Buat Kurikulum Darurat Covid-19, Pengamatan Pendidikan Sebut Membangun SDM Tak Sama Dengan Aplikasi
Dirinya lantas membandingkan bahwa cara membangun sumber daya manusia (SDM) tidak semudah membangun sebuah aplikasi.
SRIPOKU.COM -- Pengamat Pendidikan Indra Charismiadji memberikan sorotan kepada pemerintah, khususnya Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Nadiem Makarim.
Sorotan tersebut ditujukkan untuk kurikulum darurat yang belum lama ini dikeluarkan oleh Kemendikbud dalam menyikapi kondisi pandemi Covid-19.
Dilansir TribunWow.com, kurikulum tersebut memiliki tujuan yakni meringankan pembelajaran di tengah pandemi, khususnya untuk sekolah yang melakukan pembelajan jarak jauh (PJJ) atau online.

• Mengenal Calon Wakil Presiden Amerika Serikat Tammy Duckworth, Pernah Menempuh Pendidikan di Jakarta
• Terekam CCTV Aksi Nyeleneh Maling Tanpa Celana, Barang Ini yang Hilang Hingga Gini Komentar Warganet
• Gadis Asal Prabumulih Ini Jadi Duta Pepelingasih Sumsel, Ini yang Dilakukannya untuk Lingkungan
Oleh karenanya dalam kurikulum darurat tersebut berisikan adanya penyederhanaan pada kompetisi dasar (KD).
Namun menurut Indra, kebijakan baru dari Kemendikbud berupa kurikulum darurat itu tidak sepenuhnya benar.
Dirinya lantas membandingkan bahwa cara membangun sumber daya manusia (SDM) tidak semudah membangun sebuah aplikasi.
"Sepertinya yang bertugas untuk ngurus pembangunan SDM ini tidak memahami bagaimana cara membangun SDM," ujar Indra, dikutip dalam acara Apa Kabar Indonesia Pagi, Minggu (9/8/2020).
"Membangun SDM itu sangat berbeda dengan membangun aplikasi," katanya.
Namun menurutnya, diperlukan pula yang namanya bimbingan.
Maka dari itu, bentuk bimbingannya pun akan berbeda, antara pembelajaran konvensional atau tatap muka langsung dengan pembalajaran jarak jauh (PJJ) atau online.
"Kalau mau bangun aplikasi cukup dikasih algoritma atau kasih perintah, itu bisa berjalan," terang Indra.
"Tapi membangun manusia tidak seperti itu, justru para guru kita ini harus dibimbing, bagaimana sih menjalankan proses PJJ, karena pedagogiknya sangat berbeda," sambungnya.
"Pedagogik konvensional hanya mengenal sinkronik, sedangkan PJJ itu harus gabungan antara sinkronis dan ansinkronis," jelasnya Indra.
Sementara itu terkait kurikulum darurat, dirinya mengatakan bahwa tidak ada proses pembelajaran yang dilakukan secara instan, termasuk dengan melakukan penyederhana pada kompetensi dasar.
"Kurikulum yang kemarin yang sudah 7 tahun dilatih saja, pelajarnya masih belum beres kok, terus ini mau berharap tiba-tiba kurikulumnya disederhanakan, terus langsung menjadi obat instan kalau pendidikan kita akan dibenahi, enggak bisa seperti itu," terangnya.