Berita Muratara

PELAJAR di Muaratara Ingin Ikut Demo Tolak Omnibus Law, "Mau Ikut Kami Pak, di TV Boleh Kami Ikut"

"Kami tidak mengajak anak-anak SMA, tadi memang ada anak SMA yang mau masuk barisan, tidak kami izinkan," katanya.

Editor: Welly Hadinata
Tribun Sumsel/Rahmat Aizullah
Pemuda dan mahasiswa menggelar demonstrasi di depan gedung DPRD Musi Rawas Utara (Muratara). Mereka menolak Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja, Kamis (8/10/2020). 

SRIPOKU.COM, MURATARA - Penolakan terhadap Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja terus digaungkan di berbagai daerah.

Hari ini, Kamis (8/10/2020), mahasiswa dan pemuda di Kabupaten Musi Rawas Utara (Muratara) menggelar demonstrasi di depan gedung DPRD setempat.

Ratusan massa yang mengatasnamakan Aliansi Rakyat Muratara menyuarakan penolakan terhadap undang-undang yang kontroversi tersebut.

Sebagaimana diketahui DPR RI telah mengesahkan Omnibus Law RUU Cipta Kerja menjadi undang-undang, Senin (5/10/2020).

Pengesahan tersebut mendapat penolakan dari berbagai elemen masyarakat.

Sebab Omnibus Law UU Cipta Kerja dinilai merugikan kaum buruh dan menguntungkan para pengusaha secara sepihak.

Koordinator aksi, Raju Rahman mengatakan, aksi yang dilakukannya diikuti para mahasiswa dan organisasi pemuda.

"Kami tidak mengajak anak-anak SMA, tadi memang ada anak SMA yang mau masuk barisan, tidak kami izinkan," katanya.

Salah seorang anak SMA, Ari mengatakan ingin mengikuti demonstrasi tersebut setelah melihat di televisi.

Menurut dia, dari tayangan televisi banyak pendemo berasal dari kalangan pelajar khususnya anak-anak SMA.

"Mau ikut kami Pak, di TV boleh kami ikut," kata Ari kepada petugas keamanan yang menghadang mereka.

Ngaku Mau ke Mal, Polisi Temukan Chat Ajakan Demo dari HP Belasan Pelajar di Palembang

Gerombolan Pelajar di Lahat Merangsek ke Pemkab Lahat, Demo Tolak UU Cipta Kerja Mendadak Tegang

Polisi Amankan 183 Orang Diduga Provokator Aksi Tolak UU Cipta Kerja di Palembang, Mayoritas Pelajar

Berikut ini 20 tuntutan yang disampaikan mahasiswa dan pemuda dalam demonstrasi tersebut :

1. Menolak upah didasarkan per satuan waktu, ketentuan ini membuka ruang adanya upah per jam. Ketika upah dibayarkan per jam, maka otomatis upah minimum akan hilang.

2. Menolak upah minimum hanya didasarkan pada UMP, upah minimum kabupaten/kota (UMK), dan upah minimum sektoral kabupaten/kota (UMSK) dihapus.

3. Menolak sanksi pidana bagi pengusaha yang membayar upah di bawah upah minimum dihilangkan.
4. Menolak tidak adanya denda bagi perusahaan yang terlambat membayar upah.
5. Menolak pekerja yang di-PHK karena mendapatkan surat peringatan ketiga tidak lagi mendapatkan pesangon.

Halaman
12
Sumber: Sriwijaya Post
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved