Refleksi Kasus Baiq Nuril

Rekonstruksi Pertimbangan Hukum Dalam Putusan Hakim (Refleksi Kasus Baiq Nuril)

Eksistensi putusan hakim sangat diperlukan untuk menyelesaikan perkara pidana.

Editor: Salman Rasyidin

Di kalangan hakim pada umumnya selalu ada kekhawatiran untuk menyimpangi prinsip ke­pastian hukum daripada mengesampingkan keadilan substantif, karena secara logika akan lebih mudah beragumen dibalik logika kepastian hukum yang tertulis secara letterlijk dalam a­turan undang-undang ketimbang harus mempertahankan keyakinan dengan dasar nilai keadilan yang abstrak.

Contoh, ketika seorang hakim Bismar Siregar melakukan terobosan de­ngan memperluas pengertian unsur “barang” dalam Pasal 378 KUHP, walaupun secara so­siologis diakui merupakan penemuan hukum yang memberikan keadilan, namun secara legal formal teroboosan seperti itu dianggap sebagai kekeliruan yang merusak nilai kepastian hukum ( Darmoko Yuti Witanto dan Arya Putra Negara Kutawaringin, 2013)

Sering terdengar penegakan hukum itu tidak mencerminkan rasa keadilan masyarakat, karena para hakim pada umumnya hanya menginginkan terciptanya penegakan hukum/kepastian hukum dengan mengesampingkan atau mengabaikan rasa keadilan.

 Model hakim seperti di atas, dapat merusak sendi-sendi dan nilai penegakan hukum yang berkeadilan.

Di satu sisi hukum itu harus ditegakkan, tetapi di lain pihak keadilan pun harus ditegakkan.

Penegakan hukum itu merupakan jembatan/pintu masuk untuk mencapai tujuan keadilan.

Jika “keadilan” itu sudah ditegakkan lewat koridor hukum dan diterima oleh masyarakat tanpa gejolak di masyarakat,.

Dapat dipastikan penegakan hukum yang berkeadilan telah terwujud, tetapi kalau hanya sebatas penegakan hukumnya tanpa menggali nilai-nilai keadilan lewat fakta yang terungkap dipersidangan, maka yang terjadi hanyalah penegakan hukum “semu”. (Binsar M. Gultom, 2012).

Menurut Prof Sudikno Mertokusumo, masyarakat mengharapkan manfaat dalam pelaksanaan a­tau penegakan hukum.

Hukum itu untuk manusia, maka pelaksanaan hukum atau penegakan hukum harus memberi manfaat atau kegunaan bagi masyarakat.

Jangan sampai justru karena hukumnya dilaksanakan atau ditegakkan malah akan timbul keresahan di dalam masyarakat itu sendiri.

Dalam konteks putusan, hakim wajib memperhatikan pertimbangan hukum dengan nalar yang baik, mengapa dalam kasus tertentu harus memilih pada salah satu asas.

Kualitas pu­tusan hakim dapat dinilai dari bobot alasan dan pertimbangan hukum yang digunakan da­lam suatu perkara pidana.

Seorang hakim, dengan suatu pertimbangan hukum dengan nalar yang baik, dapat menentukan kapan berada lebih dekat dengan kepastian hukum, dan kapan lebih dekat dengan keadilan.

Pada dasarnya asas kemanfaatan bergerak di antara titik kepastian hukum dan titik keadilan, dan hakim lebih melihat kepada tujuan atau kegunaan dari hukum kepada masyarakat.

Halaman
123
Sumber: Sriwijaya Post
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved