat ke tempat yang lainnya yang lebih aman, tetapi juga mencakup perpindahan secara bathin, yakni lebih mendekatkan diri kepada Allah dan taat kepada perintah-Nya.
Jangan lupa juga subscribe, like dan share channel Instagram Sriwijayapost di bawah ini:

Yunus (2019) mengklasifikasikan pemaknaan hijrah dalam tiga jenis, yaitu: hijrah makaniyah (perpindahan teritorial), hijrah nafsiyah (perpindahan spiritual), dan hijrah amaliyah (perpindahan prilaku). Pada masa sekarang, umumnya transformasi berhijrah dapat dilihat secara fisik melalui perubahan penampilan (seperti bagi laki-laki berjenggot dan perempuan berjilbab), serta perubahan pemikiran dan spiritual dan perubahan, seperti tutur kata dengan penggunaan bahasa yang lebih santun ketika berkomunikasi dengan orang-orang sekitarnya, dan sering menyebutkan asma-asma Allah ketimbang menggunakan kata-kata yang kasar.
Dalam konteks hijrah, orang-orang yang menginginkan perubahan spiritual dalam dirinya harus lebih mendekatkan dirinya kepada Allah dengan beragam cara. Misalnya, belajar secara lebih mendalam tentang Islam melalui dakwah baik berupa berupa lisan, tulisan dan perbuatan yang baik (suri teladan) dalam kehidupan sehari-hari (Daulay 2014:100).
Hijrah adalah sebuah etos dan spirit yang harus terus dipelihara dalam kehidupan. Hijrah adalah sebuah upaya keras untuk memperbaiki kualitas hidup yang berisi dan menuju kepada kebaikan dan perbaikan dalam bingkai peribadatan.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.