Pengelolaan Sampah

Membenahi Pengelolaan Sampah di Palembang

Perda Kota Palembang nomor 3 tahun 2015 tentang penge­lo­laan sampah rumah tangga dan sejenis sampah rumah tangga

Editor: Salman Rasyidin
zoom-inlihat foto Membenahi Pengelolaan Sampah di Palembang
ist
Rini Tri Hadiyati, S.ST, M.Si

Membenahi Pengelolaan Sampah di Palembang

Oleh : Rini Tri Hadiyati, S.ST, M.Si

Statistisi Ahli Muda Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Selatan

Peraturan daerah (perda) Kota Palembang nomor 3 tahun 2015 tentang penge­lo­laan sampah rumah tangga dan sejenis sampah rumah tangga telah mengatur seca­ra lengkap terkait pengelolaan sampah.

Termasuk di dalamnya tindak pelanggaran se­­per­ti membuang sampah sembarangan juga dikenakan sanksi berupa kurungan atau denda senilai Rp 50 Juta.

Namun kenyataannya, tumpukan sampah masih ber­tebaran di mana-mana.

Alih-alih kita berbicara terkait pengelolaan sampah men­jadi produk yang lebih berdaya guna.

Keberadaan sampah di tempat yang tidak semestinya ini selain jelas merusak peman­dangan, juga berdampak pada gangguan kesehatan dan kualitas lingkungan.

Pa­dahal, setiap kita berhak mendapatkan lingkungan hidup yang sehat dan layak.

Bah­kan hak ini dilindungi oleh UU, diantaranya Pasal 5 ayat (1) UU Perlindungan Lingkungan Hidup (UUPLH) yang berbunyi: "Setiap orang mempunyai hak yang sa­ma atas lingkungan hidup yang baik dan sehat".

Senada juga pada UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi manusia yang dalam pasal 9 ayat (3) menegaskan: "Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat".

Tetapi kebe­ra­daan sampah di tempat yang salah jelas telah merenggut hak kita akan lingkungan hidup sehat yang semestinya kita dapatkan.

Sampah sebagai dampak pertumbuhan penduduk dan kemajuan ekonomi.

Persoalan sampah kadang terkesan sepele, namun sesungguhnya krusial.

Pertum­buh­an penduduk Sumsel sekitar 1,4% setiap tahunnya.

Artinya jumlah orang yang mem­produksi sampah semakin banyak tiap tahun dan akan terus bertambah.

Da­lam beberapa tahun terakhir saja, volume sampah di kota Palembang diperkirakan se­kitar 1.200 ton per hari.

Dengan jumlah penduduk Kota Palembang sebanyak 1,6 juta jiwa, maka setiap orang menyumbang sekitar 0,75 kilogram sampah setiap ha­rinya.

Perekonomian yang semakin membaik tentu menjadi cita-cita setiap daerah.

Ke­ma­juan perekonomian ini tercermin dari angka Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang terus mengalami peningkatan signifikan.

Jika pada 2008 silam, PDRB Sumsel sebesar Rp. 155 Triliun, sementara sekitar 10 tahun berikutnya (2018) menjadi Rp. 419 Triliun.

Atau jika dilihat dari PDRB atas harga konstan (ar­tinya dianggap tingkat harga tidak mengalami kenaikan), maka perekonomian Sumsel dalam sepuluh tahun terakhir tumbuh sebesar 70,5%.

Pertumbuhan eko­no­mi menunjukkan peningkatan produksi dan konsumsi barang dan jasa.

Ini me­nun­jukkan dalam sepuluh tahun terakhir, terjadi peningkatan volume barang dan jasa yang diproduksi hingga sebesar 70,5%.

Sejalan dengan itu, PDRB dari segi penge­lu­aran juga didominasi oleh konsumsi rumah tangga, yaitu sekitar 66% dari total PDRB.

Peningkatan produksi dan konsumsi inilah yang linier dengan peningkatan jumlah sampah.

Sampah dan Pariwisata

Sejak kesuksesan Sumatera Selatan khususnya kota Palembang dalam penye­leng­ga­­raan Asian Games 2018 lalu menjadikan kota Palembang kerap ditunjuk se­ba­gai tuan rumah dalam berbagai kegiatan dan pagelaran nasional.

\Ini tentu mem­bu­at kita boleh berbusung dada, namun jangan lupa bahwa pariwisata kita masih me­nyimpan tantangan besar ke depan.

Jangan sampai memori Asian Games hanya bersifat sesaat disebabkan wisatawan tak betah karena pemandangan tumpukan sampah di sepanjang jalan yang menganggu kenyamanan mata.

Jika pemerintah ko­ta Palembang serius untuk memajukan pariwisata Sumsel khususnya kota Pa­lembang, maka persoalan sampah harus diberi perhatian yang lebih serius pula.

Ja­ngan sampai hal-hal yang kesannya sepele, justru menjadi kerikil untuk me­ngembangkan pariwisata Sumsel yang tengah melambung.

Kaitan Sampah dan SDG's

Isu lingkungan hidup juga tersirat dalam beberapa tujuan dari 17 tujuan yang ter­tu­ang dalam pembangunan berkelanjutan atau lebih dikenal dengan Sustainable De­velopment Goals (SDG's).

Diantaranya tujuan ke-6 (air bersih dan sanitasi la­yak), tujuan ke-7 (energy bersih dan terjangkau), tujuan ke-11 (kota dan pemu­kim­an yang berkelanjutan), tujuan ke-12 (konsumsi dan produksi yang ber­tang­gung jawab), tujuan ke-13 (penanganan perubahan iklim), tujuan ke-14 (ekosistem laut), tujuan ke-15 (ekosistem darat).

Persoalan sampah juga tidak terlepas, men­jadi tantangan untuk mewujudkan lingkungan hidup yang layak demi mendukung be­berapa tujuan SDG’s tersebut.

Salah satu tindakan nyata secara global adalah pengurangan penggunaan plastik. Hal ini mulai digalakkan di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia.

Peng­gu­na­an kantong plastik sebagai kantong belanjaan di supermarket/pusat perbelanjaan mu­lai dibatasi, penggunaan peralatan makan minum yang terbuat dari plastik juga mulai dikurangi.

Diharapkan pengurangan penggunaan plastik ini menjadi lang­kah awal untuk mengurangi kemudahan kita memproduksi sampah plastik.

Seba­gaimana yang kita ketahui bahwa plastik membutuhkan waktu hingga ratusan tahun untuk dapat terurai di alam.

Penanganan sampah memang harus dilakukan secara lebih terstruktur.

Kita dapat belajar dari negara-negara lain ataupun dari kota-kota lain di Indonesia yang telah memiliki solusi terkait pengelolaan sampah. Untuk kelas dunia, kita bisa belajar dari negara Jepang yang mengharuskan setiap rumah tangga membuang sampah

de­­ngan cara memilahnya terlebih dahulu. Sampah di Jepang dipilah berdasarkan tiga kategori, yaitu:

sampah yang dapat dibakar dan diolah secara alami, sampah yang tidak dapat dibakar, serta yang ketiga adalah barang-barang bekas yang tidak da­pat dimasukkan ke dalam kategori sampah plastik, seperti barang elektronik be­kas.

Indonesia sebetulnya telah cukup lama mengadopsi cara ini. Kita disarankan un­tuk membuang sampah berdasarkan dua kategori:

organik dan anorganik. Kotak sam­pah di ruang publik pun biasanya terdiri dari dua kotak bergandengan, satu un­tuk sampah organik dan di sebelahnya untuk sampah anorganik.

Namun sa­yang­nya mengubah kebiasaan masyarakat memang tak semudah mengadakan ko­tak sampah organik dan anorganik semata. Ini juga menjadi kesulitan tersendiri un­tuk diterapkan di Sumsel.

Topologi Sumsel yang sebagian besar berupa rawa dan sungai telah melahirkan kebiasaan membuang sampah ke dalam rawa atau su­ngai sejak dahulu.

\Mengubah kebiasaan ini lah yang masih menjadi tantangan be­sar. Percuma kotak sampah telah disediakan namun manusianya belum memiliki ke­sa­daran untuk peduli terhadap lingkungan.

Inovasi dalam Pengelolaan Sampah

Persoalan sampah harus mendapatkan perhatian yang lebih serius.

Pengelolaan sam­pah juga harus melibatkan masyarakat sebagai produsen sampah itu sendiri, se­hingga rantai pengelolaan sampah dapat menjadi lebih efisien.

Pertama, mulai dari analisis terhadap kebutuhan jumlah petugas kebersihan dan fasilitas keber­sih­an yang harus lebih memadai.

Kedua, penegakan perda harus lebih tegas ter­ma­suk jika terjadi pelanggaran.

Ketiga, terus mengedukasi masyarakat agar meng­gu­na­kan produk yang ramah lingkungan ataupun mengajak masyarakat untuk memini­malisir penggunaan produk sekali pakai.

Pemerintah juga dapat melakukan ino­va­si untuk menumbuhkan kepedulian masyarakat pada lingkungan, seperti meniru yang dilakukan pemerintah kota Surabaya, masyarakat yang menaiki bus harus mem­bayar jasa transportasinya dalam bentuk botol bekas.

Keempat, pemerintah kota Palembang juga bisa menggandeng perguruan tinggi untuk melakukan penelitian terkait pemberdayaan sampah, sehingga sampah dapat didaur-ulang atau diolah menjadi produk yang lebih bernilai ekonomi.

Saat ini Pemkot Palembang memang telah bekerja sama dengan Kementerian ESDM un­tuk pemanfaatan sampah kota menjadi energi listrik, tetapi pemanfaatan sampah menjadi produk yang lebih berdaya guna masih sangat terbuka lebar.

Itulah me­nga­pa andil perguruan tinggi diharapkan dapat membuat pengelolaan sampah men­jadi lebih optimal.

Pengelolaan sampah merupakan keniscayaan.

Jika saat ini kita katakanlah enggan mengurusi masalah pengelolaan sampah, ma­ka percayalah kita hanya "menunda".

Persoalan sampah tetap membutuhkan pe­na­nganan, cepat atau lambat.

Semakin lambat penanganannya, tentu akan semakin me­nimbulkan banyak persoalan.

Kita sebagai masyarakat juga harus terus me­nanamkan kepedulian terhadap lingkungan dengan memulai pengelolaan sampah dari rumah kita sendiri.

Semoga Sumsel khususnya kota Palembang semakin elok dan bebas dari tumpukan sampah di tempat yang salah.                                                                                                                                                  

Sumber: Sriwijaya Post
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved