Buya Menjawab
Pengertian Bidah
Ustadz itu bilang "Rasulullah Muhammad Saw. menyatakan; KULLU BID’ATIN DOLALAH, WAKULLU DOLALATIN FINNAAR. Artinya setiap bid’ah itu sesat, setiap
SRIPOKU.COM Assalamu’alaikum.Wr.Wb.
BUYA, saya buka YouTube, Ustadz itu bilang "Rasulullah Muhammad Saw. menyatakan; KULLU BID’ATIN DOLALAH, WAKULLU DOLALATIN FINNAAR. Artinya setiap bid’ah itu sesat, setiap yang sesat itu di neraka.” Ustadz itu menjelaskan tidak ada bid’ah yang tidak sesat, karena Rasulullah menggunakan kata “KULLU”. Apa memang begitu buya. Mohon penjelasan.
Terimakasih. 0812780XXXX
• Kerugian Bagi yang Datang Sholat Jumat Sesudah Khutbah Dimulai Serta Bacaan dan Niat Sholat Jumat
• Imam Salat Lupa Tasyahhud Awwal
Jawab:
Waalaikumussalam. Setelah membahas surat Al Ambiya dan Al Rachman dapat diambil pemahaman bahwa kata KULLU/KULLA TIDAK BERARTI SELURUHNYA TAPI ADA PENGECUALIAN. BID'AH DALAM PANDANGAN AHLUSSUNNAH WAL-JAMA'AH.
A. Pengertian Bid'ah
Akhir-akhir ini begitu mudah orang-orang tertentu melontarkan tuduhan kepada sekelompok komunitas Islam melakukan amalan-amalan "bid'ah" melalui tulisan dan disebarkan secara intensif melalui YouTube, sehingga akan merusak kerukunan antar ummat Islam. Atas semua itu dipandang perlu membahas permasalahan yang sensitif ini.
Memang kata bid'ah bersumber dari sabda Rasulullah SAW. sebagai berikut yang artinya, "Dari Abdullah bin Mas'ud, sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda, "Ingatlah, berhati-hatilah kalian, jangan sampai membuat hal-hal yang baru (yang bertentangan dengan ajaran syara'). Karena perkara yang paling jelek adalah membuat-buat hal baru dalam masalah agama. Dan setiap perbuatan yang baru dibuat itu adalah bid'ah. Dan sesungguhnya semua bid'ah itu adalah sesat". (Sunan Ibn Majah, 45).
Dalam hadits tersebut, Nabi Muhammad Saw. Menggunakan kata kullu, yang secara tekstual berarti seluruh atau semua. Namun sebenarnya dalam qaidah bahasa Arab ternyata tidak setiap kata kullu mencakup keseluruhan atau semua, tetapi ada pengecualian atau istitsna'/exception. Misalnya dalam surah al-Anbiya' ayat 30 menggunakan lafaz kulla,
WAJA’ALNA MINAL MAAI KULLA SYAI IN HAY.
Artinya: "Dan Kami jadikan segala sesuatu yang hidup itu dari air" (QS.21.al-Anbiya':\30)
Walaupun ayat ini menggunakan lafaz kullu, namun tidak berarti semua benda yang ada di dunia ini diciptakan dari air. Sebagai buktinya adalah firman Allah SWT. dalam surah al-Rahman, 15 sebagai berikut: WA KHOLAQOL JAANNA MIN MAARIJIMINAAR. Artinya: "Dan Allah SWT. menciptakan jin dari percikan api yang menyala". (QS. 55. al-Rahman: 15).
Dari dua ayat tersebut menunjukkan bahwa kata kullu/kulla tidak mencakup keseluruhan; tidak semua apa yang hidup didunia ini dijadikan dari air, tetapi jin dijadikan oleh Allah SWT. dari percikan api yang menyala. Apabila kata kulla yang digunakan Allah SWT. tidak mencakup keseluruhan karena ada pengecualian, maka begitu pula kata kullu yang digunakan Rasulullah SAW dalam sabda beliau; kullu bid'atin dolalah tidak berarti semua bid'ah sesat. Ada bid'ah yang dibutuhkan keberadaannya sebagai perbuatan wajib, mandub, mubah, dan yang bertentangan dengan syara' sajalah termasuk dalam bid'ah muharromah.
Untuk memberikan pemahaman yang jelas tentang bid'ah, bahwa menurut al-Imam Abu Muhammad 'Izzuddin bin 'Abdissalam yang dikutip Muhyiddin Abdusshomad dari kitab Qawa'id al-Ahkam fii masolihil anaam Juz II hal. 172. yang artinya: "Bid'ah adalah mengerjakan sesuatu yang tidak pernah dikenal (terjadi) pada masa Rasulullah SAW. (Qawaidal-Ahkam fi Mashalih al-Anam, Juz II, hal 172)
B. Pembagian Bid'ah
Dari definisi bid'ah di atas, maka sebagian besar Ulama Ahlu ssunnah wal Jama'ah membagi bid'ah menjadi lima macam;
1. Bid'ah wajibah, adalah bid'ah yang keberadaannya sangat dibutuhkan dalam mewujudkan hal-hal yang diwajibkan oleh syara', contohnya mempelajari ilmu Nahwu, sharaf, Balaghah dan lain-lain. Tanpa ilmu-ilmu tersebut pemahaman terhadap al-Quran dan hadits Nabi Muhammad Saw. tidak sempurna. Contoh lain termasuk mencetak al-Quran untuk sarana pemahaman al-Quran adalah bid'ah yang keberadaannya diperlukan. Dari sisi lain mencetak al-Quran pada hakikatnya bukanlah bid'ah karena berdasarkan Ijma' sahabat, ketika Abu Bakar Assiddiq menjadi Khalifah pertama, Umar bin Khattab mengusulkan supaya al-Quran dihimpun dan diperbanyak karena khawatir kelak al-Quran hilang dari peredaran dikarenakan qori' dan hafiz al-Quran banyak yang syahid di medan perang. Pada awalnya usul tersebut dijawab oleh Abu Bakar Assiddiq: "Bagaimana saya menyetujui sesuatu yang tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah SAW?". Setelah diadakan musyawarah antar sahabat Rasulullah SAW. Akhirnya terdapatlah kesepakatan untuk menyusun dan memperbanyak al-quran dan inilah yang dinamakan ijma' sahabat. Penyusunan al-Quran tersebut selesai setelah masa Usman bin Affan menjadi Khalifah.Dan sekarang di Madinah ada percetakan al-Quranyang diterjemahkan dalam berbagai bahasa.
2. Bid'ah Muharramah, adalah bid'ah yang bertentangan dengan syara', seperti ahmadiyah yang mengakui Mirza Ghulam Ahmad sebagai Nabi selain dari Nabi Muhammad SAW. Selain itu Syi'ah imamiyah yang meyakini ada imam yang ke 12 Muhammad al-Mahdi (Muntazor) yang hilang di gua dekat masjid Samarra Irak dan menurut keyakinan mereka masih hidup, kelak menjelang kiamat akan hadir ke dunia ini untuk menyempurnakan al-Quran yang ada sekarang 1/3 saja, al-quran yang sempurna terpelihara di tangan Al Qaaim (imam ke-12 yang ghaib) begitu menurut ulama syi'ah Al Karmani menjelaskan dalam buku "Ar-Raddu 'ala Hasyim Assyami, halaman 13 cetakan Karman Iran. (M. O. Ba'abdullah, Fatwa dan pendirian Ulama Sunni terhadap aqidah Syi'ah, hal. 31th. 1990.)
3. Bid'ah Mandubah, adalah segala sesuatu yang baik, tetapi tidak pernah dilakukan pada masa Rasulullah Saw. seperti shalat Taraweh berjama'ah di masjid., mendirikan Madrasah dan Pesantren. Walaupun dari sisi lain bahwa shalat berjama'ah Taraweh di masjid berdasarkan ijma'sahabat. Memang Rasulullah Saw. pernah pada suatu malam di bulan Ramadlan melakukan shalat sendirian di masjid, para sahabat tanpa di ajak dan diperintahkan Rasulullah Saw. serta tidak dilarang oleh beliau berbaris menyusun shap dibelakang Rasulullah Saw. begitu pula pada malam berikutnya para sahabat bertambah banyak yang ikut shalat dibelakang beliau. Tetapi malam selanjutnya ketika masjid penuh oleh para sahabat yang menanti Rasulullah Saw untuk shalat malam di bulan Ramadlan tersebut, Rasulullah Saw tidak keluar menemui para sahabat, barulah setelah waktu subuh tiba, Rasulullah Saw keluar ke masjid dan bersabda: "Saya tau kalian tadi malam menunggu saya untuk shalat, tetapi saya sengaja tidak keluar menemui kalian karena saya khawatir kelak shalat malam di bulan Ramadlan ini difardlukan atas kalian".
Perkembangan berikutnya ketika Umar bin Khattab menjadi Khalifah, beliau mengatur shalat Taraweh berjama'ah dimasjid Nabawi yang di imami oleh Ubay bin Ka'ab. Inilah yang kemudian dinyatakan oleh Umar bin Khattab: "Ni'matilbid'atu haazihi". artinya: "Sebaik-baik bid'ah adalah ini (yaitu shalat Taraweh berjama'ah). (Al-Muaththa' hal. 231).
4. Bid'ah Makruhah, adalah menghiasi masjid secara berlebih-lebihan.
5. Bid'ah Mubahah, misalnya berjabat tangan setelah shalat berjama'ah, makan makan yang lezat, walaupun dari sisi lain sesungguhnya pernah terjadi dimasa Rasulullah SAW. Setelah Shalat subuh berjama'ah di Mina para sahabat berebut mencium tangan Rasulullah SAW. dan dijelaskan oleh para sahabat bahwa tangan beliau wangi dan dingin.
C. Bid'ah Menurut Imam Syafi'i
Maka dapat dimaklumi, jika sejak dahulu para ulama membagi bid'ah dalam dua bagian besar.
Sebagaimana Imam Syafi'i ra. menjelaskan yang dikutip dalam kitab Fath al-Bari yang artinya: "Sesuatu yang diada-adakan itu ada dua macam. (Pertama), sesuatu yang baru itu menyalahi al-Quran, Sunnah Nabi Muhammad saw., Atsar sahabat, atau Ijma' ulama. Ini disebut bid'ah dhalal (sesat). Dan (kedua, jika) sesuatu yang baru tersebut termasuk kebajikan yang tidak menyalahi sedikitpun dari hal itu (al-Quran, al-Sunnah dan Ijma'). Maka perbuatan tersebut tergolong perbuatan baru yang tidak dicela". (Fath al-Bari, Juz xvii, hal 10)
Dari keterangan di atas bahwa Imam syafi'i membagi bid'ah menjadi dua;
Pertama, bid'ah hasanah, yaitu yang tidak dilarang dalam agama karena mengandung unsur yang baik dan tidak bertentangan dengan ajaran agama. Termasuk dalam kelompok ini adalah; bid'ah wajibah, mandubah, dan mubahah.Dalam konteks ini maka perkataan Umar bin Khattab ra. Tentang shalat tarawih berjamaah yang beliau selenggarakan di masjid: NI’MATIL BID’ATAN HAAZIHI. Artinya: "Sebaik-baik bid'ah adalah ini (yakni shalat tarawih dengan berjama'ah)". (Al-Muaththa', 231)
Contoh lainnya bid'ah hasanah adalah Khutbah yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, membuka suatu acara yang baik dengan membaca Basmalah yang dikomandoi. Memberi harkat/ Baris dan titik/ nuktoh pada tulisan al quran.
Kedua, bid'ah dlolalah(sayyi'ah), yaitu bid'ah yang mengandung unsur negatif dan dapat merusak ajaran dan norma agama Islam. Bid'ah muharramah, termasuk dalam kelompok yang kedua ini. Inilah yang dimaksud oleh sabda Nabi Muhammad saw. yang artinya: "Dari 'Aisyah ra. Ia berkata: "Sesungguhnya Rasulullah saw. bersabda: "Barang siapa yang melakukan suatu perbuatan yang tiada perintah kami atasnya, maka amal itu ditolak". (Shahih Muslim, 243). (*)
Keterangan:
Konsultasi agama ini diasuh oleh Buya Drs H Syarifuddin Yakub MHI.
Jika Anda punya pertanyaan silahakan kirim ke Sriwijaya Post, dengan alamat Graha Tribun, jalan Alamasyah Ratu Prawira Negara No 120 Palembang. Faks: 447071, SMS ke 0811710188, email: sriwijayapost@yahoo.com atau facebook: sriwijayapost
Like Facebook Sriwijaya Post Ya...