Hutan Tanaman Industri

Praktek Pengelolaan Hutan Tanaman Industri yang Lestari

Pengelolaan lahan gambut sangat membutuhkan pemahaman lokasi dan kawasan serta ke­te­r­ka­itan antar pengguna lahan di kawasan tersebut.

Editor: Salman Rasyidin
SRIPOKU.COM/EVAN HENDRA
Ilustrasi Salah satu lokasi Hutan Industri yang terbakar, Petugas berusaha memadamkan api. 

Faktor dasar untuk melakukan Pengelolaan tata air dilahan gambut/rawa meliputi :

(1) Pe­ren­ca­­naan Water Management,

(2) Makro Water Management,

(3) Mikro Water Ma­nagement,

(4) WM For Fire Management.

Perspektif Sosial Budaya

Sebagian masyarakat desa dengan keterbatasan sumber daya sejak beberapa dekade yang lalu melakukan aktifitas ‘tebas, tebang, bakar’,yang merupakan budaya e me­reka untuk mulai bertanam pada lahan yang memang selalu mereka tanami setiap ta­hunnya (Robiyanto ,2017).

Mengembangkan pemikiran dari Prof Robiyanto managemen menerjemahkan bahwa perlu adanya pendekatan yang mengarah bagaimana caranya masyarakat yang berada di sekitar areal IUPHHK-HT PT. SHP tidak melakukan pembukaan areal untuk bertanam dengan sys­tem tebas, tebang dan bakar lagi (Budaya Masyarakat Setempat).

Akan tetapi lebih dengan ca­ra me­kanis untuk menghindari terjadinya kebakaran Lahan yang jika tidak terkendali akan men­jadi kebakaran besar.

Menyambut pemikiran di atas managemen PT. SHP membuat sebuah program yang dinamai dengan SIGAKAR untuk masyarakat yang berdomisili didaerah yang ber­ba­tasan langsung dengan konsesi dimana di kesehariannya mereka membuka lahan per­ta­nian dengan mem­ba­kar maka managemen memberikan program SIGAKAR (Aksi Pencegahan Kebakaran) de­ngan menyumbang Handtractor, Mesin Potong Rumput dan herbisida dengan harapan proses pembukaanlahannya dapat dilakukan secara me­kanik atau pun dengan penggunaan bahan kimia.

B.     Perspektif Ekonomi

Dalam konteks hidup dan penghidupan, yang paling utama tentunya pengelolaan la­han gam­but harus mengedepankan hidup dan kehidupan masyarakat yang ada di wi­layah pedesaan yang rawan terbakar, umumnya masih hidup dibawah garis kese­jah­teraan.

Sebagai contoh, se­ba­gian anggota masyarakat yang melakukan illegal logging ka­rena terdorong oleh kebutuhan untuk dapat bertahan hidup.

Salah satu yang dapat dilakukan untuk kawasan yang ada kegi­at­an perusahaan mungkin saja dengan me­nerapkan konsep“Corporate Sosial Value (CSV)”.

Da­­lam hal ini,intinya adalah ba­gaimana meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan meng­ajari memancing bu­kan dengan hanya memberikan ikannya saja.

Halaman
1234
Sumber: Sriwijaya Post
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved