Opini : Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Upaya Menekan Tingkat Residivisme
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia residivis juga diartikan sebagai orang yang pernah dihukum mengulangi tindak kejahatan yang serupa
Oleh : Bastian Willy, S.SoS (Pembimbing Kemasyarakatan Ahli Pertama Bapas Kelas II Lahat, Kanwil Kementerian Hukum dan HAM Sumatera Selatan)
SRIPOKU.COM -- Pada era modern saat ini, segala macam bentuk kegiatan sosial kemasyarakatan yang ada di Negara Kesatuan Republik Indonesia telah ditetapkan pada pada konstitusi yaitu artinya warga negara tidak boleh sesuka hati melakukan tindakan terhadap masyarakat lainnya, apalagi dalam hal perilaku yang tidak baik, seperti kriminalitas.
Menurut Kartono pada tahun 1999 yang mengatakan bahwa Kriminalitas adalah segala macam aktivitas yang ditentang masyarakat karena melanggar hukum, sosial, dan agama serta dapat merugikan baik secara psikologis dan ekonomi.
Jika melihat pada perkembangan hukum di Indonesia, masih banyak terdapat perilaku kriminalitas yang terjadi di lingkungan sosial masyarakat.
Menurut Kartini Kartono, Perilaku kriminalitas adalah semua tingkah laku yang bertentangan dengan norma kebaikan, stabilitas lokal, pola kesederhanaan, moral, hak milik, solidaritas keluarga, hidup rukun bertetangga, disiplin, kebaikan, dan hukum formal merupakan Patologi Sosial.
Aspek inilah yang mampu melahirkan atau menimbulkan individu maupun kelompok yang melakukan tindak pidana baru atau mengulangi tindak pidana (residivis).
Jika kita memahami masyarakat sebagai sistem organisme, istilah patologi dapat digunakan untuk menjelaskan adanya penyakit yang menjangkiti masyarakat.
Menggunakan analogi organisme, penyakit adalah sesuatu yang berbahaya sehingga harus diobati ketika menjangkiti tubuh atau organisme.
Masyarakat yang juga bisa disebut sebagai sebuah organisme memiliki bagian-bagian tubuh lainnya, salah satunya norma.
Norma tidak sesuai dengan yang berlaku di suatu tatanan masyarakat tentunya merupakan suatu penyakit.
Dalam konteks sosial, patologi juga harus dieliminasi karena berbahaya bagi keberlangsungan masyarakat.
Salah satu patologi sosial tersebut adalah kriminalisme, dan didalam tulisan ini lebih mendalam yaitu orang atau kelompok yang melakukan pengulangan tindak pidana atau residivis.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia residivis juga diartikan sebagai orang yang pernah dihukum mengulangi tindak kejahatan yang serupa atau biasa disebut penjahat kambuhan.
Kelompok atau individu residivis digerakkan oleh faktor internal yang meliputi kontrol diri lemah, rasa ketagihan untuk melakukan tindak pidana, kebiasaan diri, niat terhadap kriminalitas, keahlian dalam menjalankan kriminalitas, dan gaya hidup, sementara faktor eksternal meliputi kondisi lingkungan, pengaruh orang lain, dan ekonomi minim.
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Republik Indonesia, Melalui Ditjen Pemasyarakatan terus berupaya menurunkan angka residivis, salah satunya dengan meningkatkan peran dan fungsi bagi Unit Pelaksana Teknis Pemasyarakatan di Indonesia.
Selain program pembinaan narapidana atau Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) yang harus ditingkatkan di Lembaga Pemasyarakatan, peran Balai Pemasyarakatan atau biasa disebut Bapas juga tidak kalah penting dalam mengurangi angka residivisme di Indonesia melalui bimbingan dan pengawasan bagi WBP yang menjalani program reintegrasi dan bimbingan di Bapas atau yang disebut sebagai Klien Pemasyarakatan.
Pada Pasal 1 Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan menyebutkan pranata untuk melakukan bimbingan Klien Pemasyarakatan dilaksanakan oleh Bapas.
Dalam Pasal 32 Ayat (2) Peraturan Pemerintah RI Nomor 31 Tahun 1999 menyatakan Pembimbing Kemasyarakatan melaksanakan bimbingan Klien dan dititikberatkan kepada reintegrasi dengan masyarakat.
Pembimbing Kemasyarakatn merupakan fungsional penegak hukum yang melakukan pengawasan, pembimbingan, Penelitian Kemasyarakatan (Litmas), dan pendampingam Anak pada proses peradilan pidana sesuai Pasal 1 Angka 2 Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2018 sehingga dalam menghadapi masalah pengulangan tindak pidana atau residivisme diperlukan optimalisasi peran Bapas melalui bimbingan dan pengawasan reintegrasi yang dilakukan Pembimbing Kemasyarakatan.
Maka dari itu Pembimbing Kemasyarakatan wajib melaksanakan bimbingan terhadap klien dalam hal ini untuk dilakukan bimbingan keterampilan, bimbingan konseling agar mempunyai bekal untuk menunjang hidupnya setelah menjalani masa pidana.
Harus disadari adanya perubahan sistem kepenjaraan menjadi sistem Pemasyarakatan memerlukan proses yang sangat panjang yaitu dengan adanya penyempurnaan di semua bidang baik dalam bidang administrasi, teknis maupun sarana dan prasarana yang mendukung terlaksananya proses perubahan sistem tersebut.
Sebagai petugas teknis pelaksanaan Pembimbingan Klien yang dilakukan oleh Bapas adalah Pembimbing Kemasyarakatan merupakan orang yang harus memiliki keahlian dan keterampilan teknis dalam bidang kesejahteraan sosial, sehingga dapat membantu klien yang sedang mengalami permasalahan dengan fungsi sosialnya, selain itu seorang pembimbing kemasyarakatan harus menguasai metode dan teknik pembimbingan serta kemampuan yang professional.
Dalam melaksanakan kegiatan bimbingan terhadap Klien Pemasyarakatan tersebut, Pembimbing Kemasyarakatan harus memperhatikan beberapa aspek, yaitu prinsip penerimaan, komunikasi, individualisme, partisipasi, kerahasiaan, kesadaran diri.
Pembimbing Kemasyarakatan tidak boleh bersikap menghakimi dan harus rasionalitas. Empati dan ketulusan juga harus diterapkan dalam kegiatan tersebut agar Klien Pemasyarakatan mampu menerima kehadiran, Pembimbing Kemasyarakatan sebagai pendamping Klien Pemasyarakatan untuk memberikan solusi pada masalah hidupnya.
Metode yang dilakukan pun berupa bimbingan secara individual dengan tatap muka sehingga Klien Pemasyarakatan pun memiliki rasa percaya terhadap , Pembimbing Kemasyarakatan.
Bimbingan secara kelompok dengan melakukan pembahasan topik masalah yang dihadapi pada kelompok dengan memanfaatkan dinamika kelompok sehingga Klien Pemasyarakatan dapat mengembangkan potensi diri dan memperoleh manfaat terhadap dirinya.
Kegiatan ini pun dapat melibatkan kelompok atau organisasi dari masyarakat yang memiliki kompetensi dan bidang keahlian masing-masing.
Adanya keterlibatan peran masyarakat ini pun tertuang dalam paradigma Keadilan Restorative (Restorative Justice).
Penerapan Restorative Justice dalam Pemasyarakatan ditunjukkan dengan adanya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.
Pembimbing Kemasyarakatan dalam melakukan Litmas pada WBP di Lembaga Pemasyarakatan harus melaksanakan tugas secara spesifik dan teliti agar data hasil wawancara kepada WBP adalah benar secara nyata dan tidak ada manipulasi hasil laporan.
Pembimbing Kemasyarakatan pun harus menggali informasi seputar kepribadian WBP tersebut dengan menggunakan instrumen asesmen RRI dan Kriminogenik guna mengetahui tingkat risiko pengulangan dan kebutuhan WBP dalam melaksanakan reintegrasi sosial.
Dari hasil Litmas dan asesmen tersebut dirapatkan dan dibahas dalam Sidang Tim Pengamat Pemasyarakatan untuk mendapatkan solusi dan hasil yang tepat sasaran bagi WBP. Jika memenuhi syarat dan mendapatkan rekomendasi untuk melaksanakan reintegrasi sosial di lingkungan masyarakat, Pembimbing Kemasyarakatan harus menjalankan tugas berupa bimbingan di Bapas.
Hal ini dilakukan agar membentuk WBP menjadi manusia seutuhnya, menyadari kesalahannya, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana.
Oleh karena itu, Pembimbing Kemasyarakatan dalam pelaksanaan kinerjanya sudah seharusnya memperthatikan tujuan Pemasyarakatan serta turut mengawasi jalannya program kerja Pemasyarakatan agar mampu melihat dan menganalisa capaian Pemasyarakatan seperti pengertian diatas, kemudian disamakan dengan apa yang telah didapat sekarang.
Apabila tujuan Sistem Pemasyarakatan melalui program kerja Pemasyarakatan yang dilaksanakan oleh Bapas tepat sasaran sesuai kebutuhan Klien Pemasyarakatan dan memiliki capaian hasil yang maksimal, maka hal ini dapat mengurangi tingkat residivisme di lingkungan sosial masyarakat.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/palembang/foto/bank/originals/Petugas-Pembimbing-Kemasyarakatan-Ahli-Pertama-Bapas-Kelas-II-Lahat.jpg)