OPINI: Kemenkumham Perpanjang Kembali Program Asimilasi di Rumah Bagi Narapidana dan Anak
Pemberian Asimilasi dan Hak Integrasi Bagi Narapidana dan Anak, dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan Penyebaran Covid-19
Penulis: Bastian Willy, S.Sos, Pembimbing Kemasyarakatan Pertama Bapas Kelas II Lahat, Kanwil Kementerian Hukum dan HAM Sumatera Selatan
SRIPOKU.COM -- Pada tahun 2020 lalu sudah dua kebijakan dari Kementerian Hukum dan HAM disahkan.
Dua kebijakan tersebut, tertuang pada Permenkumham Nomor 10 Tahun 2020 dan Permenkumham Nomor 32 Tahun 2020, mengenai Pemberian Asimilasi dan Hak Integrasi Bagi Narapidana dan Anak, dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan Penyebaran Covid-19.
Sebagai salah satu langkah penanggulangan darurat Covid-19, tepatnya pada lingkungan Pemasyarakatan yang saat ini memiliki jumlah narapidana yang sudah jauh melebihi dari kapasitas normal.
Merefleksi satu tahun ini tepatnya pada awal pandemi, Kemenkumham melalui Direktur Jenderal Pemasyarakatan berhasil mengeluarkan sebanyak 55.929 narapidana dan 1.415 Anak penerima hak integrasi dan 69.006 narapidana dan anak penerima hak asimilasi di rumah melalui kedua kebijakan diatas.
Hal ini dianggap membantu untuk mengurangi overcapacity yang terjadi di seluruh Lembaga Pemasyarakatan yang ada di Republik Indonesia.
Pada perkembangannya, kasus terpaparnya masyarakat dengan virus Sars Cov 2 ini semakin masif.
Masyarakat dihadapkan pada fakta dan data tentang lonjakan jumlah pasien Covid-19 yang cukup signifikan sepanjang Semester awal 2021.
Lonjakan jumlah pasien terjadi karena sebagian masyarakat tidak peduli lagi akan pentingnya menerapkan protokol kesehatan selama pandemi Covid-19 ini.
Harus dibangun juga, kesadaran bersama bahwa protokol kesehatan merupakan sebuah inisiatif berani, dari upaya dan langkah semua orang untuk memutus mata rantai penyebaran wabah virus ini.
Keharusan mematuhi dan melaksanakan protokol kesehatan, mutlak membutuhkan partisipasi semua elemen masyarakat.
Protokol kesehatan yang dicanangkan oleh pemertintah tersebut sangat berbanding terbalik terhadap situasi dan kondisi yang terjadi di dalam Lapas saat ini, sebagai salah satu contoh untuk menjaga jarak antara narapidana dan atau anak di dalam Lapas pun sudah tidak memungkinkan dikarenakan yang normalnya di dalam satu kamar sedang di isi oleh 6 orang narapidana, maka kenyataannya diisi sebanyak 18 orang Narapidana.
Hal tersebut, memungkinkan penularan berbagai macam penyakit menular bahkan Virus Sars Cov 2 atau Covid-19 dapat menyebar secara masif, apalagi didalam perkembangannya dengan varian terbaru yang sangat cepat menular.
Maka salah satu jalan untuk mengurangi resiko tersebut adalah, pengeluaran Narapidana melalui kebijakan Asimilasi di rumah perlu dilakukan sebagai manifestasi, upaya pemerintah dalam penanganan permasalahan tersebut.
Hak integrasi merupakan hak narapidana mendapatkan program pembinaan untuk mengintegrasikan narapidana dan anak ke dalam kehidupan masyarakat setelah memenuhi persyaratan yang telah ditentukan.
Hak integrasi merupakan salah satu hak yang telah diatur oleh Undang-Undang Pemasyarakatan.
Hak integrasi berupa pemberian pembebasan bersyarat, cuti menjelang bebas, dan cuti bersyarat.
Hal tersebut sudah diatur daam perautan dan tertuang dalam Permenkumham No. 3 Tahun 2018. Dan telah terbarui dengan Permenkumham No. 24 Tahun 2021 yang disahkan pada awal Juli lalu.
Permenkumham tersebut tidak hanya berkaitan dengan perpanjangan asimilasi di rumah, namun juga terkait dengan perubahan rujukan regulasi terbaru dan perluasan jangkauan penerima hak integrasi dan asimilasi di rumah.
Adapun perubahan dilakukan pada Pasal 11 ayat (3) huruf d terkait narapidana penerima asimilasi dan Pasal 45 terkait perluasan jangkauan penerima asimilasi, PB, CMB, dan CB bagi narapidana anak yang semula berlaku pada narapidana yang 2/3 masa pidananya dan Anak yang 1/2 masa pidananya sampai dengan 30 Juni 2021, kini diperpanjang sampai dengan 31 Desember 2021.
Dewasa ini, sudut pandang masyarakat awam kebijakan Asimilasi di rumah dan Re Integrasi tersebut dilihat hanyalah kebijakan pengeluaran Narapidana secara implisit dan malah dianggap meresahkan.
Kebijakan tersebut dianggap sebagian kalangan dapat meningkatkan angka kriminalitas karena tidak adanya jaminan dari pemerintah bahwa mereka yang diberikan hak integrasi dan asimilasi tidak akan mengulangi kejahatannya, mengingat kehidupan masyarakat di tengah pandemi ini semakin sulit.
Padahal, Sistem pembinaan bagi narapidana bertujuan untuk mencapai reintegrasi sosial atau pulihnya kesatuan antara warga binaan dan masyarakat.
Sistem pemasyarakatan adalah suatu tatanan mengenai arah dan batas serta cara pembinaan warga binaan pemasyarakatan berdasarkan Pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara pembina, yang dibina, dan masyarakat untuk meningkatkan kualitas warga binaan pemasyarakatan agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab.
Ketika kebijakan ini diperbaharui dan Narapidana ataupun anak terus dibebaskan melalalui program Asimilasi ataupun Re Integarasi, pertanyaan yang selalu muncul di benak semua orang adalah siapa yang akan bertanggung jawab mengawasi dan membimbing mereka agar tidak mengulangi tindak kriminalnya kembali?
Pembimbingan dan Pengawasan, dialkukan oleh Pembimbing Kemasyarakatan pada Balai Pemasyaakatan yang memang salah satunya memiliki tugas pembimbingan dan pengawasan dan dilakukan kepada Narapidana yang mendapatkan Program Integrasi berupa Pembebasan Bersyarat, Cuti Bersyarat dan Cuti Menjelang Bebas serta Program Asimilasi di rumah.
Pembimbingan dan pengawasan di lakukan secara daring melalui videocall sebulan sekali untuk narapidana yang mendapatkan program integrasi, dan seminggu sekali untuk narapidana yang mendapatkan program Asimilasi rumah.
Pembimbing Kemasyarakatan di tuntut untuk membuat program dengan menentukan strategi dan metode yang dugunakan untuk pembimbingan dan pengawasan, kemudian melakukan observasi serta koordinasi dengan pihak-pihak terkait seperti Kepolisian, TNI, Kejaksaan dan pemerintah daerah untuk membatu pengawasan bagi narapidana yang menjalani integrasi maupun asimilasi rumah.
Bagi narapidana yang melanggar, ketentuan integrasi maupun Asimilasi rumah akan memberi tindakan, berupa peningkatan program bimbingan/pengawasan untuk pelanggaran ringan dan akan di lakukan pencabutan program integrasi/asimilasi rumah bagi yang melakukan pelanggaran berat.
Namun pada hakikatnya semua elemen masyarakat maupun stakeholder yang berkepentingan akan hal itu harus bersinergi.
Harapan tertuju kepada masyarakat agar mendukung program pemerintah terlebih kebijakan yang sedang dilakukan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM dalam pemberian asimilasi dan hak integrasi bagi narapidana dan anak ini dan dapat menerima mereka yang pernah tersesat agar kembali lagi menjadi manusia yang seutuhnya yang dapat berintegrasi menjadi bagian dari masyarakat dimana mereka tinggal.
Karena pada dasarnya, masyarakat adalah tempat menjadi masyarakat seutuhnya berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.