KISAH Perjuangan Ibadah Haji pada Zaman Hinda Belanda, Ini Orang Pertama Indonesia Pergi Ibadah Haji
Meski begitu pada zaman dahulu bisnis haji sangat menimbulkan persaingan ketat. Saking ketatnya, ibadah haji kerap diwarnai aksi culas, dari monopoli
Penulis: Nadyia Tahzani | Editor: Welly Hadinata
Dikutip dari buku Encyclopaedie van Nederlandsch Indie karya E.J. Brill dan Martius Nijhoff, otoritas di Hindia Belanda kala itu tidak dapat mengawasi aktivitas penduduk Hindia Belanda di luar pelaksanaan ibadah haji.
Saat itu pemikiran Pan Islamisme di Timur Tengah sedang marak.
Pemerintah Hindia Belanda khawatir gagasan dari pemikiran itu masuk ke wilayah jajahan dan memunculkan gerakan perlawanan di masyarakat. 
Akhirnya pemerintah Hindia Belanda membuka konsulat di Jeddah pada tahun 1872.
Di samping itu pemerintah Hindia Belanda juga mulai menangani langsung proses ibadah haji, mulai dari keberangkatan hingga pemulangan ke Tanah Air.
Mulanya semua berjalan lancar. Tapi seiring membludaknya jemaah haji, kapal-kapal pemerintah Hindia Belanda tak mampu lagi mengangkut jemaah.
Keputusan selanjutnya adalah melibatkan pihak swasta.
Namun keterlibatan itu justru menimbulkan masalah baru. Dikutip dari buku Biro Perjalanan Haji di Indonesia Masa Kolonial: Agen Herklots dan Firma Alsegoff & Co terbitan Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI).
Baca juga: Ternyata Bukan Mulan Jameela, Ahmad Dhani Pernah Akui Ingin Luna Maya Jadi Istri Keduanya, Restu!
Dijelaskan, dibuka lebarnya pintu bagi pihak swasta untuk ikut terlibat menangani perjalanan haji menimbulkan akibat buruk.
Pihak-pihak swasta itu mengambil kesempatan mengeruk keuntungan berlebih-lebih, melebihi niat ibadah para jemaah.
Orientasi ekonomi berlebihan itu berakibat sengkarut dalam pemberangkatan haji oleh swasta.
Calo-calo bermunculan. Mereka adalah orang-orang yang ditugaskan mencari calon jemaah haji sebanyak-banyaknya.
Jika target tercapai, para calo itu akan mendapat imbalan dari pihak swasta, yakni berangkat ke Jeddah secara gratis.
Di atas kapal, kegiatan calo ini tak berhenti. Mereka menjadi calo untuk penginapan jemaah di Tanah Suci.
Tentu saja mereka meminta uang tambahan dari para jemaah.
Bagi jemaah yang kaya raya, persoalan ini mudah saja. Namun tidak begitu bagi jemaah dengan uang pas-pasan.
