FPI Terlarang

Pelarang FPI Tak Perlu Lagi Polemik, kata Pakar Hukum UI Indriyanto SenoAdji

Pakar hukum UI Prof Indriyanto Seno Adji menegaskan, tak perlu berpolemik lagi karena pelarangan kegiatan FPI sudah sesuai hukum.

Editor: Sutrisman Dinah
Wartakotalive.com/Desy Selviany
Pasukan gabungan Polisi dan TNI menurunkan baliho dan atribut FPI serta baliho bergambar Rizieq Shihab di kawasan Petmaburan, Jakarta Pusat. 

SRIPOKU.COM -- Pakar hukum pidana Universitas Indonesia (UI), Prof Dr Indriyanto Seno Adji menilai bahwa larangan pemerintah terhadap ormas Front Pembela Islam (FPI) merupakan hal yang wajar. Pembekuan organisasi itu sudah sesuai hukum.

Sebelumnya, Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkum HAM) Edward OS Hiariej, menegaskan bahwa FPI dinyatakan terlarang untuk berkegiatan, dan melarang penggunaan simbol dan atribut FPI.

Seperti dikutip KompasTV, Senin (04/01/2021), Indriyanto Seno Adji mengatakan, pelarangan yang terhadap FPI itu diteken enam menteri sebagai tindakan pencegahan terhadap organisasi yang kegiatannya bertentangan dengan hukum.

"Eksistensi SKB itu sebenarnya tidak perlu dijadikan polemik," kata Indriyanto.

Baca juga: BEM UI Desak Negara, Cabut SKB 6 Menteri Soal Pelarangan FPI, Khawatirkan Maklumat Kapolri

Baca juga: Rekening Bank Milik FPI Diblokir, Isinya Rp1 Miliar

SKB enam menteri itu merupakan mandat implementatif dari regulasi sistem perundang-undangan yang berlaku. "Baik Undang-undang Ormas Nomor 16 Tahun 2017, maupun konstitusi kita sendiri," katanya.

Sepanjang substansi dari visi-misi aktivitas kegiatan organisasi masyarakat (ormas) itu bertentangan dengan hukum, sudah wajar apabila negara mengeluarkan tindakan yang dinamakan tindakan pencegahan (precaution measures).

“Jadi berupa penolakan maupun pelarangan kegiatan aktivitas bahkan visi misi dari setiap ormas termasuk FPI yang bertentangan dengan hukum itu saja," tuturnya.

Sejak Menteri Koordinator Bidang Polhukam Mahfud MD mengumumkan pelarangan terhadap FPI, beragam reaksi bermunculan. Seperti disampaikan oleh politisi Partai Gerindra Dr Fadli Zon SSi MSi, atas penerbitan SKB tersebut.

Baca juga: Pemerintah Beri Lampu Hijau ke Front Persatuan Islam, FPI Versi Baru Ngotot tak Akan Ajukan SKT

Anggota DPR RI  ini menilai, pelarangan teradap FPi tersebut sebagai bentuk praktik otoritarian.

"Sebuah pelarangan organisasi tanpa proses pengadilan adalah praktik otoritarianisme. Ini pembunuhan terhadap demokrasi dan telah menyelewengkan konstitusi," kata Fadli Zon, melalui akun Twitter @fadlizon, dilihat Rabu lalu.

Begitupula politisi dari PKS Mardani Ali Sera, mengatakan bahwa Indonesia merupakan negara hukum yang demokratis dan masyarakat memiliki hak untuk berserikat.  Dikatakan, pemerintah atau FPI bisa menyelesaikan permasalahan ini di ranah hukum.

"Negara harusnya membina, bukan membinasakan," kata Mardani seperti dikutip Kompas TV Ni Putu Trisnanda, Kamis (31/12/2020) lalu.

Kalau pemerintah bertindak dengan cara membubarkan organisasi masyarakat, Mardani khawatir akan menjadi preseden buruk.

Kritik atas pelarangan FPI tersebut juga disampaikan, koalisi organisa Kontras, Institute Perempuan, LBH Masyarakat, LBH Pers, PBHI, PSHK, SAFENET, YLBHI, YPII, yang menilai seharusnya kekerasan yang dituduhkan perlu diadili, bukan membubarkan organisasinya.

Menyatakan sebagai organisasi terlarang, dan melarang kegiatan dilakukan dengan tidak melanggar hukum. Narasi yang menganjurkan kekerasan dan provokasi kebencian yang selama ini dipertontonkan FPI, selayaknya ditindak tegas tanpa mengabaikan prinsip negara hukum.

Pelarangan FPI salah satunya didasarkan pada UU No. 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 16 Tahun 2017, yang secara konseptual dinilai bermasalah dari perspektif negara hukum.

Dikatakan, UU Ormas memungkinkan pemerintah untuk membubarkan organisasi secara sepihak, tanpa melalui proses peradilan. Permasalahan dalam SKB tersebut, bahwa organisasi yang tidak memperpanjang atau tidak memiliki Surat Keterangan Terdaftar (SKT), seperti terjadi dengan FPI, secara de jure bubar, tidaklah tepat.

Sebelumnya, Wakil Menkum-HAM Edward Omar Syarif Hiariej, mempersilakan apabila ada anggota dan pengurus FPI mendirikan organisasi baru.  Edward Hiariej, yang sebelumnya adalah pakar hukum dari Universitas Gadjahmada ini, menegaskan bahwa FPI dinyatakan sebagai organisasi terlarang untuk berkegiatan, dan melarang penggunaan simbol dan atribut FPI.

Jika eks-pengurus FPI ingin mendirikan organisasi baru, maka harus mengikuti proses hukum yang berlaku.

"Berdasarkan peraturan perundang-undangan dan putusan MK nomor 82/PUU11/2013 tertanggal 23 Desember tahun 2014 pemerintah melarang aktifitas FPI dan akan menghentikan setiap kegiatan yang dilakukan FPI karena FPI tidak lagi mempuntai legal standing baik sebagai ormas maupun sebagai organisasi biasa," kata Mahfud ketika menyampaikan pengumuman pembubaran FPI.

Mahfud berpesan kepada aparat pemerintah di pusat dan di daerah untuk menolak seluruh kegiatan yang mengatasnamakan FPI sejak tanggal 30 Desember 2020.

"Pelarangan kegiatan FPI ini dituangkan dalam keputusan bersama enam pejabat tertinggi di Kementerian dan Lembaga yakni Menteri Dalam Negeri, Menkumham, Menkominfo, Jaksa Agung, Kapolri, dan Kepala BNPT," kata Mahfud.

Saat mengumumkan pembubaran dan pelarangan kegiatan FPI, dihadiri Menkumham Yasonna H Laoly, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Kepala KSP Jenderal (Purn) Moeldoko, Jaksa Agung ST Burhanuddin, dan Menteri Komunikasi dan Informasi Johny G Plate.

Kemudian hadir pula, Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto, Kapolri Jenderal Idham Azis, Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Budi Gunawan, Kepala PPATK Dian Ediana Rae, dan Kepala BNPT Komjen Boy Rafli Amar.

Juga dihadiri Wakil Menkum HAM Edward Omar Syarif Hiarij, dan Sekretaris Menko Polhukam Letjen TNI Tri Soewandono. Wakil Menkum HAM, kemudian membacakan surat keputusan bersama yang ditanda-tangani enam menteri dan kepala lembaga Negara setingkat menteri. *****

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved