Wawancara Eksklusif

Yusril Ihza Mahendra Jawab Tudingan Fee Rp 100 Miliar: Saya tak Minta Bayaran Saat Bela Ibas

Saya sendiri cukup dalam menelaah pemikiran pemikiran Adolf Hitler, jauh lebih 30 tahun yang lalu barangkali ketika saya di FISIP UI

Editor: Soegeng Haryadi
Tribunnews/JEPRIMA
Profesor Yusril Ihza Mahendra 

Hanya saja kok kemudian dibesar-besarkan setiap hari, ya sudah jadinya bagus juga bagi saya, jadi orang tahu wah yusril nggak sembarangan. Bahkan ada yang bilang sama saya nih anda mengalahkan six million dollars men katanya kan, jadi anda sekarang seven million dollars lawyers lebih hebat anda katanya.

Sekarang ya biarin saja saya bilang, kalau orang ngomong begitu ya nggak apa-apa, mudah-mudahan menjadi doa dan saya mendapat rezeki Rp100 miliar syukur alhamdulillah.

Ada yang bilang empat orang biasa kader Demokrat dapat bantuan hukum dari Anda karena ada invisible power memberi dukungan? Tanggapan Anda?
Tanya saja sama pak SBY. Pak SBY kan pernah minta tolong sama saya untuk menangani kasus Ibas. Terus saya minta bayaran berapa dari Pak SBY? Nol rupiah.

Jadi tidak harus Anda mematok tarif tertentu?
Tidak, Ibas saja pada waktu itu menanyakan kepada saya, 'pak Yusril kita bikin kontrak deh bagaimana?' Saya bilang nggak enak lah dengan beliau, ya sudahlah ya, ini kan dasarnya persahabatan, membantu saya kepada beliau, nggak usah lah kita bicara-bicara.

Disana Maqdir Ismail, ada pertemuan di rumah pak SBY, ada almarhumah bu Ani, ada Amir Syamsuddin, ya coba ditanya sama mereka saya minta fee berapa kepada pak SBY.

Kasus yang saya bela seperti kasus luar batang ketika menjelang Pilgub DKI. Habis-habisan saya bertempur membela luar batang itu, yang lain-lain yang datang ke luar batang itu nggak ada urusannya sama pembelaan itu, cuma cari panggung saja, baik AHY maupun Anies Baswedan datang ke situ nggak ada apa-apanya. Luar batang itu dari awal saya bela dan tak ada sepeser pun mereka bayar kepada saya.

Apa motivasi Anda mau memberi bantuan hukum empat eks kader Demokrat?
Advokat itu pertama-tama bekerja berdasarkan UU advokat dan bekerja berdasarkan kode etik advokat. Advokat itu tidak boleh membeda-bedakan calon klien, siapa saja yang datang kepada dia, dia pelajari kasusnya dan kalau dia sanggup menangani kasus itu maka dia berkewajiban untuk menangani.

Nah persoalan yang di bawa kepada saya ini kan berkaitan dengan hukum administrasi negara dan hukum tata negara, bidang studi saya tentang dua hal itu. Jadi saya dalami dan pelajari, saya katakan ini bisa diuji di MA, walaupun ini merupakan suatu terobosan yang belum pernah terjadi dalam sejarah hukum di Indonesia.

DPP Partai Demokrat diketahui menyatakan berencana menjadi Termohon intervensi, bagaimana tanggapannya?
Saya sudah pelajari mendalam persoalan ini, secanggih apapun anggaran dasar dibuat oleh sebuah partai, anggaran dasar itu tidak ada artinya tidak ada gunanya sebelum dia disahkan oleh Kemenkumham.

Begitu juga pengurus partai mau mengadakan kongres atau muktamar sehebat mungkin, ketika dia sampaikan kepada menkumham tapi tidak disahkan atau belum disahkan, apakah dia bisa bertindak atas nama partainya? Nggak bisa juga.

Jadi seharusnya DPP Partai Demokrat tidak bisa memberi kuasa terkait AD/ART?
Fungsi DPP itu kalau kongres sudah selesai? Saya kan ketum partai juga, paham saya. Ketika anggaran dasar sudah dibahas dalam muktamar, muktamar itu memberi mandat kepada DPP terpilih untuk memohon pengesahan kepada Menkumham.

DPP itu hanya diberi mandat oleh muktamar. Nah kalau DPP nya diminta ke MA untuk menerangkan bagaimana proses pembuatan anggaran dasar itu, saya senang aja, saya bilang anda mau seribu kali ngomong ya ngomong aja lah, karena omongan anda tidak relevan karena anda bukan pihak yang membuat anggaran dasar ini.

Berarti Anda mempelajari ini tidak tanggung-tanggung dan luar biasa serius?
Saya tidak tanggung-tanggung ya, kalau pun kalah di Pengadilan ya saya kalah terhormat. Bukan sekali dua kali saya kalah di pengadilan, itu biasa. Bahkan saya menguji di MK, Ketuanya waktu itu Hamdan dan saya kalah.

Ya saya menggerutu saja tapi saya menghormati putusan hakim walaupun saya tidak sependapat dengan putusan itu. Saya belum tahu bagaimana sikap MA terhadap permohonan kami ini.

Kemarin disampaikan ada satu pemberi kuasa mencabut kuasa kepada Anda? Benarkah kabar ini?
Kabarnya begitu tapi saya belum menerima surat pencabutan kuasanya. Bagi saya itu tidak masalah, saya bertindak sebagai advokat profesional.

Sumber: Sriwijaya Post
Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved