Sebut Kerajaan Sriwijaya Fiktif, Inilah Fakta Prasasti Kedukan Bukit Akta Kelahirannya Sriwijaya

Sebut Kerajaan Sriwijaya Fiktif, Inilah Fakta Prasasti Kedukan Bukit Akta Kelahirannya Sriwijaya

Penulis: Tria Agustina | Editor: Welly Hadinata
SRIPOKU.COM/WELLY HADINATA
Dua remaja yang sedang memperhatikan replika prasasti Kedukan Bukit yang menjadi salah satu koleksi peninggalan sejarah masa Kerajaan Sriwijaya di TPKS Palembang, Kelurahan Karang Anyar Kecamatan Gandus Palembang, Selasa (3/5/2016). 

Pada batu besar yang bentuknya seperti telur ini menunjukkan 3 peristiwa penting dalam sejarah Sriwijaya.

Nama Dapunta Hiyang disebutkan dalam prasasti ini. Peristiwa pertama pada saat Dapunta Hiyang naik perahu ke kuil Buddha untuk merayakan Waisak.

Sebulan kemudian, Dapunta Hiyang naik perahu dengan membawa pasukan 20.000 tentara dan perbekalan.

Setelah itu Dapunta Hiyang mendirikan perkampungan bernama Sriwijaya, di tempat yang kini kita kenal sebagai Kota Palembang.

Prasasti ini sekarang berada di Museum Nasional. Saat ini prasasti itu menjadi bagian dalam Pameran “Kedatuan Sriwijaya The Great Maritime Empire” di Museum Nasional Jakarta pada tanggal 4 sampai 28 November 2017.

Bertulisan Mantra Berbahan Timah, Prasasti Logam Abad Ke-14 yang Pertama Kali Ditemukan di Sumbagsel

Arca Batu Gajah di Pagaralam Jadi incaran Pecinta Batu Akik, Peninggalan Sejarah Zaman Megalitikum

Wisata Sejarah Monpera Palembang, Jadi Saksi Bisu Mengenang Perang Lima Hari Lima Malam

Kontroversi Pernyataan Ridwan Saidi sebut Kerajaan Sriwijaya Fiktif

Sebelumnya Ridwan Saidi mengeluarkan pernyataan bahwa Kerajaan Sriwijaya adalah kerajaan fiktif. Pernyataan tersebut dia keluarkan di kanal YouTube Macan Idealis.

Budayawan asal Betawi tersebut mengklaim telah 30 tahun mempelajari bahasa kuno untuk menyelisik jejak-jejak keberadaan Kerajaan Sriwijaya.

Dia juga mengaku telah menelusuri jejak-jejak kerajaan tersebut seorang diri, tanpa guru, dan tanpa kolega,

"Saya sudah 30 tahun mempelajari bahasa-bahasa kuno. Banyak kesalahan mereka (arkeolog), prasasti di Jawa dan Sumatera adalah bahasa Melayu, tapi sebenarnya bahasa Armenia," ujar Ridwan ketika dihubungi Kompas.com, Rabu (28/8/2019).

Budayawan Betawi Ridwan Saidi saat ditemui di kediamannya, Bintaro, Jakarta Selatan, Jumat (12/2/2016) siang.
Budayawan Betawi Ridwan Saidi saat ditemui di kediamannya, Bintaro, Jakarta Selatan, Jumat (12/2/2016) siang. (kompas.com/Andri Donnal Putera)

Menurutnya, Bahasa Armenia memberi pengaruh besar pada Bahasa Melayu. Ia mengganggap prasasti yang selama ini menjadi dasar keberadaan Kerajaaan Sriwijaya ditafsirkan secara keliru.

Jika dibaca menggunakan Bahasa Armenia, prasasti tersebut tidak menjelaskan adanya Kerajaan Sriwijaya.

"Oleh arkeolog dipukul rata itu bahasa Sanskerta. Itu yang harus dikoreksi, masa enggak boleh dikoreksi.

Bantahlah argumentasi saya bahwa menggunakan prasasti Kedukan Bukit (sebagai bukti adanya Kerajaan Sriwijaya) salah.

Karena yang mereka (arkeolog) andalkan itu. Maka, saya katakan Kerajaan Sriwijaya itu fiktif," kata Ridwan.

Ridwan juga mengatakan telah mendatangi beberapa situs di Palembang termasuk mengunjungi prasasti Kedukan Bukit.

Reaksi Al Ghazali Tahu Teman Sekelasnya Korban Ayah & Anak Dibakar Ibu Tiri, Terungkap Isi Chat WA

Terjaring Razia Operasi Patuh Musi, Wanita di Palembang Ini Menangis dan Mengaku Anak Rantauan

Inilah 6 Makanan Terbukti Ampuh Kurangi Kecanduan dan Hentikan Kebiasaan Merokok Secara Total!

Sejarawan Sumsel Vebry Al Lintani menyebutkan bahwa ucapan Ridwan merupakan pendapat pribadi tanpa didukung dengan fakta sejarah.

Halaman
123
Sumber: Sriwijaya Post
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved