Kisah Eks Cakrabirawa Diincar Komandan G30S PKI, Disebut Miliki Ilmu Kebal, Nyalinya Sampai Dikagumi

Menurut Pangkey, ia memang sudah diincar Untung karena dirinya mantan Permesta dan anti Soekarno.

Penulis: fadhila rahma | Editor: Welly Hadinata
Handover
Pasukan Cakrabirawa penangkap 7 Jenderal RI.1 

SRIPOKU.COM - Kisah Eks Cakrabirawa Diincar Komandan G30S PKI, Disebut Miliki Ilmu Kebal, Nyalinya Sampai Dikagumi

Setiap 30 September, Frans Pangkey (79) akan merasa seperti tersedot ke lorong waktu. 

Kembali ke peristiwa terkelam dalam sejarah Indonesia.

"Setiap masuk bulan September pasti saya ingat G 30 S PKI. Sudah puluhan tahun lamanya tapi 
peristiwa itu sulit terlupa. Seperti sudah nancap di pikiran saya," kata dia kepada Tribun Manado (Grup Sripoku.com) di rumahnya beberapa waktu lalu. 

Seperti halnya kebanyakan warga Indonesia, Frans memiliki "kebencian kudus" terhadap PKI. 

Pembunuhan sadis yang mereka lakukan terhadap tujuh jenderal sulit dimaafkan. 

Di usia tuanya, Pangkey sudah menghapus banyak kepahitan, termasuk ilmu kebal yang ia miliki, kecuali kebencian itu. "Saya benci sekali dengan PKI," kata dia. 

Musabab kebencian itu, selain karena kekejaman PKI, juga karena hal pribadi. 

Frans adalah anggota Cakrabirawa. Ia bergabung dengan pasukan pengawal presiden Sukarno yang legendaris itu setelah menerima tantangan Sarwo Edhi.

Pemimpin pasukan elit RPKAD itu menantangnya jadi sasaran lempar pisau. 

Sebuah pisau kena di badan Frans. Tapi ia tak luka. Sarwo yang kagum lantas memasukkan 
Frans ke Cakrabirawa

Namun karir Frans di Cakrabirawa berumur pendek. 

Frans Pangkey saat masih muda
Frans Pangkey saat masih muda (IST)

Dia dikeluarkan oleh Letkol Untung yang merupakan pimpinan Cakrabirawa. Untung pula yang jadi komandan penculikan tujuh jenderal.

"Awalnya saya berselisih dengan seorang anggota. Dia mengejek saya, kami bertengkar dan saya pukul dia hingga giginya copot," katanya.

Ternyata Pasukan Cakrabirawa yang dipukulnya adalah teman sekampung dengan Letkol Untung. 

Untung lantas memanggilnya. Dia diinterogasi. Untung mengancamnya. Dia balik mengancam.

"Anda boleh tembak saya, tapi kalau tak mempan maka anda yang saya hajar," kata dia pada Untung. 

Untung geram. Tapi juga gentar.  Ia tahu Pangkey sangat berani dan punya ilmu kebal. Tak hanya Sarwo Edhi, Ahmad Yani juga kagum dengan Pangkey.

"Sewaktu akan diutus ke Irian Barat, umur saya ditambahkan oleh pak Yani agar supaya saya dapat masuk pasukan berani mati. Ia mengagumi keberanian saya," katanya. 

Dari Cakrabirawa, ia dilempar ke Jawa Timur. Pangkey menduga ia memang sudah jadi target untuk dikeluarkan. Untung sengaja mencari - cari kesalahannya. 

"Saya kan bekas Permesta, anti-PKI dan Soekarno, makanya hendak dibersihkan sebelum mereka mengadakan G 30 S PKI," katanya. 

Sesungguhnya masalah itu hanyalah alasan penyingkiran dirinya sebab ia dikenal sebagai eks anggota permesta yang anti Soekarno.

Dari kesatuan barunya di Jawa Timur ia melihat peristiwa G30S/PKI dengan masygul.

"Saya benci sama PKI," kata dia.

Bahkan, ia sampai dicurigai akan membunuh Presiden kala itu, Soekarno Hatta.

Menurut Pangkey, ia memang sudah diincar Untung karena dirinya mantan Permesta dan anti Soekarno.

"Saya dicurigai akan membunuh Soekarno di kemudian hari sebab saya eks permesta dan anti Soekarno," katanya.

tribunnews
Prajurit Koppasus - Serangan Trikora (Tribunnews)

Sebelum masuk cakrabirawa, ia bertempur selama 2 tahun di belantara Irian Barat dalam operasi Trikora.

Karena berani, ia diikutkan seleksi Cakrabirawa dan lolos.

"Saya awalnya berjuang di permesta sebagai pengawal Alex Kawilarang, kami dapat amnesti kamudian saya bergabung di TNI," kata dia.

Di kesatuan baru, dirinya mendengar kabar sejumlah panglima TNI sudah dibunuh oleh pasukan Cakrabirawa (Tjakrabirawa) yang dipimpin Letnan Kolonel Untung bin Syamsuri. 

Perkiraannya ada 4 kompi cakrabirawa yang melakukan penyerbuan di malam itu. Ia kenal para eksekutor tersebut. "Tapi saya tak mau sebut namanya," kata dia. 

Usai kudeta yang gagal itu, terjadi pembunuhan massal terhadap anggota PKI. Ia menilai hal itu dari kacamata dialektika sejarah.

"Situasi saat itu seperti itu. Kalau PKI yang menang kita semua akan dibunuh. Lebih sadis lagi," katanya. 

Di usia tuanya, Frans tampak segar bugar. Jalannya masih tegap. Pikirannya tajam. Semua peristiwa ia ingat hingga ke detilnya. 

Tribun mengunjungi Frans beberapa waktu lalu di rumahnya di Kelurahan Malalayang Manado. 

Sebuah lagu Jepang ia nyanyikan dengan gerakan tangan di dada dan kepala. Lagu itu, sebut dia, selalu dinyanyikan warga saat penjajahan Jepang.

"Kalau bahasa Belandanya ibu adalah Muder," ceritanya.

 Frans menguliahi Tribun dengan Pancasila dengan bertubi - tubi.

"Anak muda seperti kamu harus punya semangat juang membela negara," kata dia berulang ulang.

Saat mengucapkan itu, sekujur tubuhnya bergetar. Seolah ada aliran listrik di tubuh ringkih itu, yang hendak ia transfer ke tubuh muda Tribun Manado.

"Jangan sekali kali lupakan sejarah," bebernya.

Mayat 7 Jenderal Korban G30S PKI Dibuang di Lubang Buaya Diotopsi

Puluhan tahun fakta di balik peristiwa 1965 terkunci rapat.

Ia hanya mengalir dari ruang kelas kedokteran satu ke kelas kedokteran yang lain.

Tak banyak yang tahu fakta medis penyebab tewasnya korban kekejaman Gerakan 30 September ( G30S ) PKI.

Akibatnya, muncul berbagai versi tentang penyebab meninggalnya mereka.

Apalagi film G30S PKI yang para era Orde Baru wajib diputar di televisi, secara jelas menginformasikan para korban disilet.

Intisari September 2009 dalam judul “Saksi Bisu dari Ruang Forensik” mencoba mengurai itu; mengungkap faktra-fakta yang tersembunyi di balik bangsal-bangsal forensik.

Cerita “pencungkilan” mata dan “pemotongan” penis sejatinya sudah terlebih dahulu terdengar di masyarakat sekitar.

Tetapi, hasil otopsi para jenderal korban PKI tidak menyebutkan adanya pencungkilan mata para korban.

 

IST
IST ()

Tepatnya setelah para korban G30S PKI ditemukan di dalam sumur di Lubang Buaya, Jakarta Timur, 4 Okotober 1965.

Tujuh mayat jenderal itu lantas dibawa ke RSPAD guna diotopsi.

Untuk menangani mayat-mayat tersebut, dibuatlah tim yang terdiri dari dua dokter RSPAD, yaitu dr Brigjen. Roebiono Kartopati dan dr. Kolonel. Frans Pattiasina; lalu ada tiga dari Ilmu Kedokteran Kehakiman UI, Prof. dr. Sutomi Tjokronegoro, dr. Liau Yan Siang, dan dr. Lim Joe Thay.

Lalu, seperti apa hasil otopsi para jenderal korban PKI di G30S itu? Simak paparannya berikut ini! 

PKI: Inilah Hasil Lengkap Otopsi 7 Pahlawan Revolusi, Nomor 6 Paling Seram" width="700" height="393" />

1. Jenderal Achmad Yani

-- Luka Tembak masuk: 2 di dada kiri, 1 di dada kanan bawah, 1 di lengan kanan atas, 1 di garis pertengahan perut, 1 di perut bagian kiri bawah, 1 perut kanan bawah, 1 di paha kiri depan, 1 di punggung kiri, 1 di pinggul garis pertengahan.

-- Luka tembak keluar: 1 di dada kanan bawah, 1 di lengan kanan atas, 1 di punggung kiri sebelah dalam.

-- Kondisi lain: sebelah kanan bawah garis pertengahan perut ditemukan kancing dan peluru sepanjang 13 mm, pada punggung kanan iga kedelapan teraba anak peluru di bawah kulit.

2. Letjen R. Soeprapto

-- Luka tembak masuk: 1 di punggung pada ruas tulang punggung keempat, 3 di pinggul kanan (bokong), 1 di pinggang kiri belakang, 1 di pantat sebelah kanan, 1 di pinggang kiri belakang, 1 di pantat sebelah kanan, 1 di pertengahan paha kanan.

-- Luka tembak luar: 1 di pantat kanan, 1 di paha kanan belakang.

-- Luka tidak teratur: 1 di kepala kanan di atas telinga, 1 di pelipis kanan, 1 di dahi kiri, 1 di bawah cuping kiri.

-- Kondisi lain: tulang hidung patah, tulang pipi kiri lecet.

3. Mayjen M.T Haryono

-- Luka tidak teratur: 1 tusukan di perut, 1 di punggung tangan kiri, 1 di pergelangan tangan kiri, 1 di punggung kiri (tembus dari depan).

4. Mayjen Soetojo Siswomiharjo

-- Luka tembak masuk: 2 di tungkai kanan bawah, 1 di atas telinga kanan.

-- Luka tembak keluar: 2 di betis kanan, 1 di atas telinga kanan.

-- Luka tidak teratur: 1 di dahi kiri, 1 di pelipis kiri, 1 di tulang ubun-ubun kiri,  di dahi kiri tengkorak remuk.

-- Penganiayaan benda tumpul: empat jari kanan.

Meyjen Soetojo bisa jadi banyak dianiaya sehingga tengkorak dahinya remuk.

 Melihat Aktifitas Komunitas Sepeda Onthel di Palembang, Hobi yang Melestarikan dan Menjaga Sejarah

 Wujud Kepedulian Kepada Masyarakat, Koramil 404-04/ Gunung Megang Santuni Korban Kebakaran

 Terlihat di Video, Keberadaan Luna Maya di Hotel Tempat Nginap Ryochin Disorot, Ada Penampakan Kaki!

5. Letjen S. Parman

-- Luka tembak masuk: 1 di dahi kanan, 1 di tepi lekuk mata kanan, 1 di kelopak atas mata kiri, 1 di pantat kiri, 1 paha kanan depan.

-- Luka tembak keluar: 1 di tulang ubun-ubun kiri, 1 di perut kiri, 1 di paha kanan belakang.

-- Luka tidak teratur: 2 di belakang daun telinga kiri, 1 di kepala belakang, 1 di tungkai kiri bawah bagian luar, 1 di tulang kering kiri.

-- kekerasan tumpul: tulang rahang atas dan bawah.

6. Letjen D.I Panjaitan

-- Luka tembak masuk: 1 di alis kanan, 1 di kepala atas kanan, 1 di kepala kanan belakang, 1 di kepala belakang kiri.

-- Luka tembak keluar: 1 di pangkal telinga kiri.

-- Kondisi lain: punggung tangan kiri terdapat luka iris.

Luka iris ini tentu menyeramkan. Tetapi, tidak dijelaskan apa luka itu diiris menggunakan silet atau senjata tajam lainnya.

7. Kapten Anumerta Pierre Tendean

-- Luka tembak masuk: 1 di leher belakang sebelah kiri, 2 di punggung kanan, 1 di pinggul kanan.

-- Luka tembak keluar: 2 di dada kanan.

-- Luka tidak teratur: 1 di kepala kanan, 1 di tulang ubun-ubun kiri, 1 di puncak kepala.

-- Kondisi lain: lecet di dahi dan pangkal dua jari tangan kiri.

Kematian 7 Perwira Korban G30S / PKI di Lubang Buaya

Ada sejarah kelam bagi bangsa Indonesia yang terjadi pada penghujung September sekitar 54 tahun silam.

Peristiwa pengkhianatan oleh Partai Komunis Indonesia ( PKI ) yang menyasar perwira-perwira TNI pada 30 September 1965 ( G30S ) menjadi peristiwa yang memilukan.

Sejumlah jenderal TNI itu diculik, dibawa paksa ke daerah Lubang Buaya, Jakarta Timur.

Di sana para jenderal tewas di tangan PKI, dan mayat mereka dimasukkan dalam sumur tua.

Setelah mayat mereka ditemukan, dokter yang mengotopsi jenazah para korban G30S/ PKI sempat memberikan pengakuan.

Menurut dokter tersebut, kondisi jenazah tak seperti yang diberitakan di media massa.

Dalam buku "Soeharto, Bagaimana Ia Bisa Melanggengkan Kekuasaan Selama 32 Tahun?" karangan Peter Kasenda disebutkan, beberapa jam setelah pengangkatan jenazah para korban G30S di Lubang Buaya, Soeharto mengeluarkan perintah pembentukan tim forensik.

Tim tersebut terdiri dari Brigjen dr Roebiono Kertopati, dan Kolonel dr Frans Pattiasina.

Selain itu, juga masih ada tiga ahli forensik sipil dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Prof Dr Sutomo Tjokronegoro, dr Laiuw Yan Siang, dan dr Liem Joe Thay.

"Tim itu bekerja secara maraton sejak pukul 16.30 hingga 00.30 WIB di Ruang Otopsi RSPAD Gatot Soebroto," tulis Peter.

Ternyata hasil otopsi mereka berbeda jauh dengan pernyataan Soeharto.

"Tim forensik sama sekali tak menemukan bekas siksaan di tubuh korban sebelum mereka dibunuh," tulis Peter.

Namun, saat itu media sudah gencar memberitakan para korban disiksa.

Seorang dokter yang juga ikut dalam tim otopsi, Prof Dr Arif Budianto atau Liem Joe Thay mengatakan, kondisi jenazah para jenderal itu tidak seperti diberitakan oleh media massa.

G30S/PKI" data-src="https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/700x465/photo/2019/09/17/786306226.jpg" data-loaded="true" />

"Kami memeriksa penis-penis korban dengan teliti."

"Jangankan terpotong, bahkan luka iris saja juga sama sekali tidak ada."

"Kami periksa benar itu, dan saya berani berkata itu benar. Itu faktanya," ujar Arif seperti yang dikutip dalam buku tersebut.

Seorang akademisi, Benedict Anderson juga menemukan dokumen berisi laporan yang disusun oleh tim forensik.

Mereka telah memeriksa jenazah enam orang jenderal, dan seorang perwira muda.

"Ternyata laporan tersebut berseberangan dengan pernyataan Soeharto sendiri," tulis Anderson dalam buku Tentang Matinya Para Jenderal.

7 korban keganasan G30S/PKI 

Selembar nota yang disebut Soekarno mencekam

Pasca peristiwa G30S/ PKI, situasi politik, khususnya di Jakarta pun semakin memanas.

Para mahasiswa yang tergabung dalam KAMI pun melakukan aksi, dan mendesak pemerintahan Soekarno membubarkan PKI.

Dalam buku "Soeharto, Bagaimana Ia Bisa Melanggengkan Kekuasaan Selama 32 Tahun?", karangan Peter Kasenda, Presiden Soekarno mengeluarkan Keputusan Presiden No 41/Kogam/1966 yang berisi pembubaran KAMI.

Namun, hal itu tak menyurutkan desakan para mahasiswa.

Oleh karena itu, Soekarno pun memaksa mengadakan sidang kabinet untuk membicarakan tuntutan mahasiswa, pada 11 Maret 1966.

Saat itu semua menteri datang, walaupun ada gangguan karena mahasiswa kembali demo, dan mengempiskan ban-ban mobil di sekitar istana.

"Yang secara mencolok adalah ketidakhadiran Soeharto yang dikatakan sakit tenggorokan ringan,"tulis Peter.

Peter melanjutkan, berdasarkan sebuah sumber, Soekarno sebenarnya telah diberitahu Duta Besar untuk Ethiopia yang baru saja pulang ke Jakarta, Brigjen Suadi semalam sebelumnya, bahwa pasukan-pasukan RPKAD berusaha menyergap istana.

Mendapatkan informasi itu, Soekarno pun menghubungi Panglima KKO Hartono yang mengulangi jaminannya, KKO siap menghadapi RPKAD.

Sementara saat Soekarno berpidato, satu di antara ajudannya menyela, dan menyerahkan selembar nota.

Setelah membacanya, Soekarno mengumumkan sesuatu yang amat penting telah mencekam dirinya, dan bermaksud meninggalkan tersebut sebentar.

Dua pejabat lainnya saat itu, Soebandrio dan Chaerul Saleh juga mengetahui isi nota itu.

Begitu tahu isi nota tersebut, mereka juga pergi meninggalkan sidang.

"Nota itu berisi informasi sekelompok pasukan tak dikenal yang menanggalkan segala tanda pengenal mereka sehingga identitasnya tak diketahui, telah menduduki posisi mengepung istana," tulis Peter.

Menurut Peter, awalnya nota itu ditujukan kepada Pangdam Jaya, Amir Machmud.

Lalu, ia mengatakan tak apa-apa.

Belakangan, diketahui Soekarno meninggalkan sidang kabinet, dan menuju Istana Bogor.

Di sana Soekarno bertemu sejumlah pejabat, hingga menghasilkan Surat Perintah 11 Maret, atau yang biasa dikenal Supersemar. (*)

(TribunManado/Tribunnews)

Sumber: Sriwijaya Post
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved