Breaking News

Ulama Nusantara Berpengaruh di Mekah

Tiga Ulama Nusantara Berpengaruh di Mekah al-Mukaramah, Satunya dari Sumatera, Ini Sosoknya

Meski bukan sebagai negara tempat diturunkannya wahyu kepada para Nabi dan rasul, sejumlah Ulama Nusantara pernah berkiprah sebagai guru di Makkah

Penulis: Salman Rasyidin | Editor: Salman Rasyidin
ist
Masjid kuno Langgar Tinggi yang dibangun sisa keturunan Syekh Junaid al-Batawi di Jakarta. FOTO/Istimewa 

Karena terlahir di Banten itulah Nawawi punya nama al-Bantani. Sekaligus untuk membedakannya dengan Imam Nawawi, seorang ulama dan penulis yang produktif. Jika dirunut lagi, menurut Samsul Amin, Nawawi al-Bantani tergolong habib alias keturunan Nabi Muhammad SAW.

Nawawi, yang lahir dalam keluarga Islam yang taat itu, sejak kecil sudah dibimbing oleh ayahnya, Kiai Umar.

Dia diajari soal dasar-dasar Islam dan bahasa Arab.

Setelah berusia sekitar 8 tahun, dia dan saudaranya dikirim belajar kepada Haji Sahal, salah seorang guru agama di Banten.

Setelah Haji Sahal, dia berguru lagi pada Raden Haji Yusuf alias Syekh Baing Yusuf, yang menjadi penghulu di Karawang dan dikenal di Purwakarta juga.

Baing Yusuf adalah salah seorang guru yang menarik perhatian ahli Islam Belanda, Snouck Horgronje.

Dalam buku Samsul Munir Amin yang lain, Karomah Para Kiai (2008), Nawawi disebut pergi haji pada 1830.

Ketika itu usianya sektiar 15 atau 16 tahun. “Selama 30 tahun (1830-1860) Nawawi pun belajar pada Khatib Sambas, Abdul Ghani Bima, Yusuf Sambulawesi, Nahrawi, dan Abdul Gani Daghestani di Mekah,” tulis Halwany Michrob dan kawan kawan dalam Catatan Masalalu Banten (1993).

Setelah berguru ke sana-sini, dia pun dianggap matang.

“Dengan bekal ilmu pengetahuan yang sudah di perolehnya, maka pada tahun 1860 M, Syekh Nawawi mulai aktif mengajar setiap hari di Masjid Al- Haram,” tulis ʻAbdul ʻAziz Masyhuri dan Zainal Arifin Thoha dalam 99 Kiai Kharismatik Indonesia Volume 1 (2008).

Nawawi juga produktif menulis. Dia telah menulis sekitar 115 kitab.

Menurut As'ad Said Ali dalam Pergolakan di Jantung Tradisi: NU Yang Saya Amati (2008), dia dikenal sebagai sebagai penulis kitab Nihdyah al-Zain dan Tafsir al-Munir.

Murid penting Nawawi al-Bantani yang berasal dari Banten dan peduli dengan Banten antara lain Kiai Haji Tubagus Ismail dan Haji Wasid.

Sejarawan Sartono Kartodirjo dalam Pemberontakan Petani Banten 1888 (1984) mencatat dua nama murid Syekh Nawawi al-Bantani itu. Sekitar tanggal 8 Juli 1888, “malam harinya barisan orang-orang yang terus bertambah besar, bersenjata golok dan tombak dan dipimpin Haji Wasid dan Kiai Haji Tubagus Ismail, bergerak dari Cibeber ke Saneja.” Demikian nukilan buku Sartono.

Pemberontakan yang menewaskan orang-orang Belanda yang dicap kafir itu dikenal sebagai Pemberontakan Petani Banten yang dipimpin oleh para haji dan kiai. Beberapa tahun setelah pemberontakan yang dipimpin oleh murid-muridnya itu, pada 1897 Nawawi al-Bantani tutup usia di Mekah.

Halaman
123
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved