Breaking News

PMK Merajalela: Otovet di Daerah Lemah?

Setelah kejadian PMK terjadi maka yang harus kita sediakan adalah obat, vaksin, sumber daya manusia yang biayanya tentu saja tidak sedikit...

Editor: Bejoroy
SRIPOKU.COM/OKI PRAMADANI
Dr Drh Jafrizal MM Medik Veteriner Madya Kota Palembang, Dosen Magister Manajemen Bisnis Industri, Aprin/Ketua Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia Cabang Sumatera Selatan, Ketua Harian Kagama Sumsel. 

Oleh : Dr Drh Jafrizal MM
Medik Veteriner Madya Kota Palembang, Dosen Magister Manajemen Bisnis Industri,
Aprin/Ketua Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia Cabang Sumatera Selatan,
Ketua Harian Kagama Sumsel.

SRIPOKU.COM -- “SEDIAKAN Payung Sebelum Hujan” Adagium ini sudah tidak berlaku lagi di Indonesia sejak pemerintah mengumumkan wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) terjadi pada ternak sapi di Jawa Timur dan Aceh. Adagium yang tepat menggambarkan kondisi saat ini adalah “Sediakan Handuk Setelah Hujan”.

Setelah kejadian PMK terjadi maka yang harus kita sediakan adalah obat, vaksin, sumber daya manusia yang biayanya tentu saja tidak sedikit dan tidak mudah bila dilihat dari kondisi saat ini. Penyebaran penyakit virus PMK sangatlah cepat hal ini terlihat dari fakta bahwa dalam waktu kurang dari satu bulan saja penyakit ini telah menyebar ke 16 provinsi di Indonesia.

Banyak persoalan yang mempercepat penyebaran dan lambannya pengendalian. Kita jangan sampai mengabaikan atau menganggap remeh PMK ini. Narasi yang dibangun untuk menenangkan karena mudah disembuhkan, tingkat kematian rendah dan tidak berbahaya bagi manusia justru akan menakibatkan masyarakat abai dan mengagap penyakit biasa. Padahal penyakit ini tingkat kesakitan ternak bisa sampai 100 persen yang berdampak besar bagi perekonomian. Dengan alasan perekonomian inilah maka setiap negara ingin bebas dari penyakit PMK.

Potensi kerugian ekonomi yang besar terhadap turunnya produksi ternak, kematian ternak, biaya pengobatan, biaya operasional, hambatan perdagangan akan menghambat laju perekenomian yang mulai pulih pasca pandemic covid19.

Jangan lupa subscribe, like dan share channel Youtube Sripokutv di bawah ini:

Bila sudah terkena maka waktu yang dibutuhkan untuk bebas akan lama karena penyakit disebabkan virus yang tidak ada obatnya, hanya bisa dilakukan pengobatan supportif dan walaupun bisa sembuh akan tetapi beberapa hewan yang sembuh akan tetap menjadi carrier dan terus membawa dan menularkan penyakit ke hewan yang lain.

Mengapa Menyebarnya Cepat? Lalu lintas perdagangan ternak dan produk asal hewan antar daerah dan negara yang tidak terkendali menjadi alasan penyakit menyebar begitu cepat. Tri Satya Putri Naipospos, ahli epedemiologi veteriner mengatakan, aktivitas perdagangan hewan hidup merupakan faktor risiko utama masuk virus PMK ke suatu negara. Terutama bila aktivitas itu dengan melibatkan negara atau zona yang belum bebas PMK.

Salah satu bentuk kelengahan kita adalah terlalu melonggarkan kegiatan impor daging dan produk ternak dari negara yang belum bebas PMK dan rendahnya kemampuan dan pengawasan dalam mendeteksi penyakit pada pintu-pintu masuk bahan asal hewan karena banyaknya pintu masuk illegal yang tidak terdeteksi.

Permasalahan lain juga disampaikan dalam Rapat Kerja dengan Menteri Pertanian dengan Komisi IV DPR RI pada tanggal dikatakan bahwa permasalahn yang dihadapi adalah:
Pertama, Kurang disiplinnya masyarakat, pelaku usaha dan peternak terkait lalu lintas hewan.
Kedua, minimnya tenaga teknis (dokter hewan/paramedik).
Ketiga, minimnya tenaga teknis di daerah sampai ke Pusat sehingga jabatan struktural bidang kesehatan hewan yang tidak dipegang oleh dokter hewan.
Keempat, rendahnya pengetahuan masyarakat/petani tentang penyakit tersebut kurang karena kurangnya edukasi.
Kelima, jumlah Puskeswan kita sangat minim paling 1-2 unit pelayanan Kesehatan hewan akan terhambat.
Keenam, belum adanya Sistem Kesehatan Hewan Nasional yang baik.

Jangan lupa juga subscribe, like dan share channel Instagram Sriwijayapost di bawah ini:

Logo instagram.com/sriwijayapost/

Pengawasan Lalu lintas Permasalahan tidak tertibnya lalu lintas ternak sudah berjalan begitu lama terutama lalu lintas darat. Hal berbeda dengan lalu lintas udara dan laut karena untuk lalu lintas tersebut sudah ada petugas karantina yang bertanggung jawab.

Lalu lintas darat saat ini tidak ada yang bertanggung jawab. Check pont yang fungsinya sebagai tempat pengawasan lalu lintas hewan hanya tinggal bangunan posnya saja sedangkan petugasnya sudah tidak ada lagi.

Sejak otonomi daerah diberlakukan dan dinas Peternakan/Kesehatan Hewan yang sebagian besar merger dengan dinas lingkup pertanian, disaat itulah fungsi pelayanan kesehatan hewan terutama pengawasan lalu lintas telah sirna dan tidak dipedulikan lagi. Padahal, pemeriksaan persyaratan dan fisik terhadap hewan yang dilalulintaskan diperiksa di pos check point. Lalu lintas hewan telah diatur melalui Peraturan Pemerintah RI Nomor 47/2014 yang bertujuan untuk Pengendalian dan Penanggulangan Penyakit Hewan.

Sebelum melakukan lalu lintas maka harus memenuhi persyaratan teknis kesehatan hewan untuk lalu lintas hewan, produk hewan nonpangan, dan media pembawa penyakit hewan lainnya dari satu daerah/pulau ke daerah/pulau lain di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia meliputi:
memiliki sertifikat veteriner dari Otoritas Veteriner kabupaten/kota atau Otoritas Veteriner provinsi setempat; dan memenuhi persyaratan kesehatan hewan yang ditetapkan oleh wilayah tujuan.

Halaman
12
Sumber: Sriwijaya Post
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved