Pemilu 2024

Partai Besar Mendadak Ubah Taktik Penempatan Caleg, Buntut Heboh Isu Sistem Pemilu 2024 Tertutup

Ia menjelaskan, jika ini salah satu perubahan-perubahan strategi yang terjadi yakni ada peralihan pada distribusi kader parpol di dapil potensial agar

Penulis: Abdul Hafiz | Editor: Odi Aria
SRIPOKU.COM/fiz
Fatkurohman, S Sos Direktur Wilayah Sumsel Public Trust Institute (PUTIN) 

Tetapi dengan partai yang sudah terbiasa pola rekrutmen terbuka, tentunya ini perlu ada strategi ulang dalam menentukan calon anggota legislatif terutama bagaimana calon-calon atau kader-kader yang tadinya menjadi kader inti, tetapi memiliki cost politik yang kurang, parpol harus mendapatkan kader yang memang potensial untuk menggerakkan partai melalui penempatan nomor wahid jika tidak akan kalah bersaing," kata Sekjen IKA FISIP Unsri ini.


Bung FK mengatakan di sinilah akan sering terjadi negosiasi yang bisa terjadi dalam politik pola sistem proporsional tertutup untuk mendapatkan nomor urut 1 atau 2. Memang beberapa parpol sudah mulai menerapkan antisipasi jika terjadi penetapan sistem pemilu proporsional tertutup. 


Poinnya jika para pendatang baru yang bukan kader inti parpol, dengan sistem Pemilihan proporsional tertutup, siap-siap angkat koper kecuali dia memiliki cost politik yang kuat untuk bisa bargaining dengan partai politik untuk mendapatkan nomor urut jadi.


"Kalau kita bandingkan dengan literasi politik pada tahun 1999 waktu itu kan sebenarnya para parpol masih euforia reformasi sehingga cost politik penentuan nomor urut tidak begitu kental. Tetapi di proporsional semi terbuka di tahun 2004 sudah mulai bagaimana bargaining parpol dengan para bacaleg itu sendiri," terangnya. 


Dengan kondisi saat unu mungkin konversi biaya politik  terkait bagaimana mendapatkan nomor urut. Bisik-bisik untuk level DPRD Provinsi sudah bisa mencapai miliaran rupiah untuk mendapatkan nomor urut kursi jika menggunakan sistem tertutup. 


"Dan ini tentunya cost politik yang luar biasa untuk bisa mendapatkan nomor urut jadi di sistem proporsional tertutup terutama bagi non kader inti parpol. Para caleg saat ini memang sedang menunggu sistem yang akan dipakai tertutup atau terbuka," katanya.


Sekarang ini sedang berpolemik, dugaan bocornya penetapan sistem pemilu ini sudah menjadi bahasan politik sehingga apakah ini jadi dilaksanakan atau tidak. Sebenarnya perbincangan atau isu-isu proporsional tertutup sudah lama hampir satu setengah bulan yang lalu sudah kencang dibicarakan oleh para caleg dan aktivis kepemiluan dan lain sebagainya jelang penyusunan DCS.


"Tapi sumber-sumbernya masih belum jelas,  dengan kencangnya menjelang penetapan 7 Juni mendatang mungkin para elite ini sudah mengetahui lebih dalam lagi sehingga berpolemik . Kita tunggu seperti apa jadinya dengan sistem tertutup atau tidak.

Kalau sistem proporsional terbuka sebenarnya untuk transaksi politik lebih kepada transaksi elektoral dengan pemilih  Para kader itu di level kabupaten/kota bahkan bisa habis mencapai di atas Rp 1 miliar lebih. Mulai dari saksi, baliho, atribut, dan lain sebagainya. 


"Dengan metode sistem proporsional tertutup, tentunya konversinya tidak lagi ke pemilih, tetapi partai politik. Karena nantinya atribut itu atas nama parpol, saksi atas nama parpol. Sampai perhitungan suara.

Sedangkan nomor urut 1 adalah nomor urut jadi. Jadi transaksinya ke parpol. Apakah nantinya untuk kabupaten/kota lebih dari Rp 1 miliar atau tidak, tentunya ini perbandingan," katanya.

Sumber: Sriwijaya Post
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved