Tambang Ilegal Bak Dua Sisi Mata Uang, Ditutup Ada yang Melarat, Jika Dibiarkan Nyawa Jadi Taruhan

"Penyetopan penambangan mungkin bisa jadi solusi jangka pendek, tapi untuk jangka panjang pemerintah perlu memikirkan bagaimana kelanjutan kehidupan,"

Editor: Refly Permana
SRIPOKU.COM/Handout
Tambang batubara ilegal di Kecamatan Tanjung Agung, Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan, longsor. 

SRIPOKU.COM, PALEMBANG - 11 nyawa melayang di lokasi aktivitas tambang yang diduga ilegal di Desa Penyandingan, Kecamatan Tanjung Agung, Kabupaten Muaraenim, Rabu (21/10/2020) lalu.

Kesebelas penambang itu, dimana salah satunya ada yang disebut mandor, tak bisa diselamatkan saat terjadi longsor berupa tanah menimbun kesebelas pekerja tersebut.

Keberadaan tambang ilegal ini seakan membuka aib bahwasanya di Sumsel masih ada yang namanya aktivitas pertambangan yang tidak disertai dengan izin operasional.

Fakta ini seharusnya membuat pihak yang berwenang segera ambil tindakan tegas jika tak ingin kembali terjadi peristiwa yang menewaskan banyak orang.

Baca juga: Manfaat Olahraga Berkuda untuk Tubuh, Dokter Sarankan Tetap Diiringi dengan Olahraga Lain

Bak dua sisi mata uang, menutup tambang ilegal juga dianggap memutus pendapatan masyarakat kecil, terlebih mereka yang tidak tahu menahu terkait legalitas tambang tempat mereka bekerja.

Seperti yang dikatakan tiga penambang yang selamat dari kejadian tersebut dan kini ditetapkan sebagai tersangka oleh Polres Muaraenim.

Menurut ketiganya, mereka kerja setelah mendapat tawaran dan akan digaji. Dengan kondisi sedang tidak ada pekerjaan dan harus menghidupi keluarga, tawaran tersebut begitu berat untuk ditolak.

Keberadaan tambang, di luar itu legal atau ilegal, bagi warga yang berdomisili di sekitar lokasi juga sangat berpengaruh untuk kelangsungan hidup.

Baca juga: Video Oprit Jembatan Air Aman Desa Lubuk Batang Lama OKU Jebol, Pasang Kayu untuk Motor Melintas

Keberadaan tambang ilegal yang tersebar di kawasan Muaraenim telah menjadi sumber penghidupan banyak warga.

Mereka melakukan penambangan untuk mendapat penghasilan sehari-hari.

Tim Inafis Polres Muaraenim melakukan olah Tempat Kejadian Perkara (TKP) di areal tambang batubara ilegal di Desa Penyandingan, Kecamatan Tanjung Agung, Kabupaten Muaraenim, Kamis (22/10/2020).
Tim Inafis Polres Muaraenim melakukan olah Tempat Kejadian Perkara (TKP) di areal tambang batubara ilegal di Desa Penyandingan, Kecamatan Tanjung Agung, Kabupaten Muaraenim, Kamis (22/10/2020). (sripoku.com/ardani)

"Penambangan itu kini sudah jadi sumber penghasilan banyak warga, penyetopan ini jelas akan berdampak pada ekonomi mereka," kata seorang warga yang dijumpai ada di sekitar lokasi tambang ilegal tempat 11 pekerja tewas yang namanya enggan dikutip, kepada Tribunsumsel.com

Dilanjutkannya, tak hanya kaum pria yang mencari rezeki di kawasan tambang, para wanita juga turut dalam kegiatan itu.

Para suami menjadi buruh untuk mengikis batubara sementara para istri mereka membungkusnya dalam karung.

"Mereka pulang menjelang malam secara berkelompok. Tak hanya suami tapi juga istri mereka. Mereka mencari nafkah disana, suami jadi penambang kemudian kaum istri yang membungkus kedalam karung," katanya.

Baca juga: KRONOLOGI Penangkapan Penceramah Gus Nur Pada Tengah Malam, Hanya Pasal Komentar di YouTube

Keberadaan tambang nyatanya telah banyak berpengaruh pada penghasilan warga.

Aksi tindak kriminalitas yang mulanya marak pun menghilang karena semua mendapat penghasilan dari tambang.

Pasca tewasnya 11 orang tertimbun tanah longsor di penambangan ilegal Desa Penyandingan Kecamatan Tanjung Agung, Rabu (21/10) lalu.

Bupati Muaraenim, Juarsah memerintahkan penutupan seluruh area pertimbangan ilegal untuk mengantisipasi kejadian serupa kembali terjadi.

Kebijakan itu dinilai bukan solusi jangka panjang karena nyatanya keberadaan tambang ilegal merupakan sumber pencarian warga sekitar.

Lokasi tambang batu bara di Desa Penyandingan Kabupaten Muaraenim yang tewaskan belasan penambang, Kamis (22/10/2020)
Lokasi tambang batu bara di Desa Penyandingan Kabupaten Muaraenim yang tewaskan belasan penambang, Kamis (22/10/2020) (SRIPOKU.COM / Bayazir Al Rayhan)

"Masyarakat lokal hanya menjadi pegawai dan pemilik lahan saja, sementara cukong dari luar. Ini sebenarnya tugas pemerintah dan perusahaan untuk memberdayakan mereka," kata Direktur Pilar Nusantara (PINUS) Rabin Ibnu Zainal, P. Hd.

Baca juga: Cerita Mahasiswi Unsri, Febi Sejak Kecil Pergi Sekolah Menggunakan Perahu di Sungai Ogan Palembang

Rabin menyampaikan pemerintah bisa melakukan penyetopan terhadap tambang ilegal itu tapi diperlukan solusi jangka panjang. Penyetopan tambang akan berdampak pada perekonomian masyarakat sekitar.

"Penyetopan penambangan mungkin bisa jadi solusi jangka pendek, tapi untuk jangka panjang pemerintah perlu memikirkan bagaimana kelanjutan kehidupan warga. Apakah eks penambang bisa makan atau tidak ?," katanya

Dalam investigasi yang dilakukan beberapa tahun lalu, Rabin menyoroti keberadaan tambang ilegal berada di kawasan perusahaan.

Artinya menjamurnya tambang ilegal tidak lepas dari tanggungjawab perusahaan.

"Pertama untuk mengamankan lahan konsesi mereka (perusahaan) lalu yang kedua memberdayakan lahan masyarakat disekitar mereka itu, supaya mereka tidak menambang lagi," katanya.

Baca juga: Tampil Fashionable dengan Totebag dan Tshirt Etnik Inisial di Saat Pandemi, Tampak Modis dan Elegan

Rabin menyebut menjamurnya tambang ilegal yang kerap disebut tambang rakyat berawal pada era otonomi daerah tahun 2000. Kala itu, izin tambang berada di kepala daerah hal itu berlaku hingga tahun 2014.

Selanjutnya, pada tahun 2014 lalu perizinan tambang beralih ke gubernur. Kemudian berubah lagi, pada undang undang Minerba yang baru perizinan berada di tangan pemerintah pusat.

"Dengan UU Minerba yang baru itu,perizinan pada tingkat pusat. Pertanyaan kita apakah fungsi pengawasan akan berlangsung dengan baik seperti jika ditangani daerah," katanya.

Rombongan penyidik dari Polres Muaraenim, Polda Sumsel, dan diback-up oleh Bareskrim Mabes Polri mendatangi lokasi tambang ilegal yang menewaskan 11 pekerja.
Rombongan penyidik dari Polres Muaraenim, Polda Sumsel, dan diback-up oleh Bareskrim Mabes Polri mendatangi lokasi tambang ilegal yang menewaskan 11 pekerja. (handout)


Penyelesaian tambang ilegal harus dilakukan secara menyeluruh, dari hulu ke hilir. Mulai dari penambang, pengepul, hingga konsumen yang memanfaatkan hasil dari penambangan ilegal itu.

Baca juga: Warga Lahat Ini Timbun Gas Elpiji 3 Kg, Dijualnya 30 Ribu ke Masyarakat, Polisi Temukan 72 Tabung

Termasuk transportasi yang digunakan untuk mengakut hasil tambang dari lokasi kepada konsumen. Seperti yang dilakukan pemprov Lampung yang menolak menyebrangkan kendaraan pengangkut batubara.

"Bagaimana caranya masyarakat bisa menolak lahan mereka digunakan tambang liar, kita sudah sempat memblokir transportasi mereka yang selama ini mengarah ke lampung. Tapi sepertinya pola distribusi kini sudah berubah," katanya.

Sumber: Tribun Sumsel
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved