Opini: Politik dan Gaji Guru

Kesejahteraan guru sangat berkait erat dengan gaji (salary) yang diterima guru sebagai imbalan kinerja yang dilakukan.

Editor: Bejoroy
SRIPOKU.COM/Istimewa
DR Abdurrahmansyah MAg (Dosen Pascasarjana UIN Raden Fatah Palembang). 

Oleh: Abdurrahmansyah
(Dosen Pascasarjana UIN Raden Fatah Palembang)

SRIPOKU.COM -- ISU mengenai kesejahteraan guru selalu menarik diperbincangkan. Kesejahteraan guru sangat berkait erat dengan gaji (salary) yang diterima guru sebagai imbalan kinerja yang dilakukan.

Negara-negara maju selalu menerapkan kebijakan mengenai gaji guru sesuai standar kebutuhan hidup harian yang berlaku di sebuah negara. Di Swiss misalnya dalam setahun guru digaji sebesar US$ 110.000 atau setara Rp1,6 miliar (kurs Rp15.203). Di negara Luksemburg gaji guru rata-rata sebesar USD 100.000 per tahun atau setara Rp1,43 miliar. Termasuk Kanada guru di gaji sekitar US$ 74.000 per tahun atau Rp1,1 miliar. Di Kanada setiap guru yang telah mengajar selama 15 tahun maka gaji akan naik dan ditambah sekitar USD56.500 atau setara Rp805 juta lebih. Di Jerman guru digaji sebesar US$70.000 per tahun senilai sekitar Rp1 miliar. Sedangkan di Australia untuk level guru Fresh Graduate dibayar AU$60.000 atau Rp688 juta, sedangkan untuk guru berpengalaman dibayar sebesar AU$98.000 per tahun atau setara Rp963 juta.

Kebijakan bagi guru-guru Indonesia yang mengajar di Malaysia untuk wilayah Sabah dan Serawak yang ditempatkan di Community Learning Center juga digaji tinggi sebesar Rp19,5 juta perbulan. Secara umum, kebijakan mengenai penggajian guru di Indonesia diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedelapan Belas atas Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1977 Tentang Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil (PNS). Untuk Guru Pertama dengan pangkat Penata Muda, golongan III/a Rp2.579.400 hingga Rp4.236.400. Untuk Guru Muda dengan pangkat Penata, golongan III/c Rp2.802.300 hingga Rp4.602.400. Bagi guru dengan pangkat Penata tingkat I, golongan III/d digaji sebesar Rp2.920.800 hingga Rp4.797.000. Sedangkan untuk Guru Madya dengan pangkat Pembina, golongan IV/a Rp3.044.300 hingga Rp5.000.00. Adapun untuk Guru Utama dengan pangkat Pembina Utama Madya, golongan IV/d Rp3.447.200 hingga Rp5.661.700.

Jangan lupa juga subscribe, like dan share channel Instagram Sriwijayapost di bawah ini:

Logo instagram.com/sriwijayapost/

Berdasar data di atas, dapat ditegaskan bahwa nominal gaji guru di Indonesia masih tergolong rendah di bandingkan dengan negara-negara lain seperti Malaysia (Rp22 juta perbulan), Singapura (Rp57 juta perbulan), Brunai Darussalam (Rp24 juta perbulan), dan Thailand (Rp12 juta perbulan). Bahkan UNESCO mensiyalir bahwa gaji guru di Indonesia adalah paling rendah se-Asia Tenggara.

Politik dan Gaji Guru di Indonesia
Dalam perspektif politik pendidikan, isu mengenai gaji guru terkait dengan upaya membangun kualitas pendidikan. Menjadi tanggungjawab negara secara politik untuk membuat sebuah kebijakan bagi peningkatan daya saing dan mutu pendidikan.

Sebuah riset mengenai hubungan gaji guru dalam meningkatkan kinerja mengajar menyebutkan bahwa sekitar 45,90 persen kinerja guru terkait dengan pendapatan yang diterimanya sebagai gaji. Semakin tinggi gaji maka akan semakin meningkatkan kinerja guru.

Di samping itu, selain gaji guru pemerintah sebagai pembuat kebijakan pendidikan dan pemegang kekuasaan politik pendidikan perlu memperhatikan alokasi pendanaan untuk peningkatan kualitas guru melalui program pelatihan dan pendidikan bagi para guru secara massif.

Berdasarkan laporan Research in Improving System of Education (RISE), di Indonesia hanya sedikit inisiatif kebijakan atau program yang berkaitan dengan perbaikan kualitas guru sekolah dasar dan menengah pertama. Kurang dari 1 persen dari total sekitar 500 kabupaten dan kota di Indonesia yang teridentifikasi memiliki kebijakan atau program tersebut. Bahkan di tingkat daerah kabupaten/kota hanya sekitar 9 persen kebijakan pemerintah daerah yang ditujukan untuk perbaikan kemampuan mengajar dan pengetahuan guru. Dengan demikian, posisi kebijakan anggaran pemerintah untuk saat ini masih belum optimal dialokasikan untuk peningkatan kinerja guru.

Jangan lupa subscribe, like dan share channel TikTok Sriwijayapost di bawah ini:

Logo TikTok Sripoku.com

Yang lebih memprihatinkan adalah kasus guru honorer yang sampai sekarang masih digaji pada kisaran Rp500.000 – Rp1.500.000 perbulan. Fakta ini sangat membuat miris mengingat dengan jumlah uang tersebut sangatlah sulit untuk memenuhi seluruh kebutuhan hidup sehari-hari seorang guru. Secara sosial masih sangat melekat dibenak masyarakat Indonesia bahwa profesi guru adalah pekerjaan kelas rendah. Tampilan dan gaya hidup guru yang lusuh dan tidak menunjukkan kewibawaan masih sangat lumrah ditemukan di daerah-daerah. Secara implementatif, penggajian guru yang jauh dari cukup ini akan mempengaruhi gaya dan semangat mengajar guru di sekolah.

Sampai hari ini, pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan masih sangat direpotkan dengan problem masih banyaknya guru honorer yang bertugas sebagai tenaga pendidik di bawah pengelolaan yayasan pendidikan pada sekolah-sekolah swasta dan tersebar di semua daerah seluruh Indonesia. Saat ini terdapat sekitar 704.503 guru honorer, guru yayasan, dan guru tidak tetap di sekolah atau sekitar 48 persen dari total 1.520.354 guru yang berstatus PNS yang berjumlah 52 persen. Setiap tahun tahun pemerintah memberlakukan kebijakan untuk mengangkat tenaga guru honorer menjadi guru berstatus PNS namun tetap saja jumlah guru honorer selalu menjadi beban pemerintah.

Isu tentang kesejahteraan guru dan penuntasan problem guru honorer terus menerus menjadi wacana krusial yang sering diangkat sebagai konten kampanye para politikus setiap lima tahun sekali. Fenomena pemilihan umum kepala daerah, pemilihan umum legislatif, bahkan pemilihan presiden selalu saja memunculkan isu-isu simpatik kepada nasib para guru. Belum lagi fakta tarik menarik lumbung suara di kalangan guru di daerah yang selalu diperebutkan pada calon kepala daerah. Ketika selesai Pilkada justru problem lanjutan mengenai afiliasi guru yang terpolarisasi menjadi masalah baru bagi para guru yang berujung pada pemecatan sebagai guru karena terindikasi tidak mendukung salah satu calon kepala daerah.

Jangan lupa Like fanspage Facebook Sriwijaya Post di bawah ini:

Halaman
12
Sumber: Sriwijaya Post
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved