Hakim Kena Sanksi
Langgar Disiplin, 97 Hakim Kenas Sanksi oleh Mahkamah Agung
Sebanyak 97 hakim dijatuhi sanksi disiplin, dan satu diantaranya dilarang menangani perkara selama dua tahun.
SRIPOKU.COM --- Mahkamah Agung menjatuhkan sanksi disiplin terhadap 97 hakim selama tahun 2020.
Sanksi disiplin itu bukan hanya terhadap hakim, tetap juga terhadap aparatur peradilan yang memperoleh sanksi dari MA dan Komisi Yudisial (KY). Diantaranya panitera, panitera muda, panitera pengganti, hingga juru sita.
Ketua MA Muhammad Syarifuddin mengatakan, total ada 162 hukuman disiplin yang dijatuhkan kepada hakim dan aparatur peradilan sepanjang tahun 2020.
Dikatakan, sepanjang 2020 Badan Pengawasan MA menerima 3.569 pengaduan. Dari jumlah itu, sebanyak 2.137 pengaduan telah selesai diproses. Sisanya sebanyak 1.432 masih dalam penanganan.
Baca juga: Profil Hakim yang Vonis Mati Bandar Sabu, Pegang Teguh The Bangalore Principles of Yudicial Conduct
Baca juga: JPU Kecewa Atas Putusan Hakim, Dituntut 2 Tahun 6 Bulan, Tapi Divonis 2 Bulan Ini Kasusnya?
Dari pangaduan yang telah diproses itu, MA kemudian menjatuhkan sanksi disiplin kepada para aparatur dan hakim yang terbukti bersalah.
”Untuk jumlah dan jenis hukuman disiplin yang dijatuhkan kepada hakim dan aparatur peradilan termasuk rekomendasi dari Komisi Yudisial dalam periode tahun 2020 adalah sebanyak 162 hukuman disiplin,” kata Syarifuddin saat memberikan pidato Laporan Tahunan 2020 Mahkamah Agung di Jakarta, Rabu (17/02/2021).
Hukuman disiplin itu diberikan kepada 97 hakim dan hakim adhoc; 43 pejabat teknis yang terdiri dari panitera, panitera muda, panitera pengganti, juru sita, dan juru sita pengganti sebanyak; 9 pejabat struktural dan pejabat kesekretariatan sebanyak; dan 13 staf dan Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri (PPNPN).
Syarifuddin tidak merinci apa saja pelanggaran yang dilakukan aparatur peradilan tersebut, sehingga berujung pada penjatuhan sanksi.
Baca juga: Wakil Kapolri Komjen Gatot Eddy Pramono Terjangkit Covid-19, Tetap Hadiri Rapat Pimpinan
MA bersama Komisi Yudisial sempat menggelar Sidang Majelis Kehormatan Hakim satu kali sepanjang tahun 2020. Hasilnya, seorang hakim dijatuhi hukuman disiplin berupa sanksi berat, yakni sanksi non-palu selama 2 tahun.
Hakim yang dimaksud berinisial IS yang bertugas di salah satu pengadilan agama di wilayah Jawa Timur.
Sepanjang 2020 para Hakim Agung dan Hakim Ad Hoc MA tercatat sudah menangani sebanyak 20.761 perkara. Dari jumlah itu, tersisa 199 perkara yang belum diputus. Sisa perkara itu merupakan yang terendah sepanjang MA berdiri.
"Beban perkara terdiri dari perkara masuk sebanyak 20.544 perkara dan sisa perkara tahun 2019 sebanyak 217 perkara. Dari jumlah beban tersebut MA berhasil memutus sebanyak 20.562 perkara dan sisa perkara tahun 2020 adalah sebanyak 199 perkara. Sisa perkara tersebut adalah yang terendah sepanjang sejarah berdirinya Mahkamah Agung," kata Syarifuddin.
Syarifuddin mengungkap, dari 20.562 perkara yang diputus, berkas putusan yang telah diminutasi dan dikirim kembali ke pengadilan pengaju sepanjang 2020 sebanyak 18.237 perkara.
Sementara bagi pengadilan tingkat banding dan pengadilan pajak, beban perkara pada tahun 2020 sebanyak 42.095 yang terdiri dari perkara masuk sebanyak 35.927 dan sisa perkara tahun 2019 sebanyak 6.168.
"Dari jumlah tersebut perkara yang telah diputus oleh Pengadilan Tingkat Banding dan Pengadilan Pajak sebanyak 32.077 perkara. Dengan demikian rasio produktivitas penyelesaian perkara pada Pengadilan Tingkat Banding dan Pengadilan Pajak adalah sebesar 76,22 persen," ucapnya.
Kemudian pada pengadilan tingkat pertama beban perkara pada 2020 sebanyak 3.893.107. Syarifuddin menyebut jumlah itu terdiri dari perkara masuk sebanyak 3.805.229 dan sisa perkara tahun 2019 sebanyak 87.878.
Terkait perkara yang ditangani sepanjang 2020, MA juga telah memutus denda pidana mencapai Rp 58,4 triliun. Denda itu berasal dari putusan yang berkekuatan hukum tetap pada perkara pelanggaran lalu lintas, perkara tindak pidana korupsi, perkara narkotika, perkara kehutanan, perkara perlindungan anak, perkara perikanan, perkara pencucian uang, dan perkara-perkara tindak pidana lainnya.
Syarifuddin menyatakan, total Rp 58,4 triliun terdiri dari denda dan uang pengganti yang dihasilkan dari putusan MA serta putusan pengadilan tingkat pertama dan banding. "Jumlah denda dan uang pengganti berdasarkan putusan Mahkamah Agung adalah sebesar Rp 5.648.296.731.748. Sedangkan jumlah denda dan uang pengganti berdasarkan putusan pengadilan tingkat pertama yang berkekuatan hukum tetap di lingkungan peradilan umum dan peradilan militer adalah sebesar 52.858.725.679.787," lanjutnya.
Selain itu, kata Syarifuddin, kontribusi dari penarikan PNBP berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2019 tentang Jenis dan Tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku di MA dan Badan Peradilan sepanjang 2020 sebesar Rp 71.710.015.121.
Terkait capaian yang sudah diraih MA sepanjang tahun 2020 itu, Presiden Joko Widodo mengingatkan MA soal reformasi peradilan. Salah satu yang disorotinya ialah soal disparitas dalam hal pemidanaan. "Upaya-upaya untuk melakukan reformasi peradilan melalui penerapan sistem peradilan yang modern adalah keharusan," kata Jokowi.
Jokowi meminta MA untuk lebih memperhatikan disparitas dalam setiap putusan hakim. Sebab, hal itu sebagai wujud kepastian hukum MA. "Sebagai benteng keadilan, MA dapat wujudkan kepastian hukum pada masyarakat, pelaku usaha dan investor pada keputusan yang kurangi disparitas pemidanaan," tambahnya.
Nantinya, dengan sejumlah perbaikan yang dilakukan keputusan yang dihasilkan MA bisa lebih adil lagi. Masyarakat pun diharapkan akan bisa lebih mempercayai institusi peradilan.
"Dengan kinerja dan reputasi makin baik MA dapat menciptakan keputusan landmark decision yang menggali nilai-nilai dan keadilan masyarakat sehingga lembaga peradilan menjadi makin tepercaya," kata Jokowi.
Jokowi sempat memuji langkah yang dilakukan MA terkait persidangan online. Akselerasi penggunaan teknologi di MA seperti e-Court dan e-Litigation selaras dengan cara penerapan protokol kesehatan. Namun hal itu tidak meninggalkan pelayanan kepada masyarakat.
"Pelayanan kepada masyarakat pencari keadilan tidak terganggu. dan kualitas keputusan-keputusan juga tetap terjaga," ujar Jokowi. "Saya mencatat, sebelum pandemi, MA sudah memiliki rencana besar menggunakan teknologi informasi di lingkungan peradilan. Datangnya pandemi justru mempercepat terwujudnya rencana besar tersebut," kata presiden.
Presiden mengingatkan, terobosan MA bukan menjadi tahapan akhir. Namun menjadi awal untuk lebih mengembangkan diri ke depan. Sehingga tercipta sistem peradilan yang mumpuni.
"Percepatan penggunaan teknologi adalah pintu masuk untuk transformasi yang lebih luas. Transformasi lebih besar dalam penyelenggaraan peradilan untuk mempercepat terwujudnya peradilan yang modern," katanya. ****
(tribun network/fik/ham/dod)
