Skandal Djoko S Tjandra

Jaksa Pinangki Menangis di Depan Hakim, Ditanya Soal Djoko Tjandra

Jaksa Pinangki Sirna Malasari kembali diperiksa di pengadilan korupsi terkait fatwa Mahkamah Agung. Menurut hakim, keterangannya berubah-ubah.

Editor: Sutrisman Dinah
Istimewa/handout
Jaksa Pinangki Sirna Malasari, menjalani sidang terkait skandal korupsi Djoko Tjandra. 

Hakim kembali menanyakan keterangan Pinangki, lantaran pernyataan berubah-ubah. Dalam persidangannya, ia mengaku tidak tahu Djoko Tjandra, tapi saat diperiksa sebagai saksi Andi Irfan, dia mengaku mengenal Djoko Tjandra.

Hal ini menjadi catatan hakim.

"Setiap kali ada yang Saudara berikan dengan berikutnya berbeda-beda. Komentar terhadap saksi satu dengan lainnya nggak ada yang sama. Semua kita catat itu, dan kita semua ini kerja dalam rangka untuk negara, jadi tolong dihargai," ujar Hakim Agus.

"Siap majelis, mohon maaf terima kasih telah diingatkan," kata Pinangki. Ia pun mengatakan akan menyampaikan yang sebenar-benarnya apa yang telah terjadi dalam kasus ini.

"Yang benar (keterangan) saya sampaikan di sidang ini majelis. Keterangan saya yang benar adalah dari bulan Oktober saya sudah tahu yang akan saya temui adalah Djoko Tjandra," imbuh Pinangki. 

Sebelumnya diberitakan, Djoko S Tjandra (70) telah dipidana terkait perkara korupsi hak pengalihan hutang Bank Bali. Kemudian, Djoko Tjandra dituntut hukuman 2 tahun penjara atas penggunaan surat jalan palsu untuk perjalanan dari Jakarta ke Pontianak (Kalimantan Barat).

Tuntutan terhadap Djoko Tjandra dibacakan jaksa di PN Jakarta Timur, Jumat (4/12/2020) lalu. Selain DJoko Tjandra yang dituntut dalam kasus ini, Brigjen Pol Prasetijo Utomo, dituntut pidana 2 tahun 6 bulan penjara dalam menerbitkan surat jalan palsu untuk Djoko Tjandra.

Jaksa menilai Djoko Tjandra terbukti bersalah. dan meminta Majelis Hakim PN Jakarta Timur menjatuhkan hukuman penjara karena melakukan tindak pidana pemalsuan surat.

Jaksa yang terdiri dari Kejari Jakarta Timur dan Kejaksaan Agung, menjerat Djoko dengan pasal 263 ayat(1) KUHP terkait pemalsuan surat juncto pasal 55 jo pasal 64 KUHP. 

"Hal-hal yang memberatkan bahwa terdakwa berbelit-belit dalam memberikan keterangan sehingga mempersulit jalannya persidangan," kata tim jaksa.

Jaksa juga mengemukakan alasan yang meringankan tuntutan, diantaranya terpidana kasus hak tagih Bank Bali tahun 1999 itu sudah berusia lanjut. Mengacu ancaman maksimal pasal 263 KUHP, tuntutan penjara itu tak sampai setengah ancaman hukuman maksimal yakni 6 tahun penjara.

Dalam dakwaan jaksa, pemalsuan surat jalan itu berawal ketika Djoko Tjandra berkenalan dengan Anita Kolopaking di kantor Exchange lantai 106, Kuala Lumpur, Malaysia, November 2019. Perkenalan itu dimaksudkan karena Djoko Tjandra ingin menggunakan jasa Anita Kolopaking sebagai kuasa hukumnya.

Djoko Tjandra meminta bantuan Anita untuk mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA) dengan Nomor 12PK/Pid.Sus/2009 tertanggal 11 Juni 2009.Selanjutnya pada April 2020, Anita mendaftarkan PK perkara Djoko Tjandra di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Dalam pengajuan PK itu, Djoko Tiandra tidak bertindak sebagai pihak Pemohon. Namun Permohonan PK tersebut ditolak PN Jaksel dengan merujuk pada Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 1 tahun 2012.

Saat itu, Djoko Tjandra tidak ingin diketahui keberadaanya. Kemudian Djoko Tjandra meminta Anita mengatur kedatangannya ke Jakarta dengan mengenalkan sosok Tommy Sumardi.

Halaman
123
Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved