Upaya Menjadi Hamba Allah Yang Ikhlas
Sebagai hamba Allah SWT yang menyadari bahwa kehidupan di dunia ini untuk melaksanakan perintahNya, ikhlas semata-mata karena Allah.
Upaya Menjadi Hamba Allah Yang Ikhlas
Oleh : Drs. H. Syarifuddin Ya'cub MHI
Dosen Universitas Islam Negeri (IAIN) Raden Fatah Palembang
Sebagai hamba Allah SWT yang menyadari bahwa kehidupan di dunia ini untuk melaksanakan perintahNya, dengan ikhlas semata-mata karena Allah.
Sebagaimana Firman Allah SWT yang artinya: "Padahal mereka tidak diperintahkan kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan (ikhlas) keta'atan kepadaNya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat (dengan khusyu') dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang
lurus." (al-Bayyinah: 5).
Siapakah hamba Allah itu? Allah SWT menjelaskan parameter sebagai hamba Allah yang bersifat Rahman melalui surah al-Furqon ayat 63-67 yang artinya, "Dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata yang baik.
Dan orang-orang yang melalui malam hari dengan bersujud dan berdiri untuk Tuhan mereka (mendirikan sholat malam). Dan orang-orang yang berkata; 'Ya Tuhan kami, jauhkan azab Jahannam dari kami, sesungguhnya azab itu adalah kebinasaan yang kekal.' Sesungguhnya Jahannam itu seburuk-buruk tempat menetap dan tempat kediaman'. Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta) tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian."
Dari ayat di atas dapat diambil parameter hamba Allah yang ikhlas adalah; Orang yang rendah hati, sholat malam dengan khusyu', selalu berdo'a agar dijauhkan dari azab Jahannam, di dalam membelanjakan harta tidak berlebih-lebihan (berfoya-foya) tetapi sederhana.
Sebagaimana telah dikemukakan, manusia dihidupkan di dunia untuk beribadah pada Allah SWT) dan Allah SWT akan menguji, siapa yang paling baik amal ibadahnya di antara mereka!
Maka orang-orang yang mendapat hidayah Allah SWT akan merasa mudah saja melakukan amal-amal shaleh sebelum menemui kematiannya.
Shalat yang khusyuk, zakat, puasa, haji dan umrah dilakukannya sebagai persiapan untuk menghadapi perhitungan dan penilaian khaliqnya dan dalam upaya merespon Firman Allah SWT : "Yang menjadikan mati dan hidup (bagi manusia) untuk menguji, siapa diantara kamu (manusia) yang baik amal ibadahnya dan Allah Maha Gagah dan Maha Pengampun". (QS:67 Al Mulk:02).
Orang yang bijak, ketika akan menghadapi ujian tentu melakukan persiapan dengan memperbanyak meluangkan waktu untuk belajar.
Sayid Abdul Qodir al Idrus ra dalam kitabnya ad Daarus Tsamiin menyatakan bahwa fardlu Ain bagi seorang muslim untuk mempelajari 3 macam ilmu, yaitu; Ilmu Tauhid, Ilmu syariat Islam (Fiqh Thoharoh, sholat, puasa , zakat dan haji) serta Ilmu Tasawwuf yang menyangkut ilmu bathin (tentang perusak hati).
Ilmu Tauhid supaya hamba Allah mengenal Robbnya dengan benar, sehingga ibadahnya focus dan ikhlas hanya untuk Allah. (awwaluddiin ma'rifatullah) artinya awal agama itu mengenal Allah.
Ilmu Syari'at supaya ibadah yang dilakukannya benar-benar menurut petunjuk syari'at.
Tidak menyimpang dari alur syari'at secara mantuqi maupun mafhum. Ilmu Tasawwuf dan akhlak menyangkut ilmu tentang penyakit-penyakit hati, bagaimana cara mengobati hati yang sakit.
Bagaimana akhlak seorang muslim.
Hati memegang peranan penting dalam diterimanya ibadah seseorang.
Hati yang tidak mengidap penyakit-penyakit hatilah yang diterima ibadahnya oleh Allah SWT. Muaz bin Jabal diingatkan Rasulullah SAW: Jika engkau mampu memeliharanya (mengendalikan hati) pasti ia akan memberi manfaat di sisi Allah, tetapi jika engkau menyia-nyiakannya maka akan terputuslah hujjahmu di hadapan Tuhan pada hari kiamat nanti.
Mu'az, sesungguhnya Allah SWT telah menciptakan tujuh Malaikat sebelum Allah menciptakan langit dan bumi. Kemudian ditentukanNYA pada setiap langit seorang Malaikat untuk menjaga pintu lagit tersebut.
Lalu Malaikat Hafazhah membawa amalan seseorang hamba yang dilakukannya mulai pagai sampai ke petang.
Amalan tersebut mempunyai nur bagaikan cahaya matahari.
Malaikat Hafazhah yang membawa amalan hamba itu menganggap bahwa amalan itu baik dan sangat banyak.
Sehingga apabila Malaikat Hafazhah itu sampai ke langit yang pertama lalu berkata Malaikat penjaga langit yang pertama kepada Malaikat Hafazhah: "Pukulkan dengan amalan ini ke muka orang yang mengerjakannya. Akulah Malaikat penjaga ghibah (mengumpat). Allah Ta'ala telah menyuruhku supaya aku tidak membiarkan amalan orang yang mengumpat orang lain itu dapat melintasi aku untuk terus naik ke atas. Begitu seterusnya di lagit kedua karena orang beramal hanya untuk kepentingan dunia terhalang untuk diteruskan kehadira Allah Ta'ala. Pintu langit ketiga terhalang karena Takabbur, di pintu langit ke empat terhalang karena ujub, di pintu langit ke lima terhalang karena hasad, di pintu langit ke enam terhalang karena tidak menaruh kasihan terhadap orang yang ditimpa musibah dan orang yang sakit dan di pintu ke tujuh terhalang karena seseorang beramal hanya ingin polpularitas.
Rasulullah SAW mengingatkan kepada para sahabat dengan sabda beliau yang artinya: "Jadilah kalian di dunia ini seperti orang asing, atau orang yang sedang dalam perjalanan (pelancong), dan bersiaplah diri kamu sebagai ahli (penghuni) kubur." (HR. Mujahid dari Ibnu Umar ra.).
Kemudian Rasulullah bertanya: "Kalian ingin masuk surga! Jawab sahabat; "Ingin ya rasul!" Lalu beliau bersabda; "Lenyapkan khayalanmu, hendaklah malu kepada Allah SWT dengan sungguh-sungguh."
Sahabat menjawab, "kami sudah malu kepada Allah", maka jawab Nabi Muhammad SAW "Bukan demikian, yang dimaksud ialah; Ingat kubur dan isinya, pelihara perut dan isinya, pelihara kepala dan panca indera, dan barang siapa ingin mulia di akhirat; tinggalkan kemewahan dunia.
Itulah yang dimaksud dengan malu kepada Allah SWT dengan demikian kalian menjadi kekasih-Nya."
Lalu Rasulullah membaca ayat yang artinya: "Kalian dilupakan oleh kemewahan dunia, sampai masuk ke dalam kubur." (QS. 102. At-Takatsur :1-2).
Lalu sabda beliau: "Manusia mengaku: Ini hartaku, Ini kepunyaanku, ketahuilah: kepunyaanmu tidak bermanfaat, kecuali yang dimakan habis, atau dipakai sampai rapuh, atau yang di sedekahkan, itulah yang tetap". (HR. Humaidy Thawil dari 'Ajil).
Allah SWT mengingatkan hambaNya melalui surah al qashshas ayat 77 yang artinya: "Carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu untuk kepentingan akhirat, dan jangan lupakan nasibmu di dunia, dan berbuat kebaikanlah sebagaimana Allah SWT. Telah berbuat baik kepadamu, dan jangan berbuat kerusakan dimika bumi, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang suka berbuat kerusakan."
Karena itulah mereka (yang ingin beruntung di akhirat) mempersiapkan diri, dan memanfa'atkan waktu yang tersisa dalam kehidupan kesehariannya dengan prioritas pertama adalah beribadah secara khusyu'. Khusu' sebagai implimentasi dari hati yang ikhlas dalam melaksanakan ibadah, hanya semata-mata karena Allah SWT.
Rasulullah SAW menyatakan bahwa seluruh umatku masuk surga, kecuali bagi yang tidak mau.
Para sahabat terkejut dan menanyakan, siapa yang tidak mau tersebut. Maka Rasulullah SAW melanjutkan keterangan beliau: "Seluruh umatku akan masuk kedalam surga, melainkan orang yang menolak. Seorang sahabat bertanya. "Wahai Rasulullah siapakah orang yang menolak itu?.
Jawabnya "Siapa yang menta'atiku (yang mengikuti sunnah) mereka masuk surga, dan barang siapa yang durhaka terhadapku (maksiat) berarti dia menolak". (HR. Imam Bukhari, dari Abu Hurairah ra.).
Dalam sebuah dialog seorang sahabat meminta petunjuk kepada Rasulullah SAW : "Dari Abu Ayyub Kholid bin Zaid Al-Ansory ra. Bahwasanya seorang Laki-laki bertanya kepada Rasulullah SAW "Ya Rasulallah! Beritahukan kepadaku amal-amal apa yang akan memasukkan aku ke Surga? Nabi Muhammad SAW mengatakan: Engkau mengabdi (menyembah) kepada Allah SWT dan jangan mensekutukanNya dengan sesuatu, dan mendirikan shalat, dan menunaikan zakat dan menghubungkan silaturrahim. (Muttafaq 'alaihi).
Dari dialog tersebut di atas, memberikan panduan bagi seseorang yang mempersiapkan dirinya sebagai calon penghuni Surga adalah; - Melakukan pengabdian yang ikhlas semata-mata karena Allah SWT. apapun yang dilakukan oleh seseorang dalam aktifitas kesehariannya adalah dalam kerangka pengabdiannya sebagai hamba Allah SWT. (Ibadah umumiyah).
Profesi yang dia tekuni adalah amanah Allah SWT sebagai kontribusinya dalam upaya memberikan kemudahan
bagi umat manusia dalam kehidupan dimuka bumi ini.
Melaksanakan tugas secara professional dan proporsional dengan pengertian ikhlas dan inilah yang dimaksud Rasulullah SAW dengan memiliki sifat sempurna.
Sifat sempurna menurut Rasulullah SAW itu adalah; "Berkata benar dan bekerja dengan jujur". Berkata benar diperlukan dalam setiap saat dan dalam kondisi apapun; sebagai pemimpin, menuntun bawahannya dengan pengarahan yang tepat dan obyektif, menunjukkan sikap kejujuran dalam bekerja sehingga menjadi tauladan, panutan dan idola.
Sebagai bawahan dituntut integritas yang tinggi, bekerja untuk bangsa dan Negara, bukan untuk pribadi seseorang dalam arti ketika ada pimpinan dia bekerja dengan tekun, begitu pula ketika pimpinan sedang tidak ada diapun tetap bekerja secara professional dan proporsional.
Tidak melakukan sesuatu yang cenderung kearah syirik; seperti ria, yaitu dalam semua kegiatannya ingin mendapat pujian orang.
Memang Rasulullah SAW menghawatirkan umatnya kelak dapat terkontaminasi oleh syirik kecil yaitu ria.
Orang yang melakukan ibadah karena ria artinya tidak ikhlas karena Allah SWT maka pada hari kiamat kelak Allah SWT tidak mau berbicara kepadanya.
Malah Allah SWT memerintahkan kepada orang yang ria tersebut supaya minta pahala kepada orang-orang yang mereka riai ketika di dunia.
Oleh karena itu apapun yang mereka lakukan apabila didorong oleh ria, tidak ada nilainya sedikitpun di sisi Allah SWT.
Dalam suatu hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah ra berkata; "Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda": "Sesungguhnya manusia yang mula pertama diputuskan nanti pada hari kiamat adalah seorang yang mati syahid dimana ia dihadapkan dan diperlihatkan kepadanya nikmat yang telah diterimanya serta iapun mengakuinya, lantas ditanya: "Dipergunakan untuk apa nikmat itu?". Ia menjawab: "Saya berjuang pada jalanMU sehingga saya mati syahid".
Allah SWT berfirman: "Kamu bohong. Kamu berjuang agar dikatakan sebagai pemberani; dan hal itu sudah diakui". Kemudian Allah SWT. memerintahkan untuk menyeret orang itu sampai akhirnya ia dilemparkan ke dalam neraka.
Kedua, seseorang yang belajar dan mengajar serta suka membaca Al Quran dimana ia dihadapkan dan diperlihatkan kepadanya nikmat yang telah diterimanya serta iapun mengakuinya, lantas ditanya: "Dipergunakan untuk apa nikmat itu?.
Ia menjawab "Saya pergunakan untuk belajar dan mengajar Al Quran, serta saya suka membaca Al Quran untukMu".
Allah berfirman: "Kamu bohong. Kamu belajar Al Quran agar dikatakan sebagai orang yang pandai, dan kamu suka membaca Al Quran agar dikatakan sebagai qari'; dan hal itu sudah diakui".
Kemudian Allah SWT. memerintahkan untuk menyeret orang itu sampai akhirnya ia dilemparkan ke dalam neraka.
Ketiga, seseorang yang dilapangkan rizkinya dan dikaruniai berbagai macam kekayaan dimana ia dihadapkan dan diperlihatkan kepadanya nikmat yang telah diterimanya serta ia pun mengakuinya, lantas ditanya: "Dipergunakan untuk apa nikmat itu?".
Ia menjawab: "Semua jalan (usaha) yang Engkau sukai agar dibantu maka saya pasti membantunya karena
Engkau".
Allah berfirman: "Kamu bohong. Kamu berbuat seperti itu agar dikatakan sebagai orang yang pemurah; dan hal itu sudah diakui".
Kemudian Allah memerintahkan untuk menyeret orang itu sampai akhirnya ia dilemparkan ke dalam neraka". (HR. Muslim).
Ternyata ria (ingin dipuji orang) merusak amal ibadah yang dilakukan oleh seseorang, pada pandangan manusia dia mendapat pujian, akan tetapi disisi Allah SWT. sangat tercela.
Banyak manusia yang terjerat pujian yang membuat mereka lupa diri, bahwa apapun yang mereka miliki; keahlian, kekayaan, ketampanan, kepiawaian, semuanya itu amanat Allah SWT untuk dimanfaatkan buat kesejahteraan dan kenyamanan dalam kerangka kebersamaan.
Melakukan ibadah mahdloh (khusus) seperti sholat, puasa dll. dalam rangka; Ubudliyah (penghambaan-penyembahan-pengabdian), Rububiyah (pengakuan bahwa Allah SWT yang menciptakan, memiliki, mengatur dan memelihara) dan Uluhiyah (meng Esakan) Allah SWT seperti pernyataan hamba Allah dalam do'a iftitah ketika shalat; "INNA SHOLATI WANUSUKI WAMAHYAYA WAMAMATI LILLAHI ROBBIL 'AALAMIN. LAA SYARIKALAHU WABIZAALIKA UMIRTU WA ANA MINAL MUSLIMIN"
(Sesungguhnya; sholatku, ibadahku, hidupku, dan matiku, hanya untuk Allah SWT. Tuhan (yang mencipta, memiliki, mengatur dan memelihara) alam. Tidak ada sekutu bagi-Nya, dan begitu aku diperintahkan, dan aku adalah orang muslim (yang menyerah patuh kepadaNya)."