Sunyi di Tempat Yang Ramai

Manusia yang hidup di dunia ini pada umumnya bekerja membanting tulang bertujuan untuk mencari kehidupan yang baik dan layak.

Editor: Salman Rasyidin
Drs. HM. Daud Rusjdi AW 

Sunyi Di Tempat Yang Ramai 

Oleh : Drs. HM. Daud Rusjdi AW

Penulis Da’i Bid Tadwin/Pengurus Masjid Al Qodr 5 Ulu.

Manusia yang hidup di dunia ini pada umumnya bekerja membanting tulang bertujuan untuk mencari kehidupan yang baik dan layak.

Terkadang untuk mencapai kehiduan yang layak tersebut tidak mengindahkan kaidah halal atau haram.

Bagi rakyat kebanyakan terbetik istilah antar mereka, “untuk mencariyangharamsaja susah, apalagi untuk mencari yang halal”.

Oleh se­bab itu, sekarang banyak yangberprinsip,yang penting kehidupannya dapat berjalan dengan baik dan penuh berkecukupan.

Di era penegakan hukum yang dirasakan masih lemah saat ini, berbagai penyimpangan sudah merajalela.

Seolah peraturan yang sudah ditetapka dan berlaku selama ini, yang bertujuan untuk membedakan antara yangbenar dengan yang salah, tersamar begitu saja dan tanpa diindahkan.

Banyak bukti yang dapat kita lihat dan dengar, walaupun undang-undang korupsi yang di­ge­lontorkan yang bertujuan meredam terjadinya korupsi, namun malah tambah menjamur.

Seperti,banyak pejabat yang tertangkap tangan oleh KPK –dengan istilah OTT (oprasi Tangkap Tangan).

Mereka seolah tidak mengambil pelajaran dari mereka-mereka yang telah lebih dahulu tertangkap karena didugadan tertbukti melakukan korupsi.

Memang, dengan hasil korupsi yang mereka lakukan akan merasa kenikmatan kehidupan ini.

Padahal menurut Rasulullah SAW, hanya ada dua kenikmatan yang dapat dirasakan oleh hamba Allah.

Dan itupun sekarang sering dilupakan.

Pertama, nikmat kesehatan.

Nikmat ini masih menurut Rasulullah SAW sangat penting, oleh sebab itu harus dijaga dengan telaten.

Sebab, dengan sehat, disamping makan tetap bernafsu walaupun hanya dengan kerupuk.

Dengan sehat semua kegiatan dapat dilaksanakan, tidur nyenyak dan tidak perlu memikirkan biaya untuk datang ke Rumah Sakit.

Tetapi sebaliknya apabila badan tidak sehat, maka nafsu makan akan berkurang bahkan hilang, walaupun disuguhi dengan berbagai macam jenis makanan enak dan lezat. Ditambah lagi kesempatan untuk beraktivitas terhambat.

Kedua, kenikmatan kesempatan waktu luang. (HR. Bukhori).

Rupa-rupanya kesempatan yang ke­dua yang menurut Rasulullah SAW yang sering dilupakan, tetapi sekarang tidak pernah dilupakan oleh hamba Allah yang disebut manusia.

Buktinya, banyak pejabat yang mempergnakan ke­sem­patan ini.

Karena kesempatan waktu ditambah dengan dapatnya mempergunakan pengaruh jabatan yang tengah disandang, maka lancarlah segala urusan.

Dengan begitu kehidupan mereka penuh oleh berbagai kenikmatan hidup.

Sebenarnya untuk memperoleh kenikmatan hidup yang diridhoi Allah SWT, menurut beberapa hadits Rasulullah SAW, setidaknya ada beberapa hal utama (sikap) yang perlu dimiliki oleh seseorang.

Pertama. Selalu melihat dan merenungi aibnya diri sendiri.

Dengan begitu kita akan terhindar dari per­bu­at­an yang dibenci Allah.

Tentunya mereka yang sadar dengan perbuatan aibnya, akan berpikir seribu kali untuk mengulanginya kembali.

Demikian juga dengan bercermin kepada aib orang lain, kita akan sadar, sehingga tidak termasuk atau terseret untuk mengikuti aib seperti orang lain.

Kedua, Suci hati dan berakhlak.

Hati yang suci, bersih dan berakhlak yang baik merupakan dua komponen yang menentukan keberhasilan seseorang karena tidak bermasalah dalam kehidupan.

Kesucian dan kebersihan hati dari sifat-sifat tercela, membawa manusia ke dalam kehidupan yang tenang dan tenteram, walau bagaimanapun aral rintangan serta penderitaan yang ditemui.

Akhlak yang baik dapat menundukkan sifat dan sikap orang lain yang kejam dan bengis.

Alangkan nikmatnya hidup, karena tidak dikejar rasa was-was akibat kesalahan yang dilakukan. Firman Allah dalam Al Quran menyebut :”Sesungguhnya akan beruntunglah orang-orang yang suci, bersih hati dan berakhlak”.

Orang-orang yang bersih hatinya merasa takut untuk berbuat yang menyalahi ketentuan yang dikehendaki Allah, karena mereka sadar apabila menyimpang, maka Allah akan menetapkan dosa kepadanya.

Ketiga, memerangi hawa nafsu.

Apabila berbicara tentang hawa nafsu, tentunya tidak akan habis-habisnya.

Sebab yang namanya manusia, sangat banyak keinginannya.

Dalam hadits Rasulullah SAW dikatakan bahwa ’perang yang lain yang sangat dahsyat dan paling besar adalah memerangi hawa nafsu.

Mereka yang besar hawa nafsu biasanya untuk memenuhi hasrat nafsunya melalui jalan pintas.

Kalau ia seorang pejabat, dia akan memanfaatkan jabatan, kalau ia seorang pedagang kecil akan memanfaatkan timbangan barangnya, kalau ia penjaga gudang akan memanfaatkan isi gudangnya dan lain sebagainya.

Orang-orang yang besar nafsu menimbun kekayaan, biasanya bekerja sikut kanan kiri.

Mereka tidak perduli dengan orang lain yang mungkin tersinggung karena ulahnya.

Mereka tidak perduli a­pakah yang diambilnya sebenarnya milik orang lain.

Karena ulah yang demikianlah akhirnya me­reka akan dijauhi oleh orang lain bahkan teman-temannya.

Akibat semua menjauhinya, dia akan sunyi walaupun dia berada ditempat yang ramai.

Karena tidak ada lagi yang peduli ke­pa­danya.

Demikian pula halnya para pejabat atau penguasa termasuk mereka yang kaya, karena jabatannya, karena kuasanya, karena keberadaan kayanya mereka akan dijauhi setelah mereka tidak lagi menjabat, mereka tidak lagi berkuasa dan mereka tidak lagi berada(kaya).

Disitu pula akhirnya mereka menjadi sepi walaupun mereka ditempat majelis yang ramai karena tidak diperdulikan.

Hal ini bukan tidak mungkin tejadi, karena dimasa jayanya mereka acuh dan sombong terhadap semua orang.

Mereka yang menjabat, mereka yang berkuasa, mereka yang kaya dimasanya, biasanya banyak yang angkuh dan sombong.

Orang lain dianggapnya tidak ada arti sama sekali.

Seharusnya mereka yang menjabat dan mereka yang berkuasa, mengayomi semua orang.

Kemudian bagi me­re­ka yang memilik harta yang cukup, menurut ajaran Islam diwajibkan untuk berbagi kebahagiaan kepada saudaranya yang membutuhkan, agar tidak bertebarannya berbagai bentuk ketimpangan dalam kehidupan bermasyarakat, sehingga tidak menimbulkan berbagai penyakit masyarakat.

Penyakitnya Masyarakat.

Timbulnya penyakit masyarakat yang bersarang dalam kehidupan masyarakat antara lain di­se­bab­kan tiga besar penyebab yang merupakan wabah yang cepat sekali menjalar.

Pertama, keyakinan ma­nusia terhadap Tuhan sudah begitu menipis, dengan kata lain rasa ketauhidan seseorang memudar.

Tatkala rasa ini memudar, keyakinan keberadaan Tuhan bahkan diragukan, maka dikala itulah manusia tidak lagi memiliki rasa takut dan bersalah.

Mereka akan masuk dan menyesuaikan diri ke dalam semua lini.

Misalnya saja dikalangan Ulama’, maka ia akan berpura-pura warak sementara didalam suasana yang lain dia mungkar dengan apa yang ia katakan.

Tidak perlu dipungkiri lagi bahwa kebungonan seseorang saat ini sudah tidak langka lagi, bahkan ba­nyak dapat ditemui didalam lapisan masyarakat manapun.

Tujuannya tidak lain karena dengan niat ingin mengejar berbagai keuntungan duniawi.

Kedua, yang lebih parah tidak yakin lagi adanya hari dan kehidupan selain dunia ini.

Mereka tidak percaya apabila nanti setelah meninggal dunia ada kehidupan lain yaitu akhirat.

Akibatnya me­reka berlomba lomba mengejar keberhasilan dalam hidupnya. Ketika itulahmaka kehidupan a­khirat tidak lagi menjadi idaman atau cita-citanya, dan akhirnya bekal untuk menuju akhirat menjadi terlupakan sama sekali.

Kalau telah demikian, sangat disayangkan sebuah kehidupan di dunia ini disia-siakan.

Di dunia karena lengket dengan kesombongan, karena memelihara kikir yang kedekut, mengidap penyakit harus menang dan benar sediri, akhirnya dijauhi semua orang.

Inilah yang dinamakan Sunyi ditempat yang ramai.

Sumber: Sriwijaya Post
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved