'Bumi Sriwijaya' Lumbung Minyak dan Gas yang Nyaris Krisis BBM
Kejadian krisis BBM Solar dan Pertalite di Sumatera Selatan ini, saya belum tahu apakah menjadi perhatian Pemerintah Daerah atau tidak?.
Oleh: DR Hamzah Bustomi
Kepala Pusat Basis dan Pengolahan Data Ilmiah FEB Universitas Pakuan Bogor
Dosen/Peneliti FEB dan Pascasarjana Universitas Pakuan Bogor.
SRIPOKU.COM -- SEBAGAI putera daerah yang lahir di lumbung energi nasional, saya tak percaya harus mengantri hampir 5 jam untuk mendapatkan BBM. Sementara di Lampung, daerah yang disuplay energinya oleh Sumsel, adem ayem, lancar, tanpa harus mengantri berjam-jam. Namun pada hari Selasa minggu lalu, tepatnya 23 Agustus 2022 saya ikut merasakan dampaknya. Sekelumit catatan perjalanan pulang kampung yang walaupun sebentar saya paparkan berikut ini.
Perjalanan diawali penerbangan paling pagi Jakarta-Palembang dengan Citylink pukul 06.00 pagi dan tiba di Palembang pukul 07.00, langsung sarapan pagi dengan makanan khas legendaris Martabak Har di 16 Ilir. Tidak lupa menyeruput kopi susu panas dan 1 porsi sate kambing. Dilanjutkan perjalanan ke Jakabaring Kantor Pusat Bank BPD Sumsel Babel karena pukul 09.45 WIB Kami sudah ada agenda meeting dengan Pak Direktur Utama. Setelah urusan bisnis dan professionalism selesai, kami makan siang di suatu restoran khas Palembang di sekitar Jabaring.
Kemudian sekitar pukul 14an, Kami melanjutkan perjalanan ke kota kelahiran saya Baturaja dan tibalah di Baturaja sekitar ba’da magrib. Bermalamlah Kami di salah satu hotel berbintang yang baru di kota yang dahulu disebut kota Beras. Dahulu kabupaten ini adalah sentra penghasil beras di Sumatera Selatan sebelah terjadi pemekaran menjadi tiga kabupaten. Selain itu, sebenarnya Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) sampai saat adalah salah sumber penghasil buah-buahan durian dan duku Palembang yang terbesar di Sumatera Selatan.
Jangan lupa Like fanspage Facebook Sriwijaya Post di bawah ini:

Dalam perjalanan ke Baturaja tersebut terlihat di sepanjang jalan lintas Palembang-Baturaja BBM jenis Solar di setiap SPBU habis. Sang driver terlihat agak khawatir dan senatiasa melihat indikator kecukupan BBM Solar mobil yang kami tumpangi takut habis di perjalanan. Saya dapatkan informasi dari driver travel yang kami sewa bahwa kondisi seperti sudah terjadi dalam beberapa bulan terakhir ini di Sumatera Selatan termasuk di Kabupaten OKU. Masyarakat senantiasa harus antri untuk mendapatkan BBM jenis Solar dan Pertalite, serta dijatah. Antri dilakukan sejak dari dinihari, walaupun SPBU baru dibuka sekitar pukul 08.00 WIB pagi.
Kejadian harus antri untuk mendapat Solar pun juga dialami juga oleh mobil sewaan yang kami tumpangi dan tentu berdampak merugikan bagi Kami yang seharusnya dapat melakukan aktivitas lebih awal di pagi hari. Padahal kendaraan sudah dipesan dari jauh, secara logisnya harus siap. Tapi informasi dari driver bahwa pembelian pun sering dibatasi dan kadang kalau terlambat tidak kebagian lagi (sudah capek-capek antri, pas sampai giliran kita habis pula). Memang di sepanjang jalan atau bahkan di depan SPBU banyak yang jualan Solar dan Pertalite eceran, tapi karena mobil yang kami tumpangi masih baru sang pemilik melarang beli eceran karena khawatir dengan kualitasnya.
Selama lebih kurang 5 hari saya berada di Kampung halaman OKU, saya perhatikan di setiap SPBU terlihat antrian panjang mengular atau ada tulisan BBM Jenis Solar atau Pertalite habis. Kejadian seperti ini sungguh ironis dan sangat memprihatinkan. Padahal, Sumatera Selatan selain merupakan salah satu provinsi terbesar di Sumatera, juga aktivitas bisnisnya termasuk yang terbesar di Sumatera.
Tentu hal seperti ini sangat merugikan bagi masyarakat dan aktivitas ekonomi serta bisnis di wialayah Suamatera Selatan. Multiplier efeknya juga sangat besar, bisa-bisa dapat meruntuhkan perekonomian dan aktivitas kehidupan dan bisnis di wialayah Sumatera Selatan. Kita fahami bahwa Sumatera Selatan adalah satu sentra agribisnis terbesar di Sumatera mulai dari perkebunan kelapa sawit, karet, kopi dan beras serta komoditas lainnya. Belum lagi Bumi Sriwijaya ini adalah lumbung Gas dan Energi, khususnya Batubara dan Minyak sejak dari zaman penjajahan Belanda.
Bahkan sangat-sangat ironis di Bumi Sriwijaya ini tidak hanya pusatnya sumur-sumur minyak, tetapi terdapat Kilang Minyak (Kilang Pertamina Internasional) tertua dan bahkan mungkin juga terbesar di Indonesia, yaitu Kilang Plaju dan Sungai Gerong yang usianya mencapai lebih dari 100 tahun. Sampai hari ini kilang tersebut masih terus beroperasi dengan baik dan menghasilkan produk yang berkualitas. Bahkan Kilang Plaju menghasilkan 22 produk dengan volume total lebih dari 35 juta barel. Artinya sungguh disayangkan kelangkaan BBM Solar dan Pertalite Sumatera Selatan sepertinya tidak masuk akal, tapi ini memang terjadi bak ayam mati di lumbung padi. Demikian juga Bumi Sriwjaya Sumatera Selatan yang pernah mencanangkan diri sebagai salah satu provinsi lumbung energi nasional. Sebagai cacatan, Sumsel merupakan penghasil energi terbesar kelima nasional setelah Riau, Kalimantan Timur, Kepulauan Riau, dan Jawa Timur. Provinsi yang memiliki sungai terpanjang di Indonesia ini, mampu mengucurkan 41 ribu barrel per hari.
Lantas, apakah kelangkaan energi, terutama jenis pertalite dan solar ini diakibatkan oleh over kuota BBM jenis tersebut di Sumsel? Sebagai informasi, kuota BBM bersubsidi di Sumsel memasukin pertengahan Agustus melampaui 23 persen. Dengan rata-rata konsumsi harian 1,903 untuk bio solar bersubsidi dan 2.441 kilo liter untuk pertalite. Itu artinya, penyaluran BBM yang tepat sasaran perlu dilakukan secara menyeluruh. Sikap tegas Pemerintah dan pembentukan Satgas BBM seperti yang dilakukan Polres OKU dalam beberapa minggu ini perlu diapresiasi demi penyaluran BBM yang berkeadilan. Penyaluran BBM subsidi yang salah sasaran, yang sebagian besar tersalurkan ke kendaraan yang tak berhak, perlu diawasi secara tegas.
Lalu pertanyaannya, dimanakah dan apakah arti semua status itu--sebagai provinsi lumbung energi, sebagai salah satu pusat tambang minyak-- kalau mau mendapatkan BBM Solar dan Pertalite saja susah. Kondisi msyarakat masih sangat membutuhkan Solar dan Pertalite, terutama untuk kehidupan sehari-hari, baik dan untuk kendaraan pribadi, angkutan umum dan angkutan barang dan jasa khususnya untuk truk angkutan pertambangan dan perkebunan yang menggunakan Solar. Kalau terus dibiarkan, maka secara langsung maupun tidak langsung mematikan kehidupan dan perekonomian bisnis di Sumatera Selatan. Siap-siap provinsi Sumatera Selatan menjadi provinsi yang tergolong miskin atau memiliki indeks perekonomian terendah.
Jangan lupa juga subscribe, like dan share channel Instagram Sriwijayapost di bawah ini:

Kejadian seperti ini, akan semakin ironis kalau dilihat dari sisi politis dan kepemimpinan nasional, karena dalam 1 dekade terakhir ini ada istilah Palembang lagi Naik Daun. Kenapa? Banyak pimpinan puncak Kementerian/Lembaga di negeri ini berasal dari orang Sumatera Selatan. Selentingan dari saudara-saudara kita suku lain memang ada benarnya, bahkan tidak sedikit yang berasal dari OKU Raya. Lalu apa relevansi atau korelasi signifikan terhadap pembangunan dan perkembangan pesat perekonomian Bumi Sriwijaya? Adakah kontribusi pemikian atau hal-hal signifikan yang telah mereka lakukan untuk daerah asalnya? Saya tidak tahu
Kejadian krisis BBM Solar dan Pertalite di Sumatera Selatan ini, saya belum tahu apakah menjadi perhatian Pemerintah Daerah (Provinsi/Kabupaten/Kota) atau tidak? Atau sampai ke telingah pak Menteri BUMN atau tidak? Atau mereka pura-pura tidak tahu, jawabannya saya pun tidak tahu.
