Berita Viral

Kisah Murid SD di Yogyakarta, Terobos Dinginnya Pagi Demi Sekolah, Jalan Kaki Sampai 1.5 Kilometer

Septi masih kelas tiga di Sekolah Dasar Kutogiri pada Pedukuhan Parakan. Ia hidup bersama ayah, ibu dan kakaknya yang sudah bekerja di pinggiran Kabu

KOMPAS.COM/DANI JULIUS
Dewi Septiani (12) Pedukuhan Watu Belah, Kalurahan Sidomulyo, Kapanewon Pengasih, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta. Ia dan keluarganya tinggal di kampung terpencil di Watu Belah. 

Mereka juga mudah mendapat kayu bakar, memetik daun singkong dan daun pepaya, dibikin oseng-oseng lalu dimakan.

Ada pula kelapa, pisang dan banyak tumbuhan yang bisa disayur.

Mereka mengambil air yang berlimpah dari mata air di pegunungan.

Sedangkan listrik disalurkan lewat kabel yang ditarik sejauh tiga kilometer dari desa sebelah.

Mereka juga memelihara ayam dan berharap mendapat tambahan asupan dari telur yang dihasilkan.

Dewi Septiani (12) Pedukuhan Watu Belah, Kalurahan Sidomulyo, Kapanewon Pengasih, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta. Ia dan keluarganya tinggal di kampung terpencil di Watu Belah.
Dewi Septiani (12) Pedukuhan Watu Belah, Kalurahan Sidomulyo, Kapanewon Pengasih, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta. Ia dan keluarganya tinggal di kampung terpencil di Watu Belah. (KOMPAS.COM/DANI JULIUS)

Sugiyanti mengakui hidup dalam kesederhanaan lantaran suaminya, Sumiran, hanya buruh serabutan yang sesekali menghasilkan uang dari kerja kasar.

Karenanya, penghasilan keluarga minim masih sulit untuk memenuhi kehidupan sehari-hari.

“Kalau ada rezeki baru bisa beli bawang untuk masak. Kalau tidak ya, masak nasi saja. Tidak pernah beli lauk, ya karena tidak ada (uang),” kata Sugiyanti.

Sekalipun hidup sederhana, mereka tidak berniat pindah mengikuti jejak tetangganya yang lebih dahulu keluar dari Kampung Suci.

Mereka berniat tetap tinggal di sini karena Sumiran dan Sugiyanti belum mampu bekerja menghasilkan upah tetap, sedangkan saat ini semua serba disediakan oleh alam untuk penghidupan sehari-hari.

“Sedangkan kalau untuk uang jajan dan beli peralatan sekolah, kami menjual ayam. Tapi harus berkelahi dulu dengan biawak dan ular yang suka memangsa ayam. Pernah satu hari hilang dua (dimangsa biawak). Sedih rasanya,” kata Sugiyanti.

Septi mengaku betah meski jauh dari keramaian.

Ia sering memanfaatkan waktu berteman dengan ayam peliharaan dan anjing penjaga kawasan rumah dari biawak dan ular yang berulang kali mengincar ayam.

Setiap hari, Septi memberi makan peliharaannya itu sambil mengajak bicara.

Sumiran dan Sugiyanti mengaku terus berharap, Septi tumbuh menggapai cita-cita di tengah kehidupan mereka yang penuh prihatin, kekurangan dan berteman sepi.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kisah Murid SD di Kampung Sunyi Terpencil di Kulon Progo, Melintasi Bukit dan Tebing demi Pergi ke Sekolah"

===

Simak berita Sripoku.com lainnya di Google News

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved