Wawancara Eksklusif

Bincang-bincang Capres 2024 Ridwan Kamil (1): Tak Ada Modal tapi Tetap Ikhtiar

Untuk menjadi Presiden itu syaratnya ada tiga yakni elektabilitas, dana yang besar dan juga dukungan dari partai.

Penulis: Odi Aria Saputra | Editor: Soegeng Haryadi
SRIPO/ODI ARIA SAPUTRA
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil berbincang dengan Kepala Newsroom Sripo - Tribun Sumsel Weny Ramdiastuti mengenai pencalonan Ridwan Kamil sebagai bakal calon presiden 2024. 

Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil belakangan santer dikabarkan bakal maju di Pilpres 2024. Pria yang akrab disapa Kang Emil ini mengaku sudah melewati tahapan pantas untuk menjadi orang nomor satu di Indonesia. Ia telah melalui fase sebagai Walikota dan saat ini sebagai gubernur. Apakah benar Kang Emil bakal maju di Pilpres? Simak perbincangannya dengan Kepala Newsroom Sripo-Tribun Sumsel Weny Ramdiastuti dalam program Walk The Talk With Weny.

==============

Ada kesamaan antara Anda dengan Bung Karno, dari seorang insinyur menjadi Presiden. Apakah Anda akan mengikuti jejak beliau?
Saya juga heran, makin kesini pertanyaan saya maju di Pilpres semakin kencang dan tidak hilang. Untuk menjadi Presiden itu syaratnya ada tiga yakni elektabilitas, dana yang besar dan juga dukungan dari partai.

Dari ketiga syarat itu apakah Anda sudah memenuhi?
Nah, dari tiga itu saya tidak punya dua terakhir yaitu modal besar dan dukungan partai. Tetapi kalau elektoral tentulah bisa diupayakan.

Lalu, upaya apa yang Anda lakukan untuk meningkatkan elektabilitas?
Elektoral ada hubungan dengan kerja, kalau kerja baik maka elektoral akan baik pula. Jadi sekarang polanya sederhana, tugas saya hanya kerja baik saja, membereskan janji politik sampai masa bakti sebagai Gubernur Jawa Barat berakhir.

Baca juga: Bincang-bincang Capres 2024 Ridwan Kamil (2-Habis): Saya Ingin Perbaiki Karakter Bangsa

Anda bilang tak mempunyai finansial dan partai, lantas bagaimana jika ada yang melamar atau mengusung Anda maju?
Masalah nanti tiba-tiba dilamar partai atau ada yang mendukung modal itu tidak bisa diprediksi. Kalau memang dua takdir ini terbuka finansial dan dukungan partai, ya saya bismillah.

Jika dua syarat finansial dan dukungan partai tak kunjung Anda dapatkan, apakah akan tetap maju?
Runut kepemimpinan sudah saya lewati fasenya. Tetapi kalau pintu-pintu itu belum terbuka saya tidak masalah. Karena kepemimpinan itu hakikatnya sama, mengurusi semua masalah dan kebermanfaatan untuk masyarakat.

Apa prinsip yang Anda pegang setiap kali menjadi pemimpin?
Dalam memimpin saya gunakan syariat islam ada tiga. Pertama, jadi pemimpin itu untuk ibadah.

Kedua, memimpin itu hanya sementara dan ketiga, jadi pemimpin itu harus jadi orang bermanfaat. Maka apapun judulnya, bagi saya semuanya sama saja.

Bagaimana perspektif Anda dalam berpolitik?
Saya punya dua nilai politik. Satu akal sehat dan politik tahu diri. Politik akal sehat ini kita berbicara apa adanya, baik dibilang baik kurang yang dibilang kurang.

Kedua politik tahu diri, seperti saya bilang tadi mau maju Pilpres nggak ada uang dan dukungan partai. Nah di 2024 ini saya politik tahu diri.

Dengan politik tahu diri ini apakah lantas membuat Anda enggan maju?
Saya ikthiar ada, tetapi saya menyerahkan semua perjodohan politik itu betul-betul kepada Qodarullah. Contoh, seperti Pak Wapres, apakah sebelumnya di survei atau branding. Tetapi pas jelang Pilpres ia digandeng Pak Jokowi.

Artinya di level nasional, politik matematis tidak bisa menjadi patokan?
Contoh Pak Maa'ruf Amin ini membuktikan, bahwa di level nasional hitungan-hitungan itu tidak matematis. Sebagai mahluk beragama, kita harus ikhtiar dan berserah diri. Itulah prinsip spiritual saya yang membuat saya happy-happy saja dalam memimpin.

Apa yang Anda lihat pada Indonesia pada usia 100 tahun mendatang di tahun 2045?
Tahun 2021 ini adalah tahun persimpangan, ada sebuah jalur yang keluar rel, nah kita harus kembalikan lagi ini ke semula.

Di 2045 Indonesia bisa menjadi negara adidaya, namun syaratnya berat.

Pertama, demokrasi harus damai, kedua ekonominya harus 5 persen itulah semuanya harus digital dan yang ketiga anak cucu kita harus jadi generasi kompetitif dan produktif.

Karena hanya Indonesia di tahun 2045, 70 persennya di dominasi anak muda. (oca)

Sumber: Sriwijaya Post
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved