Tak Boleh Usir Anak Kecil dari Shaf Pertama Sholat Berjamaah, Ini Kata Buya Yahya, Perhatikan 4 Hal

Terkait hukum anak kecil di shaf pertama, Buya Yahya memberikan jawaban khusus, bahwa ada tiga hal yang patut diperhatikan,

Editor: Hendra Kusuma
HO/SRIPOKU.COM/IST
Sholat Berjamaah: Hukum anak kecil di shaf pertama Sholat Berjamaah 

Sebab terkait dengan status anak 7 tahun sebagai mana Sabd Nabi Muhammad SAW:

Dari Abdullah bin Amr bin Ash radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

"Perintahkan anak kalian untuk shalat ketika mereka sudah berusia 7 tahun. Dan pukul mereka (paksa) untuk shalat, ketika mereka berusia 10 tahun.” (HR. Abu Daud 495 dan dishahihkan al-Albani).

Lalu dari Amr bin Salamah radhiyallahu ‘anhuma, beliau menceritakan;

"Kami tinggal di kampung yang dilewati para sahabat ketika mereka hendak bertemu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di Madinah. Sepulang mereka dari Madinah, mereka melewati kampung kami. Mereka mengabarkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda demikian dan demikian. Ketika itu, saya adalah seorang anak yang cepat menghafal, sehingga aku bisa menghafal banyak ayat Al-Quran dari para sahabat yang lewat. Sampai akhirnya, ayahku datang menghadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama masyarakatnya, dan beliau mengajari mereka tata cara shalat."

"Beliau bersabda, “Yang menjadi imam adalah yang paling banyak hafalan qurannya.” Sementara Aku (Amr bin Salamah) adalah orang yang paling banyak hafalannya, karena aku sering menghafal. Sehingga mereka menyuruhku untuk menjadi imam. Akupun mengimami mereka dengan memakai pakaian kecil milikku yang berwarna kuning…, aku mengimami mereka ketika aku berusia 7 tahun atau 8 tahun.” (HR. Bukhari 4302 dan Abu Daud 585).

Dalam sebuah riwayat seperti dikutif dari (HR. Bukhari 4302 dan Abu Daud 585) itu, disebutkan jika saat itu suia Amr Bin Salamah ketika menjadi imam berusia sekitar 7 tahun ke atas.

Sementara para makmumnya adalah orang-orang dewasa.

Begitu juga dalam HR. Shahih Al Bukhori: V/1564 disebukan bagaimana pada khalifah kala itu, sudah memberikan hak kepada Amru Bin Salamah, yang masih kecil berusia 7 tahun lebih untuk menjadi imam.

Sebab, dia adalah seorang qari kecil, paling banyak hafalannya, Sholatnya sudah baik dan benar dan wudhunya sudah sah. Meski 7 tahun ke atas, tetapi dia bisa menjadi imam sholat yang makmumnya orang dewasa.

Kesimpulannya, jika anak sudah 7 tahun itu dengan memenuhi minimal dua dari tiga syarat yakni:

1. Sudah dikhitan atau disunat
2. Sudah benar sholat dan wudhunya
3. Memiliki banyak hafalan melebihi atau minimal menyamai orang dewasa.

Syarat nomor 1 dan 2 sudah terpenuhi, maka dia berada di shaf depan dan tidak akan memutus shaf dalam Sholat, lebih baik jika memenuhi tiga syarat di atas.

==

Catatan Tentang Shaf Selama Pandemi

Hal ini juga diperkuat dengan pendapat Al-Allama Al-Albani mengklasifikasikan hadist tentang shaf dalam Sholat berjamaah bawha:

Hadist tersebut sebagai hadist shahih, dalam hadits ini perintah untuk mengatur shaf shalat, meluruskannya, dan menyambungkannya, dan memperingatkan agar tidak memutusnya.

Sementara itu terkait pandemi, di mana harus prokes atau jaga jarak, apakah sholat berjamaahnya memenuhi syarat, berdasarkan dalil ini maka para ulama sepakat bahwa shaf harus tersambung dan mudhobit.

Namun terjadi perbedaan ulama MUI, ketika hukum shaf makmum terhalang oleh pembatas atau hijab dan makmum di luar masjid.

Terutama karena ada kondisi yang darurat karena masjid penuh. Apakah sah shalat berjamaahnya atau tidak?

Sementara di masa pandemi apakah tetap sah, syarat bejamaah terpenuhi? Fatwa MUI juga memberika dua pendapat, jika model Shafnya jaga jarak karena Covid-19 ada yang menganggap sah ada yang tidak, maka para jamaah bisa memilih salah satunya karena dianggap darurat.

Hal ini dijelaskan dalam Fatawa MUI yakni pada poin ke-4.

"Dalam hal masjid dan tempat lain masih tidak menampung jamaah shalat Jum'at dan/atau tidak ada tempat lain untuk pelaksanaan shalat Jum'at, maka Sidang Komisi Fatwa MUI berbeda pendapat terhadap jamaah yang belum dapat melaksanakan shalat Jum'at sebagai berikut:

Pendapat pertama, jamaah boleh menyelenggarakan Shalat Jum'at di masjid atau tempat lain yang telah melaksanakan shalat jum'at dengan model shift, dan pelaksanaan shalat Jum'at dengan model shift hukumnya sah.

Pendapat Kedua, jamaah melaksanakan shalat zuhur, baik secara sendiri maupun berjamaah, dan pelaksanaan shalat Jum'at dengan model shift hukumnya tidak sah.

Terhadap perbedaan pendapat di atas (point a dan b), dalam pelaksanaannya jamaah dapat memilih salah satu di antara dua pendapat dengan mempertimbangkan keadaan dan kemaslahatan di wilayah masing-masing.

Tetapi jika kemudian di hari biasa dan tidak ada pandemi atau dururat, maka sholatnya dianggap makrudh, sebagaimana di jelas oleh Muhammad 'Abd al-Ra'uf al-Munawi, bahwa hukumnya makruh.

Maka kembali kepada status anak kecil yang belum tamyiz dan memutus shaf, maka hukum berjamaahnya makruh, sholatnya tetap sah, mendapatkan pahala berjamaah.

Dalam fatwa Para ulama lembaga fatwa Saudi Arabia mengeluarkan sebuah fatwa:

يكره الوقوف بين السواري إذا قطعن الصفوف، إلا في حالة ضيق المسجد وكثرة المصلين

“Makruh hukumnya berdiri diantara tiang – tiang masjid jika menyebabkan terputusnya shaf, kecuali apabila mesjidnya sempit, dan orang yang melakukan sholat banyak.”
(Fatawa lajnah daimah : 5/295, kitab Fatawa al lajnah ad daimah al buhusi al ilmiyah wa al ifta)

Demikian status anak kecil dalam shaf pertama, maka dapat disimpulkan, tentang 4 syarat mutlak yang harus terpenuhi, yakni berusia 7 tahun, bisa berwudhu dan sholat dengan benar, dan bacaan paling baik atau menyamai orang dewasa lainnya.

Sumber: Sriwijaya Post
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved