Apa Itu Restorative Justice Cara Penyelesaian Kasus yang Mental untuk Medina Zein dan Marrisya Icha
Kapolri menyatakan tindak pidana yang dapat diselesaikan dengan cara restorative justice yaitu kasus pencemaran nama baik, fitnah atau penghinaan.
Penulis: Jati Purwanti | Editor: Sudarwan
SRIPOKU.COM, PALEMBANG - Selebgram Medina Zein berseteru dengan pengusaha Marrisya Icha sejak beberapa waktu lalu.
Bukannya berdamai, keduanya kini malah saling lapor ke pihak kepolisian.
Kini polisi pun menyebut, kasus perseteruan keduanya tak lagi bisa diselesaikan dengan mediasi.
Polda Metro Jaya telah memberikan ruang mediasi untuk melakukan proses restorative justice dalam perkara pencemaran nama baik dua selebgram Medina Zein dan Marrisya Icha.
Namun, polisi menyebut bahwa mediasi tersebut buntu dan tidak menemukan titik damai antara keduanya.
"Penyidik sudah memberikan ruang untuk mediasi kepada mereka namun ternyata tidak terdapat jalan perdamaian di situ sehingga kasusnya berlanjut," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Endra Zulpan di Jakarta, seperti dikutip dari Kompas.tv, Rabu (5/1/2022).
Zulpan mengatakan, lantaran proses mediasi tersebut tidak menemukan titik temu, kasus tersebut berlanjut hingga akhirnya penyidik Polda Metro Jaya menetapkan Medina Susani alias Medina Zein sebagai tersangka dalam kasus pencemaran nama baik.
"Hari ini penyidik telah menetapkan Medina Zein sebagai tersangka," ujarnya.
Lantas, apa itu Restorative Justice?
Menurut Kuat Puji Prayitno (2012), yang dikutip oleh I Made Tambir (2019) dalam penelitian berjudul "Pendekatan Restorative Justice dalam Penyelesaian Tindak Pidana di Tingkat Penyidikan", restorative justice merupakan alternatif dalam sistem peradilan pidana dengan mengedepankan pendekatan integral antara pelaku dengan korban dan masyarakat sebagai satu kesatuan untuk mencari solusi serta kembali pada pola hubungan baik dalam masyarakat.
Meski begitu, tidak ada satu pun ketentuan yang secara tersurat mengatur pendekatan restorative justice dalam menyelesaikan tindak pidana di tingkat penyidikan.
Sementara itu, menurut pakar hukum pidana Mardjono Reksodiputro, ditulis oleh Jurnal Perempuan (2019), restorative justice adalah sebuah pendekatan yang bertujuan untuk membangun sistem peradilan pidana yang peka tentang masalah korban.
Mardjono mengatakan, restorative justice penting dikaitkan dengan korban kejahatan, karena pendekatan ini merupakan bentuk kritik terhadap sistem peradilan pidana di Indonesia saat ini yang cenderung mengarah pada tujuan retributif, yaitu menekankan keadilan pada pembalasan, dan mengabaikan peran korban untuk turut serta menentukan proses perkaranya.
Penerapan restorative justice
Bertalian dengan surat edaran, Kapolri juga menerbitkan surat telegram yang berisi tentang pedoman penanganan perkara tindak kejahatan siber yang menggunakan UU ITE. Surat telegram itu terbit pada 22 Februari 2021.
Lewat telegram, Kapolri menyatakan tindak pidana yang dapat diselesaikan dengan cara restorative justice yaitu kasus-kasus pencemaran nama baik, fitnah, atau penghinaan. Ia pun meminta penyidik Polri tidak melakukan penahanan.
Sementara itu, tindak pidana yang mengandung unsur SARA, kebencian terhadap golongan atau agama dan diskriminasi ras dan etnis, serta penyebaran berita bohong yang menimbulkan keonaran tidak dapat diselesaikan dengan restorative justice.
