Banyak Masyarakat Stres dan Terkekang, Pemerintah Kaji Relaksasi PSBB

Sejumlah pertimbangan terkait relaksasi PSBB antara lain keluhan masyarakat yang kesulitan mencari nafkah dan belanja, sebab mobilitas dibatasi

Editor: Soegeng Haryadi
ISTIMEWA
Ilustrasi 

“Itu (pelonggaran) pemda yang bikin, yang dilonggarkan kan itu, jam berapa toko buka, jam berapa toko tutup. Itu kan perda yang atur bukan global,” imbuhnya.

Terpisah, Ketua MPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) meminta pemerintah tidak terburu-buru menerapkan relaksasi PSBB itu.

“Memang benar semua orang merasakan tidak nyaman karena terus berdiam di rumah. Namun, demi kesehatan dan keselamatan banyak orang, relaksasi PSBB hendaknya tidak perlu terburu-buru. Sebelum kecepatan penularan COVID-19 bisa dikendalikan dengan pembatasan sosial, relaksasi PSBB sebaiknya jangan dulu dilakukan,” ungkap Bamsoet, Minggu (3/4).

Mantan Ketua DPR RI ini menilai kecepatan penularan virus Corona belum bisa dikendalikan sehingga relaksasi PSBB bukan langkah yang tepat. Bamsoet mengingatkan, hingga 2 Mei kemarin pasien positif Corona penambahannya masih cukup tinggi dengan 292 pasien hari itu.

“Terbanyak di Jakarta dengan 4.397 pasien. Sedangkan Jawa Barat dan Jawa Timur di urutan berikutnya masing-masing mencatatkan jumlah 1.000 pasien lebih,” tuturnya.

Untuk itu, Bamsoet menganggap PSBB masih harus konsisten dilakukan. Apalagi Jakarta merupakan episentrum penyebaran virus Corona. Hal yang sama berlaku untuk beberapa daerah zona merah. (tribun network/git/den/dod/dtk)

Sumber: Sriwijaya Post
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved