Kisah Anak Seorang Nelayan yang Tak Punya Handphone, Datang ke Sekolah, Belajar Sendirian di Kelas

Semangat Dimas Ibnu Alias, siswa kelas VII Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri I Rembang, Jawa Tengah dalam menuntut ilmu patut diapresiasi.

Editor: Welly Hadinata
IST
Dimas Ibnu Alias, siswa kelas VII Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri I Rembang, Jawa Tengah saat masuk sekolah, Kamis (23/7/2020). DOKUMEN SMPN I REMBANG via Kompas.com 

SRIPOKU.COM - Semangat Dimas Ibnu Alias, siswa kelas VII Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri I Rembang, Jawa Tengah dalam menuntut ilmu patut diapresiasi. 

Tak seberuntung mayoritas pelajar pada umumnya yang bisa mulus mengikuti sistem pembelajaran online selama pandemi Covid-19, Dimas harus bersekolah tatap muka dengan gurunya akibat tak memiliki smartphone.

Pelajar berusia 13 tahun tersebut sejak Rabu (22/7/2020) sudah mulai aktif mengikuti kegiatan belajar mengajar di sekolah dengan gurunya.

Dimas menjadi satu-satunya murid yang masuk sekolah lantaran orang tuanya tak mampu membeli handphone sebagai akses belajar daring.

Dia mengesampingkan rasa malu dan canggung meski di dalam ruang kelas hanya seorang yang duduk di bangku mencermati materi pembelajaran dari gurunya.

Dimas pun tidak kecewa meski siswa-siswi lainnya masih belajar online di rumah karena terfasilitasi handphone.

Dimas menyadari, hidup di lingkungan serba terbatas.

Kantong orangtuanya tak akan akan cukup jika dipaksakan untuk membeli handphone, sementara mereka butuh makan dan sebagainya.

Ayah Dimas, Didik Suroso, adalah nelayan kecil. Sementara Ibu Dimas, Asiatun bekerja sebagai buruh pengupas rajungan. 

Dimas setiap pagi berangkat sekolah diantar ibundanya dengan dibonceng sepeda onthel dari rumahnya di Desa Pantiharjo, Kecamatan Kaliori, Rembang.

Jarak tempuh dari rumahnya menuju SMPN I Rembang sekitar 700 meter.

Kepala SMPN I Rembang Isti Chomawati mengatakan, Dimas merupakan satu-satunya muridnya yang terganjal sistem pembelajaran online selama pandemi Covid-19 akibat tak memiliki handphone.

Setelah melalui berbagai pertimbangan, pihak sekolah akhirnya memberikan kebijakan khusus dengan mempersilakan Dimas untuk mengikuti kegiatan belajar mengajar di sekolah meski seorang diri.

Tak hanya Dimas, SMPN I Rembang juga mempersilakan siswa-siswi lainnya yang tidak memiliki ponsel pintar untuk belajar di sekolah.   

"Kami memaklumi. Mungkin beras jauh lebih dibutuhkan keluarga Dimas ketimbang membeli handphone hingga kuota. Dimas berangkat sekolah jam tujuh pagi.

Ada tiga mata pelajaran dalam sehari dengan guru yang berbeda. Sementara hanya Dimas, untuk siswa-siswi lainnya belajar online," ungkap Isti saat dihubungi Kompas.com melalui ponsel, Jumat (24/7/2020).

Dijelaskan Isti, meskipun hanya Dimas yang mengikuti pembelajaran di kelas, tapi proses belajar mengajar dengan tatap muka tersebut tetap diwajibkan mengikuti protokol kesehatan terkait Covid-19.

"Pastinya kegiatan belajar mengajar tetap mengikuti protokol kesehatan Covid-19," kata Isti.

Menurut Isti, pihaknya akan berupaya mengajukan usulan bantuan beasiswa untuk Dimas kepada Dinas Pendidikan Kabupaten Rembang.

"Kami akan koordinasikan terkait nasib Dimas ini dengan Dinas Pendidikan," sebut Isti.

Protes para orangtua wali murid yang anaknya gagal masuk sekolah negeri karena peraturan baru.

Sistem PPBB baru yang dicanangkan pemerintah tampaknya justru menyulitkan para orangtua.

Tka sedikit, masyarakat kelas menengah ke bawah yang mengaku keberatan dengan sistem PPDB yang sekarang.

Mobil Kepala Dinas Pendidikan Padang, Sumatera Barat, Habibul Fuadi dicegat oleh wali murid yang mayoritas merupakan ibu-ibu di Kantor DPRD Padang, Selasa (7/7/2020).

Pencegatan mobil kepala dinas itu dipicu lantaran mereka tak terima anaknya tidak lolos dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) sekolah menengah pertama (SMP) negeri di wilayah itu.

"Agiah (beri) jawaban, Pak Kadis," teriak para ibu.

Ratusan orangtua geruduk DPRD Padang

Mereka menunggu hasil pertemuan antara DPRD dan Dinas Pendidikan Padang, serta menyampaikan aspirasi mengenai PPDB.

Rupanya ada beberapa wali murid yang hadir, anak mereka tak lolos dalam PPDB SMP.

Mereka pun lalu mengejar mobil Kepala Dinas Pendidikan Habibul Fuadi saat hendak meninggalkan gedung DPRD Padang.

Orangtua yang mayoritas para ibu tersebut juga mendesak Habibul memberikan jawaban atas protes mereka.

Ketika mengejar mobil, sejumlah petugas Satpol PP Padang berusaha menghalang-halangi para orangtua.

Salah satu wali murid adalah Yeni (48).

Dia protes karena tak bisa menyekolahkan anaknya di sekolah negeri.

Padahal, dia tidak mampu jika menyekolahkan anaknya di sekolah swasta.

"Mana sanggup bayar sekolah swasta. Kondisi sekarang sudah susah. Untuk makan saja sudah susah, mana ada bayar uang sekolah swasta," kata Yeni.

Kapasitas SMP tak cukup

 Habibul angkat bicara terkait protes para orangtua murid.

Dia menjawab bahwa jumlah SMP di Padang tidak sebanding dengan jumlah lulusan SD.

Tentu sekolah negeri tidak mampu menampung seluruhnya.

"Hanya 60 persen yang bisa diterima di SMP negeri. Sisanya tentu bisa di swasta atau MTs," jelas Habibul.

Adapun jumlah lulusan SD di Kota Padang ada 15.836 orang, sedangkan SMP negeri hanya berkapasitas 8.697 siswa.

"Kita minta orangtua paham bahwa SMP negeri tidak mampu menampung semua lulusan SD. Hanya mampu 60 persen dari lulusan SD," jelas Habibul. (Kompas.com/ Kontributor Grobogan, Puthut Dwi Putranto Nugroho/ Teuku Muhammad Valdy Arief/ Kontributor Padang, Perdana Putra) 

Artikel ini telah tayang di Tribunmataram.com dengan judul Kisah Dimas, Siswa SMP yang Datang ke Sekolah Sendirian Demi Belajar karena Tak Memiliki Handphone, https://mataram.tribunnews.com/2020/07/25/kisah-dimas-siswa-smp-yang-datang-ke-sekolah-sendirian-demi-belajar-karena-tak-memiliki-handphone?page=all.

Sumber: Tribun Mataram
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved