Perut Hanan Bergetar Terus Karena Ponsel Dokter Tertinggal Usai Caesar
Perempuan yang baru saja dioperasi caesar akhirnya harus menjalani operasi kedua untuk mengeluarkan ponsel yang kandas di perutnya.
SRIPOKU.COM — Manusia modern dan ponsel cerdas seperti satu entitas tak terpisahkan di era serba internet. Ponsel cerdas, dengan segala kecerdasannya, tak ubahnya candu yang menggerogoti hidup manusia.
Nah, terkadang kecerdasan ponsel difungsikan tak cerdas oleh penggunanya, mulai dari ponsel tercebur ke kloset karena digunakan sembari buang air, hingga yang barusan terjadi adalah ponsel tertinggal di dalam perut pasien operasi caesar.
Ini adalah kisah perempuan Jordania berusia 36 tahun bernama Hanan Mahmoud Abdul Karim. Akhir bulan lalu, 24 April 2015, Karim bertandang ke rumah sakit untuk operasi caesar.
Operasi berjalan lancar. Anaknya pun lahir sesuai dengan harapan keluarga. Namun, keganjalan mulai terasa saat Karim pulang ke rumahnya.
Keluarga memperhatikan perut Karim bergetar. Ibu Karim akhirnya membawa anak perempuannya kembali ke rumah sakit yang mengoperasi Karim. Tetapi, masalah perut bergetar itu tak terselesaikan.
Tak puas, ibu Karim membawa anaknya ke rumah sakit yang lebih besar di Amman. Rumah sakit itu memiliki alat rontgen. Seusai penerawangan dengan rontgen, fakta mengejutkan pun harus ditelan bulat-bulat.
Rupanya ada ponsel tertinggal di perut Karim. Perempuan yang baru saja dioperasi caesar akhirnya harus menjalani operasi kedua untuk mengeluarkan ponsel yang kandas di perutnya. Diduga, dokter yang mengoperasi Karim meninggalkan ponselnya di dalam perut perempuan tersebut.
Kecerobohan seperti ini ternyata kerap terjadi di Jordania. Tak hanya ponsel, pernah pula ada spons atau benda-benda kecil di sekitar dokter saat mengeksekusi pasien. Hal ini menjadi diskusi serius di parlemen Jordania.
Bagaimanapun, pada kasus Karim, keselamatannya merupakan keberuntungan. Jika ponsel itu lebih lama berada dalam tubuh Karim, risiko yang lebih tinggi tentu akan menghampiri.
Pasalnya, ponsel cerdas memiliki radiasi tinggi. Belum lagi material pembungkusnya tak dirancang untuk dikelola organ tubuh. Selain sebagai pengingat para dokter untuk lebih berhati-hati, kisah Karim juga seyogianya mengingatkan kita untuk lebih cerdas menggunakan ponsel cerdas.
