Bonus Demografi dalam Bayang-bayang Pandemi

Semestinya PJJ tidak berarti siswa diliburkan, namun hanya berubah tempat belajar. Tetapi kenyataannya PJJ merupakan pengganti yang jauh dari sepadan.

Editor: Bejoroy
SRIPOKU.COM/Istimewa
Rini Tri Hadiyati, S.ST, M.Si / Statistisi Muda Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Selatan. 

Artinya setiap 100 penduduk usia produktif hanya menanggung kurang dari separuhnya, sekitar 41 orang penduduk usia nonproduktif. Rasio ketergantungan 2020 mengalami penurunan sekitar 9,1 persen poin dibanding rasio ketergantungan 2010 yang sebesar 50,50 persen.

Penurunan rasio ketergantungan akan berdampak positif pada penurunan besaran biaya yang harus ditanggung penduduk usia produktif untuk kebutuhan hidup penduduk usia nonproduktif. Pendapatan dari penduduk usia produktif dapat dialihkan untuk meningkatkan produktivitas sehingga dapat memacu pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan.

Kunci bonus demografi adalah pada penduduk usia produktif yang berkualitas dan terbukanya kesempatan kerja. Penduduk usia produktif yang berkualitas akan terserap di pasar kerja dengan mudah, bahkan menciptakan kesempatan kerja bagi orang lain. Mereka juga tentunya akan dibayar dengan sepadan. Semakin tinggi upah/gaji yang diterima maka akan meningkatkan Produk Domestik Bruto (PDB).

Peningkatan PDB tentunya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan membuka peluang bagi Indonesia untuk menjadi negara maju. Artinya tugas pemerintah saat ini adalah menyiapkan tenaga kerja mumpuni, disamping upaya memperluas lapangan pekerjaan.

Tak bisa dipungkiri hampir semua pekerja andal berawal dari pendidikan yang layak. Artinya siswa-siswa sekolah saat ini harus dipersiapkan untuk menjadi calon tenaga kerja yang berkualitas lewat pendidikan yang juga berkualitas. Namun tampaknya partisipasi penduduk untuk mengenyam pendidikan masih jauh dari harapan.

Dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), rata-rata lama sekolah penduduk Indonesia tahun 2021 sebesar 8,54 tahun. Ini menunjukkan rata-rata penduduk Indonesia bahkan tidak sampai tamat SMP, alih-alih melanjutkan hingga jenjang perguruan tinggi.

Partisipasi sekolah dari kelompok umur perguruan tinggi (19-24 tahun) hanya sekitar 26,01 persen.

Artinya dari 100 orang penduduk usia 19-24 tahun hanya sekitar 26 orang yang melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi. Sementara sisanya memilih menganggur atau bekerja dengan upah seadanya.

Dengan rendahnya tingkat pendidikan rata-rata penduduk Indonesia, tidak heran jika pekerja yang dihasilkan banyak yang tidak sesuai kebutuhan pasar kerja. Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) menemukan fakta dari 135,61 juta orang yang bekerja masih didominasi oleh mereka yang merupakan lulusan SD ke bawah, yakni sebesar 39,10 persen.

Sektor yang paling banyak menyerap tenaga kerja tersebut adalah sektor pertanian, sebesar 29,96%. Ini merefleksikan bahwa sektor pertanian masih didominasi oleh pekerja lulusan SD ke bawah yang umumnya dibayar murah.

Sebagian besar dari mereka hanyalah berprofesi sebagai buruh tani. Sementara itu, jumlah penduduk yang bahkan tidak bekerja alias pengangguran per Februari 2022, sebesar 5,83 persen atau sebanyak 8,4 juta orang.

Dari jumlah itu, termasuk 960 ribu orang yang harus kehilangan pekerjaan karena pandemi. Angka ini sudah cukup membaik daripada kondisi Februari 2021 lalu, namun tetap belum pulih seperti kondisi sebelum pandemi terjadi.

Pandemi COVID-19 hingga Februari tahun ini masih memberi dampak terhadap 11,53 juta pekerja. Meskipun sebagian besar tidak sampai kehilangan pekerjaan, namun hanya mengalami pengurangan jam kerja atau sementara dirumahkan.

Besarnya jumlah penduduk yang menganggur berpotensi mematahkan upaya-upaya untuk menggapai berkah bonus demografi. Penduduk usia produktif yang diharapkan dapat menanggung penduduk usia nonproduktif ternyata tidak mampu melakukan fungsi ekonominya, justru bisa-bisa ikut menjadi beban.

Perbaikan kinerja sektor pendidikan dan ketenagakerjaan masih menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah. Pandemi Covid-19 yang melanda seluruh dunia termasuk Indonesia pada awal 2020 hingga saat ini membuat pekerjaan rumah itu kian menjadi berat.
Upaya Pembenahan Membenahi sektor ketenagakerjaan tidak bisa dilepaskan dari pembenahan sektor pendidikan. Upaya yang harus dilakukan saat ini adalah mengejar ketertinggalan siswa selama melakukan pembelajaran daring.

Halaman
123
Sumber: Sriwijaya Post
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved