Hamba Allah yang Ikhlas

Upaya Menjadi Hamba Allah yang Ikhlas

Sebagai hamba Allah SWT yang menyadari bahwa kehidupan di dunia ini untuk melaksanakan perintahNya, dengan ikhlas semata karena Allah.

Editor: Salman Rasyidin
zoom-inlihat foto Upaya Menjadi  Hamba Allah yang Ikhlas
ist
Drs. H. Syarifuddin Ya'cub MHI

Upaya Menjadi  Hamba Allah yang Ikhlas

Drs. H. Syarifuddin Ya'cub MHI

Dosen Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang

Sebagai hamba Allah SWT yang menyadari bahwa kehidupan di dunia ini untuk melaksanakan perintahNya, dengan ikhlas semata-mata karena Allah.

Sebagaimana Firman Allah SWT yang artinya "Padahal mereka tidak diperintahkan kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan (ikhlas) keta'atan kepadaNya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat (dengan khusyuk) dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus," (al-Bayyinah: 5).

Siapakah hamba Allah itu? Allah SWT menjelaskan parameter sebagai hamba Allah yang bersifat Rahman melalui surah al-Furqon : 25; 63,64 yang artinya "Dan hamba-hamba Tuhan Yang maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata yang baik. Dan orang-orang yang melalui malam hari dengan bersujud dan berdiri untuk Tuhan mereka (mendirikan sholat malam). Dan orang-orang yang berkata;”Ya Tuhan kami, jauhkan azab Jahannam dari kami, sesungguhnya azab itu adalah kebinasaan yang kekal. Sesungguhnya Jahannam itu seburuk-buruk tempat menetap dan tempat kediaman. Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian," (63-67 Al-Furqon ).

Dari ayat di atas dapat diambil parameter bahwa hamba Allah yang ikhlas adalah; Orang yang rendah hati, sholat malam dengan khusyu', selalu berdo'a untuk dijauhkan dari azab jahannam, di dalam membelanjakan harta tidak berlebih-lebihan (berfoya-foya) tetapi sederhana.

Sebagaimana telah dikemukakan, bahwa manusia dihidupkan di dunia ini untuk beribadah (menyembah Allah SWT) dan Allah SWT akan menguji, siapa yang paling baik amal ibadahnya di antara mereka!

Maka orang-orang yang mendapat hidayah Allah SWT akan merasa mudah saja melakukan amal-amal shaleh sebelum menemui kematiannya.

 Sholat yang khusyuk, zakat, puasa, haji dan umrah dilakukannya sebagai persiapan untuk menghadapi perhitungan dan penilaian khaliqnya dan dalam upaya merespon Firman Allah SWT; "Yang menjadikan mati dan hidup (bagi manusia) untuk menguji, siapa diantara kamu (manusia) yang baik amal ibadahnya dan Allah maha gagah dan maha pengampun". (QS:67 Al Mulk:02).

Rasulullah SAW mengingatkan kepada para sahabat dengan sabda beliau yang artinya: "Jadilah kalian di dunia ini seperti orang asing, atau orang yang sedang dalam perjalanan (pelancong), dan bersiaplah diri kamu sebagai ahli (penghuni) kubur." (HR. Mujahid dari Ibnu Umar ra.)

Kemudian Rasulullah bertanya: "Kalian ingin masuk surga! Jawab sahabat; "Ingin ya rasul!" Lalu beliau bersabda; "Lenyapkan khayalanmu, hendaklah malu kepada Allah SWT dengan sungguh-sungguh."

Sahabat menjawab, "kami sudah malu kepada Allah", maka jawab Nabi Muhammad SAW.; "Bukan demikian, yang dimaksud ialah; Ingat kubur dan isinya, pelihara perut dan isinya, pelihara kepala dan panca indera, dan barang siapa ingin mulia di akhirat; tinggalkan kemewahan dunia. Itulah yang dimaksud dengan malu kepada Allah SWT  dengan demikian kalian menjadi kekasih-Nya."

Lalu Rasulullah membaca ayat: yang artinya: "Kalian dilupakan oleh kemewahan dunia, sampai masuk ke dalam kubur" ( QS. 102. At-Takatsur :1-2)

Lalu sabda beliau: "Manusia mengaku: Ini hartaku, Ini kepunyaanku, ketahuilah: kepunyaanmu tidak bermanfaat, kecuali yang dimakan habis, atau dipakai sampai rapuh, atau yang di sedekahkan, itulah yang tetap". (HR. Humaidy Thawil dari 'Ajil)

Karena itulah mereka (yang ingin beruntung di akhirat) mempersiapkan diri, dan memanfa'atkan waktu yang tersisa dalam kehidupan kesehariannya dengan beribadah secara khusyu'.

Khusu' sebagai implimentasi dari hati yang ikhlas dalam melaksanakan ibadah, hanya semata-mata karena Allah SWT.

Rasulullah SAW menyatakan bahwa seluruh umatku masuk surga, kecuali bagi yang tidak mau.

Para sahabat terkejut dan menanyakan, siapa yang tidak mau tersebut.

 Maka Rasulullah SAW  melanjutkan keterangan beliau yang artinya: "Seluruh umatku akan masuk ke dalam surga, melainkan orang yang menolak. Seorang sahabat bertanya. "Wahai Rasulullah siapakah orang yang menolak itu?. Jawabnya "Siapa yang menta'atiku (yang mengikuti sunnah) mereka masuk surga, dan barang siapa yang durhaka terhadapku (maksiat) berarti dia menolak". (HR. Imam Bukhari, dari Abu Hurairah ra.)

Dalam sebuah dialog seorang sahabat meminta petunjuk kepada Rasulullah SAW yang artinya: "Dari Abu Ayyub Kholid bin Zaid Al-Ansory ra. bahwasanya seorang Laki-laki bertanya kepada Rasulullah SAW. "Ya Rasulallah! Beritahukan kepadaku amal-amal apa yang akan memasukkan aku ke Surga? Nabi Muhammad SAW. mengatakan: Engkau mengabdi (menyembah) kepada Allah SWT dan jangan mensekutukanNya dengan sesuatu, dan mendirikan shalat, dan menunaikan zakat dan menghubungkan silaturrahim." (Muttafaq 'alaihi)

Dari dialog tersebut di atas, memberikan panduan bagi seseorang yang mempersiapkan dirinya sebagai calon penghuni Surga adalah; - Melakukan pengabdian yang ikhlas semata-mata karena Allah SWT apapun yang dilakukan oleh seseorang dalam aktifitas kesehariannya adalah dalam kerangka pengabdiannya sebagai hamba Allah SWT. (Ibadah umumiyah). Profesi yang dia tekuni adalah amanah Allah SWT sebagai kontribusinya dalam upaya memberikan kemudahan bagi umat manusia dalam kehidupan dimuka bumi ini. Melaksanakan  tugas secara professional dan proporsional dengan pengertian ikhlas dan inilah yang dimaksud Rasulullah SAW dengan memiliki sifat sempurna. Sifat sempurna menurut Rasulullah SAW itu adalah; "Berkata benar dan bekerja dengan jujur".

Berkata benar diperlukan dalam setiap saat dan dalam kondisi apapun; sebagai pemimpin, menuntun bawahannya dengan pengarahan yang tepat dan obyektif, menunjukkan sikap kejujuran dalam bekerja sehingga menjadi tauladan, panutan dan idola.

Sebagai bawahan dituntut integritas yang tinggi, bekerja untuk bangsa dan Negara,  bukan untuk pribadi seseorang dalam arti ketika ada pimpinan dia bekerja dengan tekun, begitu pula ketika pimpinan sedang tidak ada diapun tetap bekerja secara professional dan proporsional.

Tidak melakukan sesuatu yang cenderung kearah syirik; seperti ria, yaitu dalam semua kegiatannya ingin mendapat pujian orang. Memang Rasulullah SAW menghawatirkan umatnya kelak dapat terkontaminasi oleh syirik kecil yaitu ria.

Orang yang melakukan ibadah karena ria artinya tidak ikhlas karena Allah SWT, maka pada hari kiamat kelak Allah SWT tidak mau berbicara kepadanya.

Malah Allah SWT memerintahkan kepada orang yang ria tersebut supaya minta pahala kepada orang-orang yang mereka riai ketika di dunia.

Oleh karena itu apapun yang mereka lakukan apabila didorong oleh ria, tidak ada nilainya sedikitpun di sisi Allah SWT.

Dalam suatu hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah ra  berkata; "Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda: "Sesungguhnya manusia yang mula pertama diputuskan nanti pada hari kiamat ada-

lah seorang yang mati syahid dimana ia dihadapkan dan diperlihatkan kepadanya nikmat yang telah diterimanya serta iapun mengakuinya, lantas ditanya: "Dipergunakan untuk apa nikmat itu?". Ia menjawab: "Saya berjuang pada jalanMU sehingga saya mati syahid". Allah SWT berfirman: "Kamu bohong. Kamu berjuang agar dikatakan sebagai pemberani; dan hal itu sudah diakui".

Kemudian Allah SWT.  memerintahkan untuk menyeret orang itu sampai akhirnya ia dilemparkan ke dalam neraka.

Kedua, seseorang yang belajar dan mengajar serta suka membaca AlQuran dimana ia dihadapkan dan diperlihatkan kepadanya nikmat yang telah diterimanya serta iapun mengakuinya, lantas ditanya: "Dipergunakan untuk apa nikmat itu?. Ia  menjawab "Saya pergunakan untuk belajar dan mengajar Al Quran, serta saya suka membaca Al Quran untukMu".

Allah berfirman: "Kamu bohong. Kamu belajar Al Quran agar dikatakan sebagai orang yang pandai, dan kamu suka membaca Al Quran agar dikatakan sebagai qari'; dan hal itu sudah diakui". Kemudian Allah SWT. memerintahkan untuk menyeret orang itu sampai akhirnya ia dilemparkan ke dalam neraka.

Ketiga, seseorang yang dilapang- kan rizkinya dan dikaruniai berbagai macam kekayaan dimana ia di- hadapkan dan diperlihatkan kepadanya nikmat yang telah diterima-nya serta ia pun mengakuinya, lantas ditanya: "Dipergunakan untuk apa nikmat itu?".

Ia menjawab: "Semua jalan (usaha) yang Engkau sukai agar dibantu maka saya pasti membantunya karena Engkau". Allah berfirman: "Kamu bohong. Kamu berbuat seperti itu agar dikatakan sebagai orang yang pemurah; dan hal itu sudah diakui".

Kemudian Allah memerintahkan untuk menyeret orang itu sampai akhirnya ia dilemparkan ke dalam neraka". (HR. Muslim) Ternyata ria (ingin dipuji orang) merusak amal ibadah yang dilakukan oleh seseorang, pada pandangan manusia dia mendapat pujian, akan tetapi disisi Allah SWT. sangat tercela.

Banyak manusia yang terjerat pujian yang membuat mereka lupa diri, bahwa apapun yang mereka miliki; keahlian, kekayaan, ketampanan, kepiawaian, semuanya itu amanat Allah SWT. untuk dimanfaatkan buat kesejahteraan dan kenyamanan dalam kerangka kebersamaan.

Melakukan ibadah mahdloh (khusus) seperti sholat, puasa dll. dalam rangka; Ubudliyah (penghambaan-penyembahan-pengabdian), Rububiyah (pengakuan bahwa Allah SWT yang menciptakan, memiliki, mengatur dan memelihara) dan Uluhiyah (meng-Esakan) Allah SWT

seperti pernyataan hamba Allah dalam do'a iftitah ketika shalat; "INNA SHOLATI WANUSUKI WAMAHYAYA WAMAMATI LILLAHI ROBBIL 'AALAMIN. LAA SYARIKALAHU WABIZAALIKA UMIRTU WA ANA MINAL MUSLIMIN" (Sesungguhnya; sholatku, ibadahku, hidupku, dan matiku, hanya untuk Allah SWT. Tuhan (yang mencipta, memiliki, mengatur

dan memelihara) alam. Tidak ada sekutu bagi-Nya, dan begitu aku diperintahkan, dan aku adalah orang muslim (yang menyerah patuh kepadaNya)." Sholat yang dilakukan hendaknya sholat yang; khusyu', khudlur dan tadabbur fi jami'i qira'atina; Khusyu', ialah shalat yang rukun-rukunnya dilakukan dengan benar, tertib dan tuma'ninah.

Menurut istilah ahli hakikat;

1. "Khusyu' adalah patuh pada kebenaran. Ada yang mengatakan bahwa khusyu' adalah rasa takut yang terus menerus ada dalam hati."(Kitab al-Ta'rifat, 98)

Menurut Imam Ghazali: "Tiang sembahyang itu yaitu khusyuk yakni tetap anggota dan hadir hati kepada Allah taala serta membaca al-Quran dan zikir dengan faham maknanya" (Ihya Ulumuddin)

2. Khudhur. Khudlur, ialah keberadaan jiwa seseorang yang sedang sholat dalam kondisi "ikhsan" yaitu; Ketika engkau mengabdi/menyembah Allah seolah-olah engkau melihat Allah, dan apabila engkau tidak bisa melihat Allah, ketahuilah bahwa Allah SWT melihat engkau.

Begitu pesan Rasulullah SAW yang artinya: "Sholatlah seperti shalat orang yang ingin pamitan, seakan-akan engkau melihat DIA (Allah) bila engkau tidak dapat melihat DIA (ALLAH), maka DIA ALLah melihatmu."(HR.At-Tabrani) Bahkan kata beliau; "Ketika shalat pandanganmu ke tempat sujud, jangan menoleh karena Allah SWT sedang memperhatikanmu") yang artinya: "Maka bilamana kamu sedang sholat, maka janganlah kamu menoleh, karena sesungguhnya Allah menghadapkan wajahNya (memper- hatikan) wajah hambaNya di dalam sholatnya selama ia tidak menolehkan wajahnya (kesana-kemari)."(HR.At-Tirmidzi dan Al-Hakim) Untuk mengurangi gangguan konsentrasi (khudhur), maka hindarkan sesuatu yang menggangu seperti gambar-gambar yang ada di hadapan ketika shalat, sebagaimana Rasulullah SAW menyatakan ketika melihat sulaman di baju beliau; "Berikan pakaian ini kepada Abu Jahm, tukarlah dengan baju yang tidak ada gambar-gambarnya, milik Abu Jahm, karena gambar-gambar itu telah melalaikan aku dari shalatku tadi."

Dalam riwayat lain; "sesungguhnya saya telah melihat gambar-gambar itu waktu sedang shalat, hampir menjadi cobaan bagiku." (HR.Bukhari, Muslim dan Abu Uwanah)

3.Tadabbur : Tadabbur fi jami'i qiraatina. Ialah memahami apa yang dibaca di dalam shalat, sehingga merasuk kedalam lubuk hati yang paling dalam. Karena sebagian besar dari apa yang diucapkan di dalam shalat berupa pernyataan, komunikasi dan "audiensi"  antara makhluq dan Khaliq.

Sebagaimana menurut Abu Hurairah ra. Bahwasanya Nabi Muhammad SAW. bersabda yang artinya: "Siapa yang sembahyang dan tidak membaca Ummul Quran (Fatihah), maka sembahyang itu kurang, tidak sempurna."

Abu Hurairah ditanya. "Bagaimna jika kita di belakang imam?" Jawabnya, "Bacalah dalam hatimu, sebab saya telah mendengar Nabi Muhammad SAW. bersabda, Allah Azza wa Jalla berfirman, "Aku telah membagi shalat itu menjadi dua bagian, antara Aku dengan ham- ba-Ku, dan terserah bagi hamba-Ku apa yang dia minta". Maka jika hamba-Ku membaca "Alhamdulillahi rabbil alamin". Jawab Allah, "Hamba-Ku telah memuji-Ku". Dan bila membaca, "Arrahmanirrahim", Jawab Allah, "Hamba-Ku bersyukur kepada-Ku". Dan bila membaca,

"Maliki yaumiddin". Jawab Allah" Hamba-Ku telah memuliakan Aku (hamba-Ku telah menyerah kepada-Ku)". Maka jika membaca, "Iyyaka na'budu wa iyyaka nasta'in".

Jawab Allah, "Ini yang di antara-Ku dengan hamba-Ku dan terserah pada hamba-Ku apa yang ia minta".

Jika membaca, "Ihdinasshiratal mustaqim, shiratal lazdzina an'amta alaihim, ghairil maghdlubi alaihim waladh dhal lien". Jawab Allah, "Itu semua Aku beri pada hamba-Ku dan terserah pada hamba-Ku apa yang akan diminta." (HR.Muslim)

Dari keterangan di atas, dapat dipahami bahwa, apabila apa-apa yang diucapkan di dalam shalat tersebut dimengerti dan dijiwai dari lubuk hati yang paling dalam (hati Nurani), maka shalat tersebut akan bermakna dan bernilai aflikatif dalam kehidupan sehari-hari.

Maka setiap apa yang dia lakukan akan mendapat petunjuk dan hidayah Allah SWT. dan shalat tersebut berfungsi "mencegah dari perbuatan keji dan munkar". Demikianlah sekedar langkah dan upaya untuk mencapai kedudukan sebagai hamba Allah SWT. Yang ikhlas.

Sumber: Sriwijaya Post
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved