Mahfud MD Ungkap Usaha Menkumham Tangkap Pembobol BNI Yang Buron Selama 17 Tahun, Ada Upaya Suap
Permintaan ekstradisi Maria Pauline Lumowa pembobol BNI senilai Rp 1,7 triliun ini berbuah manis setelah 17 tahun.
"Berterima kasih kepada Bapak Menkumham, bekerja dalam senyap, tidak ada yang tahu."
"Tidak ada yang mendengar, karena memang harus bekerja secara hati-hati," kata Mahfud, sebagaimana dikutip Tribunnews.com dari Kompas.com.
Mahfud mengungkapkan, aparat penegak hukum Indonesia telah berusaha mengejar Maria sejak ia pergi dari Indonesia.
Namun, pada setahun terakhir ini, Yasonna melakukan komunikasi secara diam-diam dengan Pemerintah Serbia dalam rangka memulangkan Maria ke Indonesia.
"Sehingga pada akhirnya tadi malam atau kemarin sudah diserahkan secara resmi melalui proses kerja sama hukum," terangnya.
Sebagai informasi, Maria Pauline Lumowa merupakan satu di antara tersangka pelaku pembobolan kas Bank BNI cabang Kebayoran Baru senilai Rp 1,7 triliun lewat letter of credit (L/C) fiktif.
Kasus tersebut berawal pada periode Oktober 2002 hingga Juli 2003.
Saat itu, Bank BNI mengucurkan pinjaman senilai 136 juta dolar Amerika Serikat (AS) dan 56 juta Euro atau sama dengan Rp 1,7 triliun dengan kurs ketika itu kepada PT Gramarindo Group yang dimiliki Maria Pauline Lumowa dan Adrian Waworuntu.
Aksi PT Gramarindo Group diduga mendapat bantuan dari 'orang dalam'.
Pasalnya, BNI tetap menyetujui jaminan L/C dari Dubai Bank Kenya Ltd, Rosbank Switzerland, Middle East Bank Kenya Ltd, dan The Wall Street Banking Corp yang bukan merupakan bank korespondensi Bank BNI.
Kemudian, pada Juni 2003, pihak BNI yang curiga dengan transaksi keuangan PT Gramarindo Group mulai melakukan penyelidikan.
Dari hasil penyelidikan diketahui perusahaan tersebut tak pernah melakukan ekspor.
Dugaan L/C fiktif ini kemudian dilaporkan ke Mabes Polri.
Akan tetapi, Maria sudah lebih dahulu terbang ke Singapura pada September 2003.
Belakangan diketahui, Maria sudah menjadi Warga Negara Belanda.
(Tribunnews.com/Nanda Lusiana, Kompas.com/Ardito Ramadhan/Achmad Nasrudin Yahya)