Mahasiswa di Palembang Dianiaya Senior
PENGAKUAN Mahasiswa UIN Raden Fatah Palembang: Disundut Api, Ditelanjangi & Dihadapkan ke Mahasiswi
"Selama 20 menit saya telanjang bulat di depan mereka," ujar Arya, mahasiswa UIN Raden Fatah Palembang yang mengaku dianiaya seniornya.
Bahkan Arya hanya diberikan obat penahan nyeri untuk kemudian kembali dipukuli.
Tak selang berapa lama dari sana, tepat pukul 22.00 WIB akhirnya dia kembali dibawa ke pinggir jalan di kawasan bumi perkemahan tersebut untuk mendapatkan kekerasan lainnya.
Menurut Arya, saat itu ketua umum UKMK PBM UIN RF Palembang turut melakukan tindakan penganiayaan dengan memukul bagian mulutnya.
Berdasarkan informasi, diketahui saat itu kegiatan diksar UKMK Litbang juga bergabung dengan diksar UMKM PBM UIN Raden Fatah Palembang.
Beberapa saat setelah kejadian itu, salah satu alumni yang juga diketahui saat ini tengah menempuh pendidikan S2 di UIN Raden Fatah Palembang sempat melihat langsung kejadian tersebut tanpa ada upaya melerai dan menghentikannya.
"Yang saat itu dia lakukan hanya mengecek hp saya yang diberikan kepada salah satu pelaku, dia datang dari jam 11 dan tanpa ada upaya untuk melerai saya. Dia datang dan menyaksikan saya dipukuli," lanjutnya.
Tepat pukul 24.00 WIB Arya mengaku kembali diminta untuk membuat video klarifikasi dengan mengenakan baju batik.
Berbeda dari video yang telah beredar, kali ini terlihat wajah korban sudah cukup lebam akibat kekerasan sebelumnya.
"Sesudah buat video itu saya akhirnya diberikan obat nyeri, obat sakit kepala dan saya meminta balsem untuk mengobati mata saya yang bengkak," ucapnya.
Dijemput Saksi
Setelah meminum obat yang diberikan pelaku, akhirnya sejumlah saksi diketahui melakukan panggilan video melalui kontak whatsapp korban dan menanyakan kondisi korban saat berada di TKP.
"Saat menerima telpon dari saksi, hp saya yang dipegang oleh Ar diberikan kepada saya. Waktu itu saya diminta untuk tidak memberikan kode apapun kepada saksi dan mereka bersembunyi dari tangkapan kamera saya, saksi sempat bertanya kondisi muka saya," lanjutnya.
Setelah itu, sekira pukul 02.00 WIB beberapa saksi yang sebelumnya telah menghubungi Arya memutuskan untuk melakukan penjemputan kepada korban.
Sayangnya hal ini langsung ditolak oleh para pelaku dan mengatakan Arya dalam kondisi baik-baik saja.
"Kalau tidak salah sekitar pukul 02.00 WIB dimana saya hendak tidur karena sudah dipersilakan, akhirnya mendapatkan kabar kalau saksi ingin menjemput saya akan tetapi tidak dikasih," ujar Arya.
Arya yang diberikan waktu tidur sejak pukul 02.00 WIB hingga sekira pukul 05.00 WIB akhirnya kembali dipanggil oleh ketua umum UKMK Litbang untuk kembali melakukan aktivitas kepanitiaan seperti biasa.
Seperti tanpa rasa bersalah akhirnya ketua umum menitipkan Arya kepada panitia lain.
"Dia bilang jangan sampai ada yang memukuli saya lagi. Kalau ada yang melakukan itu untuk segera melapor ke dia," ujar Arsya.
Ayah Arya Ditelpon Saksi
Di lokasi berbeda, ayah Arya, Rusdi (57) mengatakan pada Sabtu (1/10/2022), dia sempat mendapat telpon dari beberapa saksi yang mengatakan anaknya tengah mengalami kekerasan di tempat diksar.
Guna memastikan hal tersebut ayahnya langsung menghubungi Arya untuk bertanya langsung.
Namun dalam panggilan tersebut Arya diduga diminta oleh panitia untuk mengatakan dirinya baik-baik saja akhirnya dipercayai ayahnya.
Namun tak berselang lama, Rusdi kembali mendapatkan informasi itu kembali dari salah seorang saksi lainnya.
Karena khawatir Rusdi langsung menuju ke lokasi kejadian ditemani oleh salah seorang aparat kepolisian Polsek Gandus Palembang.
Setelah beberapa jam berkeliling akhirnya Rusdi menemukan lokasi tempat kejadian perkara (TKP).
Dikelabui Panitia
Rusdi mengaku sempat dikelabui oleh panitia yang menghadap dirinya dengan mengatakan Arya sedang berada di salah satu posko yang lokasinya jauh dan harus dicari terlebih dahulu.
Dua jam dari kedatangannya akhirnya Rusdi dapat bertemu langsung dengan Arya yang terlihat lebam dan babak belur.
"Nunggu 2 jam itu karena anak saya ini harus dibedaki terlebih dahulu biar tidak terlihat luka memarnya. Sedangkan di awal saya dibohongi dan diminta untuk menunggu selama 2 jam," ujar Rusdi.
Dengan raut muka sedih, Rusdi terus menjelaskan pada saat itu pihaknya yang telah ditemani oleh kepolisian langsung menuju ke Polsek Gandus untuk membicarkan terkait kasus tersebut.
Diajak Berdamai
Bak jatuh tertimpa tangga, Rusdi dan keluarga yang baru satu bulan pindah dari Baturaja ke Palembang dengan biaya yang tidak sedikit, kini keluarga mereka harus merogoh kocek yang besar untuk melunasi biaya rumah sakit secara pribadi menggunakan uang tabungan dan sebagian meminjam dari kerabat.
"Dalam perjanjian perdamaian yang dilakukan di Polsek Gandus itu mereka memang menjanjikan untuk membayar seluruh biaya rumah sakit asal kami tidak membuat laporan ke polisi, namun selama Arya di rumah sakit (sebelum membuat laporan) mereka tidak ada itikad baik untuk memenuhi janji itu," terang Rusdi.
Lebih lanjut Rusdi juga membeberkan bahwa perjanjian perdamaian itu dibuat saat dirinya belum mengetahui bahwa anaknya dilecehkan dengan ditelanjangi oleh para pelaku.
"Mau bagaimana pun ini namanya jelas pelecehan seksual," tegasnya.
Hal itu yang membuat hati keluarga terasa terkoyak-koyak.
Dalam ungkapannya Rusdi mengatakan sebagai orangtua dirinya tidak menerima adanya pelecehan yang dilakukan pelaku kepada anaknya.
"Coba orangtua mana yang tidak sakit hati kalau anaknya ditelanjangi bahkan di depan perempuan," lanjutnya.
Kumpulkan Bukti
Sementara itu, kuasa hukum korban, Kms Sigit Muhaimin SH bersama dengan rekan-rekan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Sumsel Berkeadilan mengatakan saat ini pihaknya telah mengumpulkan sejumlah bukti yang akan dibawa ke pihak penyidik untuk dilakukan pemeriksaan.
Di antaranya foto lembar kwitansi calon anggota yang bertuliskan nominal dan lokasi diksar yaitu di Provinsi Bangka Belitung.
"Kami telah menyiapkan beberapa bukti yakni kwitansi diksar yang bertulikan Provinsi Bangka Belitung dengan nominal Rp 300 ribu, pamflet diksar yang sempat diunggah di media sosial mereka dan juga keperluan sembako yang wajib dibawa oleh peserta diksar," katanya.
Meski demikian dia juga menegaskan bahwa awal mula kasus ini terjadi bukanlah penghianatan melainkan pungli yang dilakukan UKMK Litbang dan justru dapat menjatuhkan citra kampus UIN Raden Fatah Palembang sebagai lembaga pendidikan berbasis Islam.
"Tentu yang harus diperhatikan adalah kepada kasus kekerasannya bukan penghianatannya karena apa yang dilakukan korban adalah guna mengungkap pungli yang memang dinilai meresahkan," ujarnya.
Tanggapan Rektor
Sebelumnya Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Fatah Palembang, Prof Dr Nyayu Khodijah, S Ag M Si, mengakui bahwa insiden pemukulan mahasiswa yang terjadi di kegiatan Diksar UKMK Litbang di Bumi Perkemahan Pramuka Gandus Palembang beberapa waktu lalu, merupakan mahasiswanya.
Hal ini diungkap langsung oleh Nyayu Khodijah didampingi Wakil Rektor I Dr Muhammad Adil MA di Kampus B Jakabaring UIN Raden Fatah Palembang, Kamis (6/10/2022) lalu.
"Benar mereka adalah mahasiwa kita baik yang memukul maupun yang dipukul, namun kejadian ini sesama panitia dari hasil investigasi yang dilakukan tim kita," ungkap Nyayu Khodijah kepada wartawan.
Dikatakan Nyayu Khodijah, peristiwa itu terjadi di tempat pelaksanaan diksar di luar lingkungan kampus yang dilakukan oleh salah satu UMKM UIN Raden Fatah Palembang.
"Dari informasi yang kita dapatkan bahwa terjadi cekcok antar sesama panitia yang disebabkan oleh penghianatan yang dilakukan oleh korban pemukulan," katanya.
Korban dan pelaku pemukulan di organisasi yang sama dan status mereka sama-sama panitia dalam kegiatan Diksar yang diselenggarakan di Bumi Perkemahan Pramuka Gandus Palembang.
"Untuk saat ini kita masih melakukan investigasi guna untuk menggali lebih jauh motif penghianatan hingga pihak-pihak yang menjadi pemicu percekcokan tersebut, " katanya.
"Mereka pelaku dan korban merupakan mahasiswa kami dan anak kami. Kita sudah selesaikan dengan cara kekeluargaan," ungkap Nyayu Khodijah.
Dikatakan Nyayu Khodijah untuk sanksi pihaknya masih melakukan investigasi dan hukuman apa yang akan diberikan.
"Karena tugas kami untuk mengawasi serta membina anak-anak kami. Silakan jika korban mau bikin laporan, itu hak mereka," katanya.
Namun, meski begitu proses hukum pun masih berjalan dan laporan korban sudah diterima SPKT Polda Sumsel. Dan masih dalam penyelidikan dan pendalaman petugas penyidik Polda Sumsel.