Formalin, Pembunuh Berdarah Dingin Dalam Kehidupan Sehari-hari

Berita temuan penggunaan formalin sebagai pengawet makanan beberapa waktu terakhir banyak me­ng­hiasi media cetak, online dan media visual.

Editor: Salman Rasyidin
zoom-inlihat foto Formalin, Pembunuh Berdarah Dingin Dalam Kehidupan Sehari-hari
ist
Dr. drh. Jafrizal, MM

Oleh : Dr. drh. Jafrizal, MM

Medik Veteriner Madya, Ketua PDHI Sumsel

Berita temuan penggunaan formalin sebagai pengawet makanan beberapa waktu terakhir banyak me­ng­hiasi media cetak, online dan media visual.

Tidak tanggung-tanggung distributor ikan giling 8,3 ton yang digunakan untuk bahan baku pembuatan makanan kesukaan masyakat Sumsel (red: pem­­pek, model) diawetkan dengan menggunakan formalin.

Lebih mengherankan lagi temuan di pasar modern yang dilakukan oleh Wakil Walikota Pa­lem­ba­ng dengan tim dari BPOM beberapa waktu lalu menemukan bahan makanan kolang ka­li­ng, re­bung, kismis dan bunga sedap malam yang tidak luput dari kandungan formalin.

Kasus lain, pada bulan April 2021 lalu, dinas Kesehatan Tangerang menemukan adanya formalin pada usus ayam yang dijual di Pasar Anyar Tangerang.

Hal ini juga tidak menutup kemungkinan akan terjadi di Ko­ta Palembang.

Ironisnya formalin sebagai bahan di bidang industri pupuk, parfum, kosmetika, kayu, kaca insek­ti­sida, desinfektan pada laboratorium dan peternakan untuk membunuh kuman, digunakan se­ba­gai pengawet makanan.

Sementara masyarakat tidak mengetahui makanan yang dibeli itu me­ng­an­dung formalin.

Formalin bila dikonsumsi akan membahayakan kesehatan.

Menurut Badan Pe­nelitian Kanker Internasional bahwa formalin telah diklasifikasikan sebagai zat pemicu kanker ma­­nu­sia golongan pertama.

Kajian yang secara epidemiologis juga menemukan peningkatan jumlah karsinoma nasofaring dan leukemia pada manusia yang terhirup formalin

Berdasarkan standar Otoritas Keamanan Pa­ngan Eropa (EFSA), batas maksimum formalin yang diperbolehkan dikonsumsi dalam makanan a­dalah100 ppm (part per million)yaitu 100 mg/kg makanan per orang per hari.

Jika dikonsumsi pa­da konsentrasi yang lebih tinggi dari batas tersebut, formalin dapat menyebabkan kerusakan pa­da saluran pencernaan, ginjal, hati dan paru-paru, bahkan dapat menyebabkan kanker.

Ketahui Tanda Makanan Berformalin

Ada beberapa tanda bila makanan dan buah-buahan telah ditambahi formalin non-alami.

Secara alamiah buah-buahan segar biasanya dikelilingi oleh banyak serangga pecinta buah, tapi buah-bu­­ahan yang telah dicelup/disemprot formalin akan bebas dari lalat, lebah, semut atau serangga pe­cinta buah lainnya.

Buah yang dicelupkan ke dalam larutan formalin terasa keras saat disentuh.

Warna kulit buah menjadi kusam dan tidak akan berubah seiring waktu.

Begitu juga dengan da­gi­ng, teksturnya akan lebih keras dan tidak dikeremuni oleh lalat satupun. 

Ikan yang terkon­ta­mi­na­si formalin, teksturnya kaku, sisik keras, insang merah, mata jernih, dan tidak memiliki ‘bau a­mis’ sehingga bebas dari lalat yang terbang di sekitarnya.

Penguatan Lembaga Otoritas di Daerah

Secara khusus di sektor pertanian, ada dua otoritas yang akan menjadi unjung tobak terkait pa­ng­an adalah Otoritas Veteriner (Otovet) dan Otoritas Kompeten Keamanan Pangan Pusat (OKKP).

Otoritas Veteriner akan mengawasi produk pangan asal hewan dan OKKP akan meng­a­wasi keamanan pangan asal tumbuhan.

Lembaga ini belum semua daerah menganggap penting sehingga sampai sekarang tidak banyak daerah yang membentuknya.

Otovet merupakan amanat Undang-Undang Nomor 18 tahun 2008 dan Peraturan Pemerintah No­mor 3 Tahun 2017.

Peraturan turunan yang mengatur secara rinci terdapat dalam Peraturan Men­teri Pertanian Nomor 08 Tahun 2019 tentang Otoritas Veteriner dan Dokter Hewan Berwenang yang memiliki salah satu fungsinya pengawasan keamanan pangan asal hewan.

Begitu juga dengan OKKP merupakan amanat dari Peraturan Menteri Pertanian Nomor 20/Per­men­tan/ OT.140/2/2010 Pasal 23 ayat (1) dinyatakan bahwa untuk pengawasan sistem jaminan mu­tu dan keamanan pangan diluar tempat pemasukan atau pengeluaran dilaksanakan oleh OKKP.

OKKP adalah unit kerja di Kementerian Pertanian atau Pemerintah Daerah yang sesuai tu­gas dan fungsinya diberikan kewenangan untuk melaksanakan pengawasan produk pangan dan penerapan sistem jaminan mutu dan keamanan pangan hasil pertanian.

Yang jadi persoalan sekarang otoritas yang menangani urusan kesehatan produk ikan.

Adakah otoritas atau Unit Pelaksana Teknis yang menangani ini?

Solusi dan saran

Solusi agar tidak terjadi penyalahgunaan formalin ini harus dilakukan secara komprehensif, ber­ke­sinambungan.

Konsisten melalui pendekatan dua arah yaitu sisi pasokan (supply side) dan si­si permintaan (demand side).

Pertama, pada sisi pasokan formalin harus dilakukan pengu­ra­ng­an (supply reduction) melalui pemutusan mata rantai pasokan dan pengaturan tata niaga serta kontrol yang ketat.

Karena sisi pasokan merupakan kewenangan dari Kementerian Industri yang mengatur tata niaga/perizinan importer tentu menjadi tanggung jawab dinas Perindustrian di pro­vinsi dan kota/kabupaten mengatur perizinan distributor dan pedagang ecerannya.

Formalin mes­ti­nya hanya boleh dijual oleh sarana yang memiliki izin khusus kepada "end user" sesuai perun­tuk­annya dan dilarang untuk pengawet makanan.

Kedua, pada sisi permintaan, perlu dilakukan peningkatan kesadaran dan kepedulian pelaku u­saha/produsen dan masyarakat melalui edukasi.

Informasi dan komunikasi secara efektif se­hing­ga semua pihak mengetahui bahwa penggunaan formalin sebagai pengawet makanan memba­ha­yakan kesehatan dan keselamatan masyarakat.

Ketidaktahuan masyarakat yang menyebabkan ma­syarakat seperti masa bodoh.

Kondisi ini bila dibiarkan maka pemerintah akan menanggung biaya kesehatan yanga terus akan meningkat akibat penyakit yang diderita akibat konsumsi for­malin yang tidak terkontrol.

Ketiga, pembinaan semua rantai pasokan usaha/pelaku usaha/ industri kecil/industri rumah tang­ga/nelayan/peternak di bidang pangan dalam rangka pemberian sertifikat/keterangan makanan be­bas formalin.

Sertifikat/keterangan makanan bebas formalin ini akan dikeluarkan oleh peme­rin­tah Kabupaten/Kota setelah dilakukan pemeriksaan secara cermat bahwa yang bersangkutan me­mang tidak menggunakan formalin dalam makanan.

Pembinaan ini tentu saja harus melibatkan pe­laku, penyuluh lapangan, tenaga teknis dan otoritas kesehatan hewan dan keamanan pangan dan mutu Dinas Perindustrian, Dinas Pertanian, Dinas Ketahanan Pangan, Dinas Perikanan dan BPOM.

Dari berbagai instansi tersebut dibentuk Satgas Pangan yang bukan saja dalam rangka pe­ngendalian harga bahan pokok akan tetapi juga mengawasi keamanan pangan.

Keempat, melakukan pembinaan dan peringatan serta tindakan pro-justisia dengan mengajukan tersangka ke pengadilan.

Mengajukan tersangka ke pengadilan sampai pada keputusan hukum tetap akan memberikan pelajaran bagi terdakwa sendiri maupun bagi pelaku usaha lain agar berfikir ulang untuk menggunakan formalin dalam bahan makanan.

Kelima, demi keselamatan masyarakat luas, maka Pemerintah Daerah seyogyanya mem-break­down UU No 18 tahun 2012 tentang Pangan ke dalam Peraturan Daerah yang lebih terinci agar da­­­pat dijadikan pedoman bagi pelaku-pelaku usaha dalam menjalankan usahanya.

Dalam aturan ter­sebut juga harus memuat peran pemerintah dalam rangka pembinaan.

Peran tersebut bukan sa­ja pada dinas tententu akan tetapi lebih luas lagi lintas sektoral sehingga benar-benar bias di­te­rap­kan di lapangan.

Dalam peraturan tersebut juga harus mengatur tentang masalah izin pere­dar­an dari formalin di daerah sehinga penjualan formalin menjadi tepat dan tidak disalah gunakan.

Sumber:
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved