Tak Boleh Usir Anak Kecil dari Shaf Pertama Sholat Berjamaah, Ini Kata Buya Yahya, Perhatikan 4 Hal
Terkait hukum anak kecil di shaf pertama, Buya Yahya memberikan jawaban khusus, bahwa ada tiga hal yang patut diperhatikan,
SRIPOKU.COM, PALEMBANG-Status anak kecil di shaf pertama dalam Sholat Berjamaah kerap menjadi perdebatan, sehingga dalam beberapa moment pernah melihat orang dewasa mengusir anak kecil agar pindah ke belakang, karena dianggap akan memutus shaf sholat berjamaah.
Terkait hukum anak kecil di shaf pertama, Buya Yahya memberikan jawaban khusus, bahwa ada tiga hal yang patut diperhatikan, sah atau tidaknya anak kecil berada di shaf pertama, apakah statusnya boleh atau justru akan memutus shaf jamaah.
Sebab memutus shaf adalah perbuatan sia-sia dan tidak diperkenankan Nabi Muhammad. Misalnya, karena ada benda seperti tas, tiang atau lainnya, termasuk jika ada kecil yang tamyiz, maka dianggap mengurangi syarat Sholat Berjamaah.
Hal ini dijelaskan dalam Hadist Nabi Muhammad SAW sebagai berikut:
Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Siapa yang menyambung shaf, Allah akan menyambungnya dan siapa yang memutus shaf, Allah Ta’ala akan memutusnya. (HR. Nasai 827 dan dishahihkan al-Albani)
Kemudian dijelaskan Muhammad 'Abd al-Ra'uf al-Munawi, ahli dalam kajian hadist mengatakan, sebagai berikut:
Jangan lupa Like fanspage Facebook Sriwijaya Post di bawah ini:

"Siapa yang memutus shaf, bentuknya adalah ada orang yang keluar dari shaf tanpa kebutuhan, atau dia masuk shaf sementara dia biarkan ada celah antara dia dengan orang yang ada di sebelahnya, tanpa ada kebutuhan. Maka Allah akan memutusnya, artinya, Allah akan menjauhkan dirinya dari pahala dan tambahan rahmatnya. Karena balasan sejenis dengan amal. (Faidhul Qadir, 2/96)
Dari penjelasan di atas, apakah anak kecil bisa memutus shaf, sehingga tidak boleh berada di shaf pertama Sholat Berjamaah?
Buya Yahya dalam Al Bahja TV YouTube Channel menjelaskan, tentang status anak kecil di shaf pertama harus memperhatikan 4 hal penting.
1. Siapa yang datang pertama
Siapapun jamaah yang datang pertama atau lebih awal berhak berada di shaf pertama termasuk anak-anak.
"Masjid itu yang paling berhak adalah, siapa pun yang datang adalah yang pertama bisa mengisi shaf pertama, biar pun presiden, jika terlambat datang, maka hak adalah di belakang," kata Buya Yahya.
Artinya termasuk anak-anak yang sudah tamyiz berhak mengisi shaf pertama.
2. Sudah tamyiz
Seorang anak-anak atau anak kecil yang sudah tamyiz dan dia sudah bisa menjalankan dengan benar sholatnya.
Jangan lupa subscribe, like dan share channel Youtube Sripokutv di bawah ini:
"Kalau dia ternyata memenuhi shaf yang pertama dan sudah tamyiz, perlu dicatat sudah tamyiz, itu adalah haknya dia, tidak boleh kita pindah begitu saja," ujarnya.
3. Boleh di shaf pertama tetapi tidak di belakang imam
Buya Yahya pun menjelaskan bahwa anak kecil yang memenuhi syarat pertama dan kedua boleh berada di shaf depan, tetapi tidak di belakang imam.
"Hal ini disebutkan dalam Hadist Nabi SAW: Hendaknya yang berilmu dan pandai di antara kalian berdiri di belaakngku. Kemudian orang-oang di baah kemampuan mereka," (HR Tirmidzi)" kata Buya Yahya.
"Kemudian dalam hadist lain Hendaknya (yang) berada di dekatku (di belakangku) dari kalian adalah orang yang berakal dan berilmu. Kemudian diikuti orang-orang berikutnya (tiga kali). Dan jauhilah (suara) keributan pasar-pasar". (HR Muslim, no. 255)," ujarnya.
Maka Buya Yahya menjelaskan pula maksud hadist di atas, tentunya berkaitan dengan maksud status anak kecil di shaf pertama Sholat Berjamaah, bahwa, belakang imam adalah orang-orang yang sudah dewasa, berilmu dan sudah baligh, dan yang mempunyai pemahaman, kemudian begitu seterusnya dan lanjutannya.
"Hadist tersebut mengisyaratkan pentingnya orang yang berada di belakang imam di shaf pertama. Maka itu, jika seorang anak kecil yang belum tamyiz berada di belakang imam itulah yang diminta bergesar ke belakang atau ke samping," kata Buya Yahya.
Jangan lupa juga subscribe, like dan share channel Instagram Sriwijayapost di bawah ini:
Ia mengatakan; "Ingat di belakang imam saja, karena apa?, kalau ada imamnya salah, maka dia yang membetulkan, kalau imamnya batal, maka dia menjadi kholifah atau penggantinya," ujar Buya Yahya.
Sebab menurut Buya Yahya, Kalau anak kecil di belakang imam, tiba-tiba imamnya berhalangan, maka akan ribut, dan bisa bubar,"
"Tetapi jika anak kecil ini sudah tamyiz dan sudah sholat dengan benar, berada di shaf depan, tetapi tidak di belakang imam, ya ngak apa-apa, jangan dipindahkan ke belakang, dia sudah ngerti sudah tamyiz dan sholatnya benar, juga berwudhunya juga sudah benar," jelasnya.
Jangan Dikumpulkan Jadi Satu Sesama Anak Kecil
Menurut Buya Yahya boleh anak-anak dikumpulkan di belakang, tetapi tetap ada orang dewasa yang mengawasi dan menertibkan ketika berjamaah di Masjid atau Mushollah.
"Kalau mereka di belakang, dibiarkan sendiri, yang ada dikumpulkan sama anak-anak kecil, ya maka akan kayak kereta nanti, jadi ndak akan bisa khusyu," katanya.
"Jadi anak-anak yang sudah tamyiz boleh di shaf depan atau pertama, tetapi ingat, persis di belakang imam, berdasarkan petunjuk nabi, adalah orang yang bagus akhlaq, orang berilmu, orang yang sudah baligh, sudah dewasa, dan punya wawasan tentang sholat,"
"Sebab dia bisa dan negur imam kalau sholat, kalau bacaannya kurang benar, dia bisa betulkan, kalau imamnya salah sholatnya," ujarnya.
Jangan lupa subscribe, like dan share channel TikTok Sriwijayapost di bawah ini:
"Bahkan kalau imamnya batal, maka dia bisa menggantikan imam menjadi kholifah, jadi kalau ada anak kecil di shaf depan, ngak apa-apa," jelasnya.
Istilah Tamyiz
Ustaz Abdul Somad menjelaskan, adapun Penjelasan secara rinci, status anak tamyiz yang dimaksud adalah anak yang sudah usia 7 tahun ke atas, dalam artian anak yang sudah benar sholatnya, banyak hafalannya dan mengerti semua tentang tata cara sholat, syarat sah sholat dan mengerti hukum.
"Atau paling tidak anak ini sudah bisa sholat dengan benar dan sah, dalam artian dari wudhunya sudah benar, sholatnya sudah paham, mulai dari gerakan hingga bacaannya, maka dia boleh berada di shaf depan," kata Ustaz Abdul Somad.
UAS mengatakan, dalam Kitab Fatwa Al Azhar menyebutkan bahwa, anak kecil boleh berada di shaf depan adalah anak yang sudah tamyiz dan tidaktidak memutus shaf yakni,
"Pertama sudah di khitan, karena jika belum dipotong maka ada najis maka wudhunya pun belum sah, kedua wudhu dan sholat anak tersebut sudah sempurna, artinya sudah memenuhi dua syarat, tapi rata-rata di Indonesia anak usia 7 tahun belum dikhitan, berbeda dengan di Arab Saudi dikhitan sejak kecil," ujar Ustaz Abdul Somad.
"Maka solusi jalan keluar adalah anak-anak dikumpulkan di dalam satu shaf, khusus, tetapi disarankan ada orang dewasa di tengah mereka untuk mengawal agar mereka tidak bikin ribut dan lainnya," ujarnya.
"Maka dibuat solusi, anak-anak dibuatkan shaf khusus, tetapi ada baiknya ada orang dewasa di antara mereka agar khusyu dan sholat,"

Update 21 Juli 2021. (https://covid19.go.id/)
"Intinya anak di shaf pertama itu, usia 7 tahun, sudah bisa sholat dengan benar dan wudhunya shah,"
Sebab terkait dengan status anak 7 tahun sebagai mana Sabd Nabi Muhammad SAW:
Dari Abdullah bin Amr bin Ash radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
"Perintahkan anak kalian untuk shalat ketika mereka sudah berusia 7 tahun. Dan pukul mereka (paksa) untuk shalat, ketika mereka berusia 10 tahun.” (HR. Abu Daud 495 dan dishahihkan al-Albani).
Lalu dari Amr bin Salamah radhiyallahu ‘anhuma, beliau menceritakan;
"Kami tinggal di kampung yang dilewati para sahabat ketika mereka hendak bertemu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di Madinah. Sepulang mereka dari Madinah, mereka melewati kampung kami. Mereka mengabarkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda demikian dan demikian. Ketika itu, saya adalah seorang anak yang cepat menghafal, sehingga aku bisa menghafal banyak ayat Al-Quran dari para sahabat yang lewat. Sampai akhirnya, ayahku datang menghadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama masyarakatnya, dan beliau mengajari mereka tata cara shalat."
"Beliau bersabda, “Yang menjadi imam adalah yang paling banyak hafalan qurannya.” Sementara Aku (Amr bin Salamah) adalah orang yang paling banyak hafalannya, karena aku sering menghafal. Sehingga mereka menyuruhku untuk menjadi imam. Akupun mengimami mereka dengan memakai pakaian kecil milikku yang berwarna kuning…, aku mengimami mereka ketika aku berusia 7 tahun atau 8 tahun.” (HR. Bukhari 4302 dan Abu Daud 585).
Dalam sebuah riwayat seperti dikutif dari (HR. Bukhari 4302 dan Abu Daud 585) itu, disebutkan jika saat itu suia Amr Bin Salamah ketika menjadi imam berusia sekitar 7 tahun ke atas.
Sementara para makmumnya adalah orang-orang dewasa.
Begitu juga dalam HR. Shahih Al Bukhori: V/1564 disebukan bagaimana pada khalifah kala itu, sudah memberikan hak kepada Amru Bin Salamah, yang masih kecil berusia 7 tahun lebih untuk menjadi imam.
Sebab, dia adalah seorang qari kecil, paling banyak hafalannya, Sholatnya sudah baik dan benar dan wudhunya sudah sah. Meski 7 tahun ke atas, tetapi dia bisa menjadi imam sholat yang makmumnya orang dewasa.
Kesimpulannya, jika anak sudah 7 tahun itu dengan memenuhi minimal dua dari tiga syarat yakni:
1. Sudah dikhitan atau disunat
2. Sudah benar sholat dan wudhunya
3. Memiliki banyak hafalan melebihi atau minimal menyamai orang dewasa.
Syarat nomor 1 dan 2 sudah terpenuhi, maka dia berada di shaf depan dan tidak akan memutus shaf dalam Sholat, lebih baik jika memenuhi tiga syarat di atas.
==
Catatan Tentang Shaf Selama Pandemi
Hal ini juga diperkuat dengan pendapat Al-Allama Al-Albani mengklasifikasikan hadist tentang shaf dalam Sholat berjamaah bawha:
Hadist tersebut sebagai hadist shahih, dalam hadits ini perintah untuk mengatur shaf shalat, meluruskannya, dan menyambungkannya, dan memperingatkan agar tidak memutusnya.
Sementara itu terkait pandemi, di mana harus prokes atau jaga jarak, apakah sholat berjamaahnya memenuhi syarat, berdasarkan dalil ini maka para ulama sepakat bahwa shaf harus tersambung dan mudhobit.
Namun terjadi perbedaan ulama MUI, ketika hukum shaf makmum terhalang oleh pembatas atau hijab dan makmum di luar masjid.
Terutama karena ada kondisi yang darurat karena masjid penuh. Apakah sah shalat berjamaahnya atau tidak?
Sementara di masa pandemi apakah tetap sah, syarat bejamaah terpenuhi? Fatwa MUI juga memberika dua pendapat, jika model Shafnya jaga jarak karena Covid-19 ada yang menganggap sah ada yang tidak, maka para jamaah bisa memilih salah satunya karena dianggap darurat.
Hal ini dijelaskan dalam Fatawa MUI yakni pada poin ke-4.
"Dalam hal masjid dan tempat lain masih tidak menampung jamaah shalat Jum'at dan/atau tidak ada tempat lain untuk pelaksanaan shalat Jum'at, maka Sidang Komisi Fatwa MUI berbeda pendapat terhadap jamaah yang belum dapat melaksanakan shalat Jum'at sebagai berikut:
Pendapat pertama, jamaah boleh menyelenggarakan Shalat Jum'at di masjid atau tempat lain yang telah melaksanakan shalat jum'at dengan model shift, dan pelaksanaan shalat Jum'at dengan model shift hukumnya sah.
Pendapat Kedua, jamaah melaksanakan shalat zuhur, baik secara sendiri maupun berjamaah, dan pelaksanaan shalat Jum'at dengan model shift hukumnya tidak sah.
Terhadap perbedaan pendapat di atas (point a dan b), dalam pelaksanaannya jamaah dapat memilih salah satu di antara dua pendapat dengan mempertimbangkan keadaan dan kemaslahatan di wilayah masing-masing.
Tetapi jika kemudian di hari biasa dan tidak ada pandemi atau dururat, maka sholatnya dianggap makrudh, sebagaimana di jelas oleh Muhammad 'Abd al-Ra'uf al-Munawi, bahwa hukumnya makruh.
Maka kembali kepada status anak kecil yang belum tamyiz dan memutus shaf, maka hukum berjamaahnya makruh, sholatnya tetap sah, mendapatkan pahala berjamaah.
Dalam fatwa Para ulama lembaga fatwa Saudi Arabia mengeluarkan sebuah fatwa:
يكره الوقوف بين السواري إذا قطعن الصفوف، إلا في حالة ضيق المسجد وكثرة المصلين
“Makruh hukumnya berdiri diantara tiang – tiang masjid jika menyebabkan terputusnya shaf, kecuali apabila mesjidnya sempit, dan orang yang melakukan sholat banyak.”
(Fatawa lajnah daimah : 5/295, kitab Fatawa al lajnah ad daimah al buhusi al ilmiyah wa al ifta)
Demikian status anak kecil dalam shaf pertama, maka dapat disimpulkan, tentang 4 syarat mutlak yang harus terpenuhi, yakni berusia 7 tahun, bisa berwudhu dan sholat dengan benar, dan bacaan paling baik atau menyamai orang dewasa lainnya.