Tujuh Kunci Sukses Seorang Pemimpin
ISLAM amat menekankan soal kepemimpinan, kata Dr Fuad Amsyari
Penulis: admin | Editor: Bejoroy
p Seimbang dalam hal fokus terhadap prioritas dan fleksibilitas dalam implementasi.
p Memutuskan arsitektur organisasi yang baru sesuai kebutuhan untuk mewujudkan visi.
p Membangun kredibilitas personal dan mendapat/menjaga momentum.
p Memperoleh segala sesuatu yang dibutuhkan untuk melakukan transformasi.
p Selalu ingat bahwa tidak ada satu cara yang paling tepat untuk mengelola suatu transisi.
Sedangkan pemimpin yang hebat (great leaders) memiliki ciri-ciri yakni hidup dengan integritas dan berjalan dengan keteladanan, membangun strategi untuk menang atau memiliki ide besar (big idea), membangun tim manajemen yang handal, menginspirasi manusia menuju kebaikan/kesuksesan dan membuat/merancang fleksibilitas dan organisasi yang bertanggungjawab.
Kemudian menggunakan sistem manajemen yang terus menguat (reinforcing), penuh kecintaan (passionate) pada apa yang dikerjakan, senang membicarakan tentang organisasi dan orang-orang yang terlibat di dalamnya, energinya tinggi, pemikirannya jelas, mampu berkomunikasi dengan baik dengan berbagai kalangan dan bekerja mewujudkan visi dengan orang yang dipimpinnya (empowering) bukan dengan mesin.
Dr (HC) Ary Ginanjar Agustian, penulis buku ESQ: The ESQ Way 165, membagi tangga kepemimpinan menjadi lima tingkatan yaitu pemimpin yang dicintai, pemimpin yang dipercaya, pembimbing, pemimpin yang berkepribadian dan pemimpin yang abadi.
p Pemimpin yang dicintai. Tangga ini tidak boleh dilewati, karena apabila dilewati maka orang lain tidak akan mendukung anda, karena mereka tidak menyukai anda.
Prinsip basmalah adalah jawabannya. Selalu berusaha mengerti dan menghargai setiap individu dan selalu bersikap rahman wa rahim.
p Pemimpin yang dipercaya. Setelah sukses tangga pertama kita menuju tangga yang kedua, yakni pemimpin yang dipercaya. Integritas akan membuat anda dipercaya dan kepercayaan ini akan menciptakan pengikut. Lalu tercipta sebuah kelompok yang memiliki kesamaan tujuan.
Jadi integritas yang menciptakan kepercayaan. Integritas adalah sebuah kejujuran. Integritas tidak akan pernah berbohong dan integritas adalah kesesuaian antara kata-kata dan perbuatan yang menghasilkan kepercayaan.
p Pembimbing. Pemimpin tingkat tiga adalah pembimbing. Menurut salah satu hadist Rasulullah SAW yang terkenal, ada tiga hal yang harus diperhatikan. Yakni anak yang saleh, artinya sumber daya manusia yang berkualitas; kemudian amal jariyah yakni sarana dan prasarana; serta ilmu yang berguna.
Pemimpin tingkat ini harus sudah memiliki prinsip yang kuat dan benar yakni hanya berpegang kepada Tuhan. Rasulullah SAW sering memberikan nasihat, petunjuk dan contoh kepada para sahabatnya untuk membimbing mereka guna mencapai kebahagiaan. Beliau telah menyampaikan nasihat-nasihat berharga kepada tokoh-tokoh sahabat yang terkemuka yang terdekat dengan beliau, seperti Ali bin Abi Thalib dan Abu Hurairah.
Hasilnya? Cukup menakjubkan! Ali bin Abi Thalib ternyara berhasil menjadi seorang pemimpin besar dan menjadi salah satu khulafaur rasyidin yang disegani dan dihormati. Sedangkan Abu Hurairah amat menonjol sebagai ahli hadist Rasulullah SAW (5.364 hadist).
p Pemimpin yang berkepribadian. Mengutip Harry S Truman, Ary mengatakan bahwa pemimpin tidak akan berhasil memimpin orang lain apabila ia belum berhasil memimpin dirinya sendiri.
Itu artinya dia harus mampu dan berhasil menjelajahi dirinya sendiri; mengenal secara mendalam siapa diri sebenarnya. Sebelum ia memimpin ke luar, ia harus lebih dulu memimpin ke dalam.
Memimpin diri sendiri melawan hawa nafsu adalah refleksi kedisiplinan diri. Disiplin diri adalah bagaimana mencapai apa yang sungguh-sungguh diharapkan dengan tidak melakukan hal-hal yang tidak diinginkan.
p Pemimpin yang abadi. Tingkat kelima atau yang terakhir adalah pemimpin yang abadi. Pemimpin jenis ini sangat menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia. Inilah tingkat kepemimpinan yang tertinggi -- pemimpin yang abadi -- yang cara berpikir dan pengaruhnya akan terus berjalan sampai akhir zaman. Inilah dasar yang diletakkan oleh Nabi Muhammad SAW dalam membangun peradaban baru.
Peradaban yang sesuai dengan fitrah manusia dengan jelas tersimpul dalam cerita yang diambil oleh Ali bin Abi Thalib, ketika ia bertanya kepada Rasulullah SAW dan dijawab:
Ma’rifat adalah modalku,
akal pikiran adalah sumber agamaku,
rindu kendaraanku,
berdzikir kepada Allah kawan dekatku,
Keteguhan perbendaharaanku,
duka adalah kawanku,
ilmu adalah senjataku,
ketabahan adalah pakaianku,
kerelaan sasaranku,
faqr adalah kebanggaanku,
menahan diri adalah pekerjaanku,
keyakinan makananku,
Kejujuran perantaraku,
ketaatan adalah ukuranku,
berjihad perangaiku,
dan hiburanku adalah dalam sembahyang.