Lama tak Digerakkan, Jam Kiamat Kini Hanya Tersisa 100 Detik Menuju Petaka, Terakhir Sebelum Corona
Jam kiamat ini dipublikasikan sebagai penelitian tentang "ancaman eksistensial buatan manusia seperti perang nuklir
Jika jarum panjang jam bergerak semakin dekat dengan angka 12, maka bumi berada dalam keadaan genting menuju kehancuran.
Rachel Bronson, Presiden dan CEO di Bulletin, mengatakan: "Kondisi nuklir dan iklim semakin memburuk. Ini akan menjadi hak istimewa dan kesenangan apabila kita menggerakkan jarum jam ke arah mundur, tapi sayangnya itu tidak terjadi." Ungkapnya, dikutip dari Mirror, Sabtu (25/1/2020).
Bulletin menempatkan 'kelambanan para pemimpin internasional', dan juga 'kegiatan kontraproduktif' mereka, mempengaruhi rusaknya lingkungan.
Ini menjelaskan: "Mengingat tidak adanya tindakan, dan dalam banyak kasus muncul tindakan kontraproduktif dari para pemimpin internasional, anggota Dewan Sains dan Keamanan dipaksa untuk menyatakan keadaan darurat yang membutuhkan perhatian segera, terfokus, dan tak henti-hentinya dari seluruh dunia,"
"Jarum jam ini menunjukkan100 detik hingga tengah malam. Sementara ia akan terus berdetak. Diperlukan tindakan segera." Lanjutnya.
Ilmuwan khawatir bahwa kita memasuki era yang tidak stabil, dimana lebih banyak negara bagian memiliki nuklir dan cenderung menggunakannya.
Jam Kiamat tidak bergerak pada 2019, dan terakhir digerakkan pada Januari 2018.
Pada saat itu, jam bergerak 30 detik, menjadi dua menit sebelum tengah malam, jarak yang paling dekat dengan kiamat sejak 1953.
Namun pada tahun 2020, jam ini kembali digerakkan maju 20 detik, menyisakan 100 detik menuju 'tengah malam', meningkatkan kewaspadaan akan kehancuran dunia.
Pergerakan jarum jam kiamat menuju tengah malam.
Ketika pertama kali diciptakan, bahaya terbesar bagi kemanusiaan datang dari senjata nuklir, terutama dari prospek perlombaan senjata nuklir antara AS dan Uni Soviet.
Namun, pada 2007, gangguan katastropik dari perubahan iklim juga mulai dipertimbangkan oleh Buletin Ilmuwan Atom.
Pada hari-hari awal, Eugene Rabinowitch, Editor Buletin Ilmuwan Atom memutuskan tentang kapan jarum jam harus dipindahkan.
Namun, ketika Rabinowitch meninggal pada tahun 1973, Dewan Sains dan Keamanan Bulletin mengambil alih tanggung jawab, dan sejak itu, mereka bertemu dua kali setahun untuk membahas apakah jam tersebut perlu disetel ulang.
Dewan ini terdiri dari ilmuwan dan ahli lainnya dengan berbagai pengetahuan dalam teknologi nuklir dan ilmu iklim.
Melansir dari The Guardian, Mary Robinson, ketua kelompok independen pemimpin global bernama The Elders, dan mantan presiden Irlandia dan mantan komisaris tinggi hak asasi manusia PBB mengatakan, “Dunia harus bangun. Planet kita menghadapi dua ancaman eksistensial simultan,"