Ulama Nusantara Berpengaruh di Mekah

Tiga Ulama Nusantara Berpengaruh di Mekah al-Mukaramah, Satunya dari Sumatera, Ini Sosoknya

Meski bukan sebagai negara tempat diturunkannya wahyu kepada para Nabi dan rasul, sejumlah Ulama Nusantara pernah berkiprah sebagai guru di Makkah

Penulis: Salman Rasyidin | Editor: Salman Rasyidin
ist
Masjid kuno Langgar Tinggi yang dibangun sisa keturunan Syekh Junaid al-Batawi di Jakarta. FOTO/Istimewa 

Seperti yang pernah diviralkan tirto.id, tidak ketinggalan, dari Sumatera Barat, ada Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi, ulama yang juga mengajar di Mekah.

Ulama kelahiran Agam, Sumatra Barat tahun 1860 ini, punya latar belakang pendidikan agak unik dibanding kebanyakan ulama di zamannya. Khatib pernah belajar di sekolah gaya Belanda yang kerap dianggap kafir oleh banyak orang Islam di zaman kolonial.

Dalam buku Cahaya dan Perajut Persatuan: Waliullah Ahmad Khatib al-Minangkabawy (2001) dan Ahmad Khatib, Ilmuwan Islam di Permulaan Abad Ini (1983), dia belajar di Sekolah Raja alias Kweekschool (Sekolah Guru) di Fort de Kock (Bukittinggi). Ia berangkat ke Mekah sekitar tahun 1871 saat berumur 11 tahun.

Menurut Buya Hamka dalam bukunya Ayahku (2015), Khatib ke Mekah atas ajakan ayah Hamka: Abdullatif. ”Hanya sekali beliau pulang ke Indonesia untuk beberapa bulan saja, sesudah itu beliau kembali ke Mekah dan menetap di sana, belajar agama bersungguh-sungguh sampai berhasil niatnya menjadi ulama besar yang masyur namanya ke mana-mana.”

Menurut cerita Hamka pula, kedudukannya dalam masyarakat Mekkah cukup tinggi.

Setelah 10 tahun tinggal di Mekah, “karena baik budi dan luas ilmunya dan disayangi orang, beliau disayangi oleh seorang hartawan Mekah bernama Syekh Shaleh Kurdi, saudagar dan penjual kitab-kitab agama.”

Mazhab Khatib dan saudagar itu sama-sama Syafi'i. Saudagar asal Kurdi itu juga menikahkan putrinya, Khadijah dengan Khatib. Mertuanya ini membuatnya makin dipandang banyak orang.

ulama3
ulama3 (ist)

Tiga Ulama Nusantara di Mekah al-Mukaramah
share infografik (Foto)

Dalam buku Menelusuri Jejak Melayu-Minangkabau (2002) karya Mochtar Naim dan kawan-kawan,

"Syeikh yang alim ini banyak mencetak ulama-ulama yang ternama seperti Syeikh Muhammad Tahir Jalaluddin (1869-1956).”

Di antara murid-murid Khatib di Mekah, yang kesohor adalah Hasyim Asyhari dan Ahmad Dahlan.

Keduanya adalah pendiri dari dua ormas Islam besar dan berpengaruh di Indonesia hingga kini.

Dahlan adalah pendiri dari Muhammadiyah pada 1912 dan Hasyim mendirikan Nahdatul Ulama (NU) pada 1926.

Meski dua ormas ini sering dianggap berseberangan, kedua pendirinya toh ternyata berguru pada guru yang sama juga.

Selain Ahmad Khatib dari Minang, Nawawi dari Banten, dan Junaid dari Betawi, menurut situsweb NU, nama lain yang pernah mengajar di Masjidil Haram adalah Syekh Mahfuzh Al-Turmusi asal Tremas Pacitan, Syekh Muhtaram asal Banyumas, Syekh Bakir asal Banyumas, Syekh Asyari asal Bawean, dan Syekh Abdul Hamid asal Kudus.

Mengajar di Mekah membuat mereka menjadi guru dari banyak orang Islam dari berbagai penjuru dunia.

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved