Berita Palembang

Profil Prof Yuwono, Ahli Mikrobiologi Sumsel, yang Berani Kritik Biaya Jadi Dokter Mahal

Di sumatera selatan sendiri Prof Yuwono dikenal sebagai guru besar. Lantas siapa Prof Yuwono, Ahli Mikrobiologi Sumsel? berikut profilnya

Penulis: Nadyia Tahzani | Editor: Yandi Triansyah
kolase/sripoku.com
Ahli Mikrobiologi Sumsel, Prof Yuwono 

SRIPOKU.COM - Pintar, Agamis dan taat kepada peraturan pemerintah itulah yang tercermin dari seorang Prof. Dr. dr. H. Yuwono, M.Biomed.

Dilahirkan di Trenggalek Jawa Timur pada tanggal 10 Oktober 1971 sebagai anak ke-8 dari 9 bersaudara.

Prof Yuwono mencapai jenjang akademik tertinggi dengan bidang keahlian Mikrobiologi Kedokteran yaitu berkaitan dengan penyakit infeksi dan DNA.

Prof. Dr. dr. H. Yuwono, M.Biomed., selain sebagai Direktur Utama Rumah Sakit Pusri, beliau juga sukses menjadi seorang entrepreneur, salah satunya adalah dengan mendirikan Sekolah Alam Palembang (SaPa).

Di Sumatera Selatan sendiri Prof Yuwono dikenal sebagai guru besar.

Sikap optimis yang menjadi prinsipnya selama penanganan Covid-19 di Sumsel ternyata bukan hanya teori semata.

Lantas siapa Prof Yuwono, Ahli Mikrobiologi Sumatera Selatan? berikut profilnya

Baca juga: Prof Yuwono Khawatir Dokter Berlomba-lomba Cari Duit : Hanya Orang Kaya yang Mampu Sekolah Dokter

Profil

Prof. Dr. dr. Yuwono, M.Biomed ini lahir pada 10 Oktober 1971.

Prof Yuwono merupakan seorang akademisi Indonesia.

Ia mendapatkan gelar doktor dalam bidang mikrobiologi kedokteran dari Universitas Padjadjaran pada tahun 2009, dan menjadi guru besar di Universitas Sriwijaya (Unsri) sejak tahun 2014.

Pada tahun 2013 hingga 2015, Yuwono menjadi Dekan di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Jambi (Unja).

Ia juga sempat mencalonkan diri menjadi Rektor Universitas Sriwijaya periode 2015-2019, walaupun pada akhirnya tidak terpilih.

Hingga 2020, ia masih menjabat sebagai Direktur Rumah Sakit PT Pusri Palembang.

Ia juga ditunjuk menjadi juru bicara pemerintah Sumatra Selatan terkait penanganan pandemi koronavirus 2020.

Bersama istrinya, Nurbaiti Ekasari, Yuwono juga mendirikan sebuah sekolah inklusif dengan nama Sekolah Alam Palembang (SAPA) pada tahun 2005

Cerita Prof Yuwono saat Bertemu dan Menikahi Istrinya

Pertemuannya dengan Nurbaiti Ekasari, S.Si., M.Pd justru terjalin setelah ijab kabul pernikahan diucapkan pada saat itu. Sebelumnya, dirinya hanya mengetahui Nurbaiti melalui sebuah foto, dan langsung dilamar olehnya.

Nurbaiti yang merupakan cicit keturunan kiai yang menurut sejarah awal masuk Islam di daerah Ogan Komering Ilir (OKI) yaitu, Tuan Tanjung Idrus Salam.

Waktu itu, setelah lulus dari Fakultas MIPA di Unsri dan melanjutkkan studinya di Amerika Serikat, Nurbaiti sempat sudah dilamar oleh orang lain juga sudah dipersiapkan pesta pernikahan oleh sanak saudaranya di Arab Saudi.

“Tapi entah kenapa itu batal, pulang ke Indonesia kemudian saya yang lamar,” ujarnya.

Setelah menikah, Yuwono pernah bertanya kepada sang istri, apa yang membuat dirinya yakin untuk menikah, padahal sebelumnya sudah ada yang melamar.

Nurbaiti hanya menjawab dia berdoa kepada Allah bahwa dirinya sudah siap menikah, kemudian Allah yang akan mengirimkan laki-laki terbaik yang akan diterima menjadi suaminya.

“Setelah ijab qobul, saya sempet mencari mana istri saya di barisan para akhwat, yang paling cantik itulah saya tahu,” tuturnya.

Ahli Mikrobiologi Sumsel, Prof Yuwono
Ahli Mikrobiologi Sumsel, Prof Yuwono (kolase/sripoku.com)

Langkah Kedepan Prof Yuwono

Hingga mendapatkan gelar profesor yang tergolong muda dalam usianya saat ini, tentu bukan berarti tanpa halangan.

Yuwono sempat terhambat menyelesaikan jenjang S3 doktornya karena kekurangan biaya yang cukup besar.

Namun, dirinya memutar otak agar biaya tersebut dapat terpenuhi, dengan bekerja lebih giat lagi, meskipun harus terhambat.

Baginya, hidup dimulai dari umur 40 Tahun, yang mana menurutnya hidup ini ternyata yang paling rumit adalah mengenal diri sendiri, sampai saat ini banyak orang yang tidak mengenal dirinya siapa.

Maka ciri orang yang belum mengenal dirinya sendiri, adalah orang yang tidak percaya diri.

Oleh karena itu, Yuwono bertekad akan membangun RS yang bertaraf internasional dengan konsep green and smart, mendirikan perusahaan farmasi yang fokus untuk masalah herbal serta perguruan tinggi yang berbeda dari biasanya.

“Biodiversity dunia 60 persennya ada di Indonesia, tapi justru tidak memproduksi obat-obatan hasil dari biodiversity, tapi kita import termasuk obat-obat Covid-19, semua impor,” ujarnya.

Bahkan, jika memang dirinya memiliki kesempatan untuk maju memberikan kontribusi kepada warga Kota Palembang, Yuwono siap untuk mencalonkan diri mandiri.

“Jika saya sudah selesai dengan diri sendiri, maka selanjutnya sudah saatnya adalah bagaimana dapat membantu masyarakat luas," ujarnya.

Visi Prof Yuwono

Sampai saat ini, lelaki kelahiran Trenggalek, Jawa Timur, 10 Oktober 1971 silam ini tetap memegang tiga visi penting dalam hidupnya.

Pertama, sebagai seorang anak yang lahir dari kedua orang tua yang berprofesi sebagai seorang petani, sehingga membuat dirinya tidak malas dalam melakukan kegiatan bertani atau berkebun.

Justru, dengan hal tersebut dirinya konsisten menerapkan apa yang telah dipelajarinya semasa kecil untuk mendirikan Sekolah Alam Palembang (Sapa) agar anak-anak generasi selanjutnya dapat belajar secara dengan alam.

Bersama istrinya, Nurbaiti Ekasari sejak Tahun 2005 mendirikan sekolah alam yang beralamatkan di Jalan Gubernur. H. A. Bastari Lr. Harapan RT 26 RW 06 Silaberanti Seberang Ulu I, Palembang dari jenjang Daycare hingga SMA.

“Maka saya dari dulu itu selalu konsisten, itu yang pertama saya pegang hingga saat ini,” ujarnya.

Kedua, sang ayah yang bernama Muyono meninggal dunia sebelum dirinya tamat SD, sehingga kondisi ini berdampak bagi keluarganya.

Didikan orang tua untuk dapat hidup mandiri sebagai anak laki-laki tertua dari 9 bersaudara dalam keluarga, yang harus menjadi simbol untuk bertanggung jawaban dalam sebuah keluarga.

“Tapi dari kecil ayah sudah mengajari untuk hidup mandiri, belajar sambil bertani mencari upahan, yang menjadi keseharian hingga saat ini,” tuturnya.

Meski dalam hidup berkesusahan, namun semangatnya untuk terus belajar, dengan membaca buku setiap hari tidak pernah berhenti.

“Artinya kemana dan dimanapun saya selalu mandiri, baik belajar maupu bekerja, hingga ini menurun kepada keluarga juga anak-anakku,” ujarnya.

Hal ketiga yang membentuk dirinya menjadi seperti saat ini juga adalah ekspresi diri, maksudnya bentuk ungkapan diri kepada orang lain, baik melalui pemikiran, perasaan maupun pengalaman.

Salah satu kegemaran Prof Yuwono adalah dengan berbagi ilmunya melalui mimbar maupun majelis kepada orang banyak.

“Seseorang itu harus punya ekspresi diri, seperti bernyanyi, yang harus ada sisi lainnya, ekspresi diri yang paling baik itu adalah Islam,” ujarnya.

Kritik Biaya Jadi Dokter Mahal 

Ahli Mikrobiologi Sumsel, Prof Yuwono menyampaikan pandangannya soal biaya mahal untuk menjadi seorang dokter.

Sehingga ia berpendapat relatif orang kaya saja yang bisa menjadi seorang dokter.

Ia pun memberikan saran kepada pemerintah, sehingga anak-anak yang tidak mampu tapi diberikan kepintaran supaya bisa juga kuliah dan menjadi seorang dokter

Dikutip dari akun Instagram miliknya @profyuwono, ia membeberkan biaya mahal untuk menjadi seorang dokter.

Melalui foto yang diunggahnya Prof Yuwono membandingkan mengambil gelar sarjana dari fakultas lainnya dengan fakultas kedokteran.

Di dalam foto tersebut untuk meraih gelar S1 di Fakukltas Teknik dengan biaya Rp 9.120.00.

Namun beda saat seorang mahasiswa kuliah di Fakultas Kedokteran total selama 12 semester menghabiskan dana sekitar Rp 750 juta.

Prof Yuwono pun merincikan dana tersebut.

Dimana menurut dia, pihak kampus menetapkan Biaya Operasional Pendidikan (BOP) sebesar Rp 200 juta ketika masuk.

Lalu, biaya preklinik Rp 30 juta per semester dan biaya klinik Rp 45 juta per semester.

"ONGKOS JADI DOKTER Relatif hanya orang kaya yg mampu sekolah dokter. Investasi mendidik seorang utk jadi dokter memang tidak murah," tulis Prof Yuwono, Rabu (6/10/2021).

Ia berharap pemerintah bisa membiayai 50 hingga 100 persen untuk bisa kuliah di Fakultas Kedokteran.

Supaya anak-anak cerdas, bertalenta namun miskin bisa menjadi seorang dokter yang berakhlak cerdas dan gemar menolong.

Sehingga dokter yang dihasilnya tidak berlomba-lomba cuma mencari duit untuk mengembalikan investasi mereka yang besar.

"Saya khawatir, setelah jadi dokter, mereka berlomba cari duit utk mengembalikan investasi yg hampir 750 juta (12 semester)," tulisnya.

Biodata:

Nama : Prof Dr dr H Yuwono M Biomed
Tempat Tanggal Lahir : Trenggalek, Jawa Timur 10 Oktober 1971
Alamat : Tinggal di Jakabaring Palembang
Nama Istr i: Nurbaiti Ekasari, S.Si., M.Pd
Nama Anak : 1. Jawad (20) kuliah di Oregon State University (OSU) USA
2. Imad (19) kuliah di Colorado State University (CSU) USA
3. Widad (17) SMA SaPa
4. Afaf (15) SMP SaPa

Riwayat Pendidikan :

- Dokter Umum FK Unsri Tahun 1996
- Master Biomedik (Genetik) FKUI Tahun 2002
- Doktor Bidang Mikrobiologi Kedokteran FK Unpad Tahun 2009
- Pendidikan tambahan bidang genetik dan mikrobiologi di Gottingen University Germany Tahun 2009

Riwayat Pekerjaan :

- Dokter Konsultan Genetik & Infeksi sejak 2004
- Mendirikan Sekolah Alam Palembang (SaPa) jenjang Daycare hingga SMA sejak 2005
- Dekan FK Universitas Jambi 2012 -2014
- Guru Besar FK Unsri Palembang sejak tahun 2014
- Direktur RS Pusri Palembang 2017 sampai sekarang
- Juru bicara Gugus Tugas Covid-19 Sumatera Selatan
Organisasi Profesi : -Ikatan Dokter Indonesia (IDI)
- Perhimpunan Ahli Mikrobiologi Klinik Indonesia (PAMKI)
- Perhimpunan Mikrobiologi Indonesia (PERMI)
- Perhimpunan Biokimia dan Biologi Molekuler Indonesia (PBBMI)
- Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI)

Baca juga: Terindikasi Kebal Vaksin, Prof Yuwono Sebut Varian Mu Tak Lebih Bahaya dari Delta, Ini Alasannya

Sumber: Sriwijaya Post
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved