Bakal Calon Walikota Palembang Pilih 'Nampang' Dulu di Baliho

Disadari, pertarungan politik di Palembang menjadi bergengsi karena kota ini merupakan ibu kota Provinsi Sumsel.

Editor: Soegeng Haryadi
istimewa/net
Ilustrasi 

PALEMBANG, SRIPO -- Meski Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) kota Palembang masih terbilang lama, kemungkinan digelar antara tahun 2003 atau 2024, namun beberapa bakal calon pemimpin di ibu kota Provinsi Sumsel mulai bergerak. Ada yang sudah terjun ke masyarakat atau 'nampang' melalui baliho di tengah kota.

Dari catatan di lapangan, beberapa nama yang mulai "mencuri perhatian", selain nama Wakil Wali Kota Palembang Fitrianti Agustinda alias Finda, yang dipastikan akan running untuk meneruskan kepemimpinan Harnojoyo.

Selain itu juga muncul nama Sekda Kota Palembang Ratu Dewa, Sekda Provinsi Sumsel Nasrun Umar, Ketua DPRD Palembang Zainal Abidin, Ketua Fraksi Demokrat DPRD Palembang yang juga kerabat Harnojoyo, Aldestar.

Lalu, anggota DPR RI sekaligus putri Gubernur Sumsel Herman Deru, Percha Leanpuri, putri mantan Gubernur Sumsel Alex Noerdin Lury, Kadisdik Palembang Achmad Zulinto, hingga dua pesaing Harnojoyo di Pilkada 2018 lalu yaitu, Sarimuda dan Mularis Djahri.

Pengamat politik dari Universitas Sriwijaya (Unsri) DR Febrian mengatakan, apa yang dilakukan oleh sejumlah tokoh maupun tim mereka, untuk menangkap respon dari masyarakat Palembang. Disadari, pertarungan politik di Palembang menjadi bergengsi karena kota ini merupakan ibu kota Provinsi Sumsel.

"Memang nama-nama sudah bertebaran tapi konkretnya belum, tentunya bakal ramai Pilkada nanti, karena Palembang ini menarik dan ibukota dari Provinsi Sumsel, lalu prestige (gengsi)," kata Febrian, Senin (5/10).

Diterangkan Febrian, ada nama-nama yang dianggap berpotensi maju di Pilkada Palembang nanti, melihat perkembangan yang ada, karena sosok yang ada dianggap menjual dan berkompeten, serta memiliki basis massa sendiri, baik ASN, guru, hingga warga pinggiran.

“Pilkada Palembang masih prematur saat ini, masih di level bawah pembicaraan, tapi pergerakan ada persuasif dan masih normal. Karena partai juga belum menentukan secara final siapa yang digotong nanti, dan sekarang perlu disiapkan popularitas dan elektabilitasnya, track record yang dibuat menentukan tahapan tertentu," jelas Febrian.

Dekan Fakultas Hukum Unsri ini menerangkan, memang ada beberapa nama yang signifikan untuk bursa kandidat Walikota, namun akan tetap dilihat dari elektabilitasnya kedepan, mengingat partai politik memiliki target setiap Pilkada.

"Yang pasti, logika nanti maju ini logikanya harus menang," katanya.

Sosok birokrat atau parpol nantinya menjadi dominan, Febrian menilai hal itu rasanya masih cair, dan untuk Kota Palembang akan lebih dewasa masyarakat menilainya.

Namun, kalau diperhatikan perjalanan kepemimpinan Palembang selama ini, orang politik yang dominan, khususnya dalam beberapa priode seperti Eddy Santana Putra yang orang birokrat dan politik.

"Peta kekuatan belum mengerucut, tapi beberapa nama disebut calon kuat karena mampu mendapat perahu. Termasuk Akbar Alfaro, memang bisa masuk, tapi ada trauma karena kalah di Pilkada 2018, dan itu susah untuk dilupakan," tuturnya.

Dengan melihat komposisi perolehan kursi partai politik di DPRD Palembang, dimana Partai Demokrat pemiliki kursi terbanyai (9 kursi), maka bergaining politik kadernya untuk maju sebagai balon Walikota kedepan akan besar, dan terdapat beberapa kader yang potensial untuk dimajukan.

"Harnojoyo pasti berkaitan langsung dengan Kota Palembang tapi bukan Pilkada saja, dan masih netral karena belum signifikan membicarakan itu, fans masih menyiapkan masing-masing. Malahan yang sibuk itu akar rumput untuk menjual siapa yang didukung," bebernya.

Sumber: Sriwijaya Post
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved