Mimbar Jumat

Naik Daun tak Selama di Atas

Seorang mukmin itu sungguh menakjubkan, karena setiap perkaranya itu baik. Namun tidak akan terjadi demikian kecuali pada seorang mu'min sejati.

Editor: Bejoroy
SRIPOKU.COM/Zainal Filiang
H Muhammad Husin (Wartawan Sriwijaya Post) 

Oleh: H Husin
(Wartawan Sriwijaya Post)

SRIPOKU.COM -- KITA semua tidak asing lagi dengan istilah "Naik Daun". Istilah ini dalam Kamus Besar, istilah ini bisa diartikan mendapat nasib baik (terang bintang); menanjak. contohnya, kemampuannya memainkan kecapi membawa namanya naik daun.

Namun secara umum, arti ungkapan naik daun yang sering diucapkan oleh masyarakat sehari-hari, adalah menunjukkan tentang jati diri seseorang yang tiba-tiba saja namanya menjadi terkenal dan dikagumi semua orang. Dimana, ini biasa terjadi, apabila seseorang tersebut yang dulunya miskin dan tidak mempunyai apa-apa, menjadi terkenal seketika membuat semua orang menjadi penasaran terhadap dirinya.

Dalam konteks kekinian, istilah naik daun orang yang viral di Media Sosial (Medsos) dengan aksi dan karakter yang dimiliki. Misalnya, masih ingat dengan fenomena Citayam Fashion Week, yang merupakan sebuah street fashion yang dilakukan oleh anak-anak remaja di kawasan Sudirman Central Business District (SCBD). Street fashion ini mengusung konsep yang hampir sama dengan Harajuku di Jepang.

Citayam Fashion Week telah menjadi perbincangan hangat sejak Juni lalu 2022. Bagaimana tidak, kawasan Sudirman Central Business District (SCBD) yang awalnya dianggap sebagai kawasan elite dan eksklusif, kini dipenuhi oleh remaja-remaja tongkrongan yang datang dari berbagai daerah penyangga ibukota. Bahkan, kini julukan SCBD diplesetkan menjadi ‘Sudirman, Citayam, Bojong Gede, dan Depok’.

Para remaja ini mulai berdatangan semenjak liburan sekolah berlangsung. Hal itu juga selaras dengan dibukanya kembali stasiun Sudirman yang memudahkan akses mereka. Apalagi, waktu luang yang panjang dan kegiatan liburan yang membosankan beranjak membawa remaja-remaja tersebut berkunjung ke pusat ibukota untuk rekreasi. Namun apa yang terjadi. Citayam yang viral, di tahun 2022 juga akhirnya meredup. Naik sesaat, hilangnya seabab.

Jangan lupa subscribe, like dan share channel Youtube Sripokutv di bawah ini:

Fenomena seperti ini, banyak memberikan pelajaran (ibrah) kepada kita semua bahwa segala sesuatu ada ada di jagad ini tidak ada yang kenal, istilah dalam bahasa Alquran "kullu Man Alaiha Fan" (QS Arrahman: 26), dimana semua yang ada (pemilik akal dan intelegen) di bumi itu akan binasa. Dan hanya zat Allah SWT yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan tetap kekal.

Bagi pemilik akal sehat dan intelegen, akan memandang semua yang ada, semua yang dimiliki pasti akan kembali ke asalnya. Tadinya berkuasa dengan jabatannya sebagai Presiden, Gubernur, Bupati/Walikota dan jabatan strategis lainnya, termasuk dalam kehidupan sosial. Sudah jelas ada batasan masa jabatannya. Jika semua berakhir, kenapa harus menangis, seperti anak kecil yang kehilangan mainan. Bukankah, tongkat komando akan berupa menjadi tongkat yang akan menuntun dia berjalan di kalau tua.

Kalau boleh mengutif istilah Dai Sejuta Umat KH Zainuddin MZ, sepertinya kita harus belajar keikhlasan dengan tukar parkir. Segala jenis dan merek kendaraan diberikan kepadanya. Namun tiba saatnya pemilik mobil mengambilnya, juru parkir tidak marah karena dia merasa dititipi dan bersyukur amanah yang diberikan dijaganya dengan baik.

Kejatuhan Daun
Jika melihat pengertian istilah "naik daun" di atas, sepertinya disematkan kepada orang yang tadinya orang biasa menjadi luar biasa atau berasa menjadi orang yang berbeda dengan orang lain sehingga terjadi perubahan sikap dan tindak. Maka tak salah, istilah ini juga disematkan untuk mereka yang lupa diri setelah mendapat "hadiah" yang mungkin Allah SWT berikan bukanlah nikmat, tetapi sebagai istidraj. Bisa jadi segala kemudahan yang diberikan merupakan ujian dari Allah SWT. Bagaimana sikap batinnya mendapat sesuatu yang lebih. Apakah justru bersyukur atau justru menjadi jumawa dan sombong sehingga ia menggunakan nikmat Allah SWT sebagai alat untuk memusuhi Allah SWT. Nauzubillahiminzlik.

Jangan lupa Like fanspage Facebook Sriwijaya Post di bawah ini:

Orang-orang bijak pun selalu mengingatkan bagi mereka yang sedang "naik daun" karena daun akan jatuh dengan tiga sebab.
Pertama, setinggi apapun daun dia akan jatuh sendiri oleh faktor alam. Misalnya, jatuh karena terpaan badai angin, sehingga tidak hanya daun yang jatuh, justru pohonnya (batang) bisa roboh dan bersujud kepada bumi yang membesarkannya.

Kedua, daun bisa jatuh karena memang dipaksa jatuh orang di sekitarnya. Misal, pohon ditebang karena dipandang tidak mendatangkan manfaat, membuat kotor dan menganggu orang lain atau membuat lingkungan justru tidak nyaman. Dalam bahasa politik populisnya "dilengserkan".

Ketiga, daun pasti gugur dengan sendirinya. Pesan ini lagi-lagi disampaikan Alquran dengan bahasanya "Waal-ladzii akhrajal mar'(a)" dan "Faja'alahu ghutsaa-an ahw(a)" ayat ini terdapat di QS Al-A'lla ayat 5-6 yang bermakna "Dan (Allah) yang menumbuhkan rumput-rumputan". "Lalu dijadikan-Nya rumput-rumputan itu, kering kehitam-hitaman." Di ayat ini, Allah SWT memberikan contoh yang begitu indah dan mengena, Allah SWT yang menumbuhkan daun, lalu rangkaian proses yang harus dijalani, daun itu lalu mengering menjadi hitam-kehitaman, lalu gugur. Daun jatuh sendiri ke bumi. Artinya, semua berakhir pada massa.

Halaman
12
Sumber: Sriwijaya Post
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved