SEBUT Bharada E Pahlawan, Ini Dia Sosok Pengacara Andreas Nahot Silitonga
Saat ini, Nahot menjabat sebagai Ketua Asosiasi Advokat Indonesia DPC Jakarta Pusat, periode 2019-2024.
Siapa sebenarnya Andreas Nahot Silitonga yang jadi kuasa hukum Bharada E, sampai-sampai dia mengusulkan kliennya itu disebut pahlawan?
Andreas Nahot Silitonga adalah pendiri Silitonga & Tambunan Law Firm, yang didirikan Nahot bersama Felix M. Tambunan, pada tahun 2019 silam.
Nahot Silitonga pernah bergabung dalam Gani Djemat & Partners, sebelum mendirikan Silitonga & Tambunan Law Firm, tempatnya memulai karier sebagai pengacara di firma hukum ini.
Pada tahun 2006 hingga 2019, Nahot menjadi pengacara di Gaji Djemat & Partners, dan selama 13 tahun dia menangani banyak perkara litigasi di bidang kepailitan, perdata, dan pidana.
Dari situs resmi Silitonga & Tambunan Law Firm, Andreas Nahot Silitonga merupakan lulusan Fakultas Hukum Universitas Trisakti, yang kemudian melanjutkan studinya ke University of Melbourne of Australia.
Tidak hanya memiliki Izin Advokat, Nahot juga adalah Konsultan Hak Kekayaan Intelektual, Mediator bersertifikat, dan pemegang izin sebagai Kurator dan Pengurus dalam Kepailitan.
Saat ini, Nahot menjabat sebagai Ketua Asosiasi Advokat Indonesia DPC Jakarta Pusat, periode 2019-2024.
Andreas Nahot Silitonga pernah menjadi kuasa hukum mantan suami jebolan Indonesia Idol Karen Pooroe, Arya Satria Claporth, pada tahun 2022, yang diduga melakukan pengeroyokan dan penodongan pistol pada istrinya sendiri.
Nahot juga pernah menjadi kuasa hukum dari Mantan Menteri Agama Suryadharma Ali (SDA) yang tersandung dugaan kasus korupsi barang dan jasa haji tahun 2012-2013.
Pada saat Nahot menjadi kuasa SDA inilah dia berharap kliennya dibebaskan dari penahanan 20 hari oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada tahun 2015.
Nahot merasa bahwa penahanan kliennya itu lebih bersifat subjektif oleh KPK.
Namun, Mahkamah Agung (MA) menolak permohonan peninjauan kembali (PK) mantan Menteri Agama SDA pada tahun 2019, sehingga dia harus menjalani hukuman 10 tahun penjara karena korupsi ibadah haji.
Akibat apa yang dilakukan SDA itu, negara mengalami kerugian keuangan sebesar Rp27 miliar dan SR17.967.405.
Artikel ini telah tayang di intisari.grid.id
