Pemilu 2024
Partai Besar Mendadak Ubah Taktik Penempatan Caleg, Buntut Heboh Isu Sistem Pemilu 2024 Tertutup
Ia menjelaskan, jika ini salah satu perubahan-perubahan strategi yang terjadi yakni ada peralihan pada distribusi kader parpol di dapil potensial agar
Penulis: Abdul Hafiz | Editor: Odi Aria
SRIPOKU.COM, PALEMBANG - Isu kencang tentang pemberlakuan sistem pemilu tertutup sudah berhembus jelang penyusunan daftar caleg sementara (DCS). Ada partai yang merubah strategi untuk penempatan caleg.
Terutama partai besar, yang tadinya kadernya ingin maju di DPRD tingkat Provinsi di suatu daerah dialihkan kadernya ke DPRD tingkat Kabupaten/Kota terutama di dapil untuk lebih potensial mendapatkan kursi lebih ketimbang maju ke Provinsi namun tidak potensial mendapatkan kursi lebih.
"Karena kalau diberlakukan sistem pemilihan proporsional tertutup nantinya tentu akan menghitung potensi kursi yang didapat di dapil.
Jika hanya potensial 1 kursi tentu caleg dibawah no 1 akan berhitung ulang. Misalkan dapil A itu tersedia 7 kursi, ini sangat rentan kecil kemungkinan untuk mendapatkan 2 kursi untuk 1 parpol maka jika dengan sistem tertutup caleg dibawah no Wahid kecil peluangnya,"ungkap Fatkurohman, S Sos Direktur Wilayah Sumsel Public Trust Institute (PUTIN), Selasa (30/5/2023).
Menurutnya, kader di bawah nomor urut 1 dengan dapil minimalis akan berat untuk mendapatkan kursi daripada mubazir maka dialihkan ke dapil-dapil yang kursinya berlimpah yang melebihi dari 9 kursi.
Karena itu, potensi untuk mendapatkan 2 kursi terbuka lebar terutama untuk partai-partai besar.
Ia menjelaskan, jika ini salah satu perubahan-perubahan strategi yang terjadi yakni ada peralihan pada distribusi kader parpol di dapil potensial agar mendapatkan kursi lebih.
"Kecuali jika tetap dengan sistem Pemilihan proporsional terbuka. Semua caleg punya potensi yang sama untuk terpilih. Mau Dapil kecil, mau Dapil besar potensinya sama. Yang penting dapat suara terbanyak kuncinya.
Tetapi kalau sistem tertutup, nomor urut 1 yang jadi. Di luar nomor urut 1 kalau Dapil nya kecil tidak dapat kursi walaupun ia tokoh yang populer," jelas Bung FK sapaanya.
Terkait dengan polemik sistem Pemilu, tentunya ini menjadi bahasan menarik. Sebelumnya saya sudah menyampaikan bagaimana strategi caleg tergantung bagaimana sistem pemilu yang saat ini belum jelas. Dan kemungkinan akan ditetapkan pada tanggal 7 Juni 2023.
"Kalau memang terjadi penetapan sistem tertutup, tentunya penentuan caleg akan sangat didominasi oleh partai politik.
Nomor urut 1 menjadi salah satu nomor urut yang paling seksi di parpol dan tentunya negosiasi tidak lagi terkait caleg ini dengan suara terbanyak seperti di sistem terbuka. Tetapi bagaimana para caleg ini bisa mendapatkan nomor urut kecil, 1 atau 2," ujar Alumni FISIP Unsri ini.
Dia juga mengatakan Caleg potensial para pendatang baru yang sangat dirugikan dengan sistem proporsional tertutup.
Karena sistem proporsional tertutup biasanya memprioritaskan kader partai karena ini salah satu bentuk strategi membangun sistem yang solid dalam politik dalam perjuangan politik di legislatif.
"Partai-partai kader sudah memprioritaskan kader sebagai caleg misalkan PDI Perjuangan yang memang solid, PKS, Partai Golkar dan Gerindra.
Tetapi dengan partai yang sudah terbiasa pola rekrutmen terbuka, tentunya ini perlu ada strategi ulang dalam menentukan calon anggota legislatif terutama bagaimana calon-calon atau kader-kader yang tadinya menjadi kader inti, tetapi memiliki cost politik yang kurang, parpol harus mendapatkan kader yang memang potensial untuk menggerakkan partai melalui penempatan nomor wahid jika tidak akan kalah bersaing," kata Sekjen IKA FISIP Unsri ini.
Bung FK mengatakan di sinilah akan sering terjadi negosiasi yang bisa terjadi dalam politik pola sistem proporsional tertutup untuk mendapatkan nomor urut 1 atau 2. Memang beberapa parpol sudah mulai menerapkan antisipasi jika terjadi penetapan sistem pemilu proporsional tertutup.
Poinnya jika para pendatang baru yang bukan kader inti parpol, dengan sistem Pemilihan proporsional tertutup, siap-siap angkat koper kecuali dia memiliki cost politik yang kuat untuk bisa bargaining dengan partai politik untuk mendapatkan nomor urut jadi.
"Kalau kita bandingkan dengan literasi politik pada tahun 1999 waktu itu kan sebenarnya para parpol masih euforia reformasi sehingga cost politik penentuan nomor urut tidak begitu kental. Tetapi di proporsional semi terbuka di tahun 2004 sudah mulai bagaimana bargaining parpol dengan para bacaleg itu sendiri," terangnya.
Dengan kondisi saat unu mungkin konversi biaya politik terkait bagaimana mendapatkan nomor urut. Bisik-bisik untuk level DPRD Provinsi sudah bisa mencapai miliaran rupiah untuk mendapatkan nomor urut kursi jika menggunakan sistem tertutup.
"Dan ini tentunya cost politik yang luar biasa untuk bisa mendapatkan nomor urut jadi di sistem proporsional tertutup terutama bagi non kader inti parpol. Para caleg saat ini memang sedang menunggu sistem yang akan dipakai tertutup atau terbuka," katanya.
Sekarang ini sedang berpolemik, dugaan bocornya penetapan sistem pemilu ini sudah menjadi bahasan politik sehingga apakah ini jadi dilaksanakan atau tidak. Sebenarnya perbincangan atau isu-isu proporsional tertutup sudah lama hampir satu setengah bulan yang lalu sudah kencang dibicarakan oleh para caleg dan aktivis kepemiluan dan lain sebagainya jelang penyusunan DCS.
"Tapi sumber-sumbernya masih belum jelas, dengan kencangnya menjelang penetapan 7 Juni mendatang mungkin para elite ini sudah mengetahui lebih dalam lagi sehingga berpolemik . Kita tunggu seperti apa jadinya dengan sistem tertutup atau tidak.
Kalau sistem proporsional terbuka sebenarnya untuk transaksi politik lebih kepada transaksi elektoral dengan pemilih Para kader itu di level kabupaten/kota bahkan bisa habis mencapai di atas Rp 1 miliar lebih. Mulai dari saksi, baliho, atribut, dan lain sebagainya.
"Dengan metode sistem proporsional tertutup, tentunya konversinya tidak lagi ke pemilih, tetapi partai politik. Karena nantinya atribut itu atas nama parpol, saksi atas nama parpol. Sampai perhitungan suara.
Sedangkan nomor urut 1 adalah nomor urut jadi. Jadi transaksinya ke parpol. Apakah nantinya untuk kabupaten/kota lebih dari Rp 1 miliar atau tidak, tentunya ini perbandingan," katanya.
Daftar Pimpinan DPRD Lahat Periode 2024-2029, Fitrizal Homizi Jabat Ketua |
![]() |
---|
Sosok 4 Pimpinan DPRD Banyuasin Periode 2024-2029, Ketua Dewan Abdul Rais Masih Berusia 27 Tahun |
![]() |
---|
52 Persen Anggota DPRD Palembang Periode 2024-2029 Diisi Wajah Baru, Berikut Daftar Lengkapnya |
![]() |
---|
Daftar Nama 40 Anggota DPRD Musi Rawas Periode 2024-2029, Golkar dan PDIP Raih 7 Kursi |
![]() |
---|
Daftar Lengkap 30 Anggota DPRD Lubuklinggau yang Akan Dilantik Besok, Golkar Raih 6 Kursi |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.