Melirik Budidaya Jamur Tiram di Ogan Ilir, Berdayakan Masyarakat Desa, Bertahan di Tengah Pandemi

Di Ogan Ilir, budidaya jamur tiram yang masih eksis yakni di Dusun II Desa Payakabung, Kecamatan Indralaya Utara.

Editor: RM. Resha A.U
TRIBUNSUMSEL.COM/Agung
Eko Supandi menunjukkan jamur tiram siap panen di embung pembesaran. 

SRIPOKU.COM, INDRALAYA - Tak banyak usaha perekonomian yang bertahan di masa pandemi ini.

Kalaupun ada, usaha tersebut berjalan dengan napas tersengal-sengal agar terus produktif dan menghasilkan keuntungan.

Salah satu usaha yang kini tetap bertahan di masa Pandemi, yakni budidaya tanaman sayuran seperti jamur tiram.

Di Ogan Ilir, budidaya jamur tiram yang masih eksis yakni di Dusun II Desa Payakabung, Kecamatan Indralaya Utara.

Baca juga: Dilaporkan ke Polisi sebagai Pelakor, Lalu Dipecat sebagai TKS, Wanita Ini Somasi Kadinsos Ogan Ilir

Baca juga: ASN dan TKS Terlibat Perselingkuhan, Kepala Dinsos Ogan Ilir Tindak Tegas, tapi Disomasi Kuasa Hukum

Adalah Eko Supandi, pengusaha jamur tiram yang telah memproduksi sayuran dengan nama latin pleurotus ostreatus ini sejak empat tahun lalu.

"Awalnya saya belajar budidaya jamur tiram sejak 2014. Tapi mulai usaha budidaya jamur ini sejak 2017," kata Eko mengawali wawancara dengan wartawan, Minggu (28/2/2021).

Eko menuturkan, tahun pertama usaha hingga dimulainya pandemi Covid-19 pada Maret 2020, ia sanggup memproduksi 300 kilogram lebih jamur tiram perpekan atau rata-rata 50 kilogram perhari.

Namun sejak masa pandemi, produksi menurun hingga 50 persen.

Penurunan ini karena berkurangnya permintaan barang di pasaran, termasuk untuk jamur tiram.

"Biasanya sebelum pandemi, produksi 50 kilogram sehari, sekarang 25 kilogram. Biasanya rata-rata 300 kilogram perminggu, sekarang 150 kilogram," ungkap Eko.

Namun pria 42 tahun ini bersyukur karena usaha yang digelutinya ini masih berjalan.

Baca juga: SIAPA Ardani, Wakil Bupati Ogan Ilir Terpilih, Ternyata Asli Urang Diri, Miliki Kekayaan Rp 7,1 M

Baca juga: Tunggakan Listrik Mencapai Rp2,5 Miliar Hingga Terancam Diputus, Ini Respon Pemkab Ogan Ilir

Bahkan Eko melibatkan ibu-ibu di seputar tempat tinggalnya dalam budidaya jamur tiram ini.

"Kalau karyawan tetap ada satu orang. Selebihnya, dibantu ibu-ibu warga desa ini," ujar Eko.

Untuk membudidayakan jamur tiram ini, Eko menyiapkan media tanam berupa baglog yang merupakan bahan campuran serbuk kayu, kapur dan jagung yang dikomposkan selama tiga hari.

Setelah itu, media tanam berupa tabung dengan diameter 10 sentimeter dan panjang 30 sentimeter ini dimasukkan ke dalam ruangan sterilisasi dengan sistem uap.

Tahap selanjutnya yakni inokulasi atau pembibitan, lalu masuk ke ruang inkubasi.

"Di situ kita lihat, ada jamur yang tumbuh dan ada yang tidak. Yang bagus pertumbuhannya, masuk ke embung pembesaran," jelas Eko.

Baca juga: PLN Sebut Pemkab Ogan Ilir Menunggak Tagihan Listrik Hingga Rp2,5 Miliar: Satu-satunya di 3 Provinsi

Baca juga: Harapan Bupati Ogan Ilir Terpilih Panca Wijaya Akbar di Momen Ulang Tahun Sang Istri

Total, awal mula proses budidaya hingga masa panen memakan waktu 2,5 bulan hingga 3 bulan.

Menurut Eko, pada 4.330 baglog, rata-rata menghasilkan 10 kilogram jamur tiram.

Hasil panen jamur ini didistribusikan ke berbagai daerah di Ogan Ilir dan sekitarnya, termasuk juga di Pasar Induk Jakabaring, Palembang.

Mengenai harga jamur tiram, dipatok berbeda-beda sesuai sasaran distribusi.

"Kalau di Pasar Induk Jakabaring, kita patok Rp16 ribu, untuk wilayah Indralaya dan sekitarnya, Rp18 ribu di Indralaya. Untuk umum, harga kiloannya Rp 20 ribu," terang Eko.

Eko bersyukur hingga saat ini usahanya masih tetap berjalan di masa pandemi.

"Alhamdulilah, masih bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari. Usaha masih jalan terus," kata pria ramah ini. (Agung/TS)

Sumber: Tribun Sumsel
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved