UN Usai Perlu Evaluasi Kinerja

DARI awal penyelenggaraan Ujian Nasional (UN) tahun 2010 sudah menjadi kontroversi, Mahkamah Agung (MA) berpendapat UN cacat hukum, namun Kemendiknas bersikukuh untuk melaksanakan UN. Hasilnya banyak sekolah yang siswanya 100 persen tidak lulus, sehingga guru (termasuk kepala sekolah) akan dievaluasi.

Hasil UN tahun 2010 mengejutkan banyak pihak, mulai siswa, guru, kepala sekolah hingga para orangtua. Ini disebabkan meningkatnya jumlah siswa yang tidak lulus, persentase kelulusan UN secara nasional 89,61 persen, turun 5,44 persen dari kelulusan UN tahun 2009 yakni 95,05, khusus provinsi Sumatera Selatan juga terjadi penurunan 3,21 persen dari 98,85 persen menjadi 95,64 persen tahun 2010 ini.

Menyikapi penurunan kelulusan UN, menurut Walikota Palembang Eddy Santana Putra, ini merupakan cermin kegagalan guru yang mengajar dan kepala sekolah yang memimpin (Sripo, 27/04/10). Pernyataan Walikota Palembang ini barangkali dapat mewaliki perasaan kecewa banyak pihak, sehingga menuntut pertanggungjawaban guru dan kepala sekolah. Tidak ada maksud membela guru ataupun kepala sekolah, tapi adilkah kegagalan siswa yang tidak lulus semuanya ditumpukan kepada guru dan kepala sekolah? Bagaimana tanggungjawab pihak yang ada di atas kepala sekolah dan guru, seperti kepala bidang, para pengawas baik pengawas sekolah maupun pengawas bidang studi serta Kepala Dinas. Sebagai atasan langsung guru/kepala sekolah, mereka memiliki peran penting memajukan sekolah. Pertanyaan kita, sudahkah masing-masing pihak ini menjalankan tugas dan fungsi sesuai Standar Operasioal Prosedur (SOP)?

Kinerja Sekolah
Mengevaluasi sekolah (pendidikan) tidak cukup hanya menilai kinerja guru dan kepala sekolah saja, kedua pihak ini hanyalah sebagian kecil dari unsur yang ada di sekolah (pendidikan). Dan sangat tidak bijak bila UN dijadikan faktor penentu keberhasilan kinerja sekolah (guru dan kepala sekolah). Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia No 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) merupakan kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatua Republik Indonesia (Pasal 1, ayat 1) memuat komponen pendidikan yang memungkinkan setiap jenjang dan jalur pendidikan untuk mengembangkan pendidikan secara optimal. SNP bertujuan untuk menjamin mutu pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat.

Jaminan mutu di setiap satuan pendidikan (termasuk guru dan kepala sekolah) dapat dilihat pada delapan komponen (pasal 2,ayat 1) meliputi:
lPertama, standar isi mencakup lingkup materi dan tingkat kompetensi untuk mencapai kompetensi lulusan pada jen-jang dan jenis pendidikan tertentu (Pasal 5, ayat 1).

lKedua, standar proses(pasal 19, ayat 1) proses pembelalajran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik until berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.

 lKetiga, standar kompetensi lulusan (pasal 25, ayat 1), standar kompetensi lulusan digunakan sebagai pedoman penilaian dalam penentuan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan.
lKeempat, standar pendidikdan tenaga kependidikan.  Pendidik (pasal 28, ayat 1) harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.

l Kelima,standar sarana dan prasarana (pasal 42, ayat 1) setiap satuan pendidikan wajib memiliki sarana yang meliputi perabut, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber  belajar lainnya, bahan habis pakai, serta perlengkapan lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan, (pasal 42, ayat 2) setiap satuan pendidikan wajib memiliki prasarana  yang meliputi lahan, ruang kelas, ruang pimpinan satuan pendidikan, ruang pendidik, ruang tata usaha, ruang perpustakaan, ruang laboratorium, ruang bengkel kerja, ruang unit  produksi, ruang kantin, instakasu data dan jasa, tempat berolahraga, tempat beribadah, tempat bermain, tempat berkreasi, dan ruang/tempat lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan.

lKeenam, standar pengelolaan(pasal 49, ayat 1) pengelolaan satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah menerapkan manajemen berbasis sekolah yang ditunjukkan dengan kemandirian, kemitraan, partisipasi, keterbukaan, dan akuntabilitas.

l Ketujuah, standar pembiayaan. (pasal 62, ayat 1) pembiayaan pendidikan terdiri atas biaya investasi, biaya operasi, dan biaya personal.

l Kedelapan, standar penilaianpendidikan. (pasal 63, ayat 1), penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas: penilaian hasil belajar oleh pendidikan, penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan, dan penilaian hasil belajar oleh pemerintah.

Lebih khusus bagi sekolah yang dikatagorikan sebagai sekolah unggulan atau yang berstandar internasional, selain perlu memperhatikan delapan komponen di atas, keberhasilan tersebut juga ditandai dengan pencapaian indikator kinerja kunci tambahan, sebagai berikut: semua guru mampu memfalisitasi pembelajran berbasis TIK, guru mata pelajaran kelompok sains, matematika, dan inti kejuruan mampu melaksanakan pembelajaran berbahasa Inggris, minimal 30 persen guru berpendidikan S2/S3 dari perguruan tinggi yang program studinya berakreditasi A. Selain itu, keberhasilan tersebut juga ditandai dengan pencapain indikator kinerja kunci tambahan sebagai berikut: kepala sekolah berpendidikan minimal S2 dari perguruan tinggi yang program studinya berakreditasi A dan telah menempuh pelatihan kepala sekolah dari lembaga pelatihan kepala sekolah dari lembaga pelatihan kepala sekolah yang diakui oleh pemerintah, kepala sekolah mampu berbahasa Inggris secara aktif, dan kepala sekolah bervisi internasional, mampu membangun jaringan internasional, memiliki kompetensi manajerial, serta jiwa kepemimpinan dan intrepreneural yang kuat.

Evaluasi Pendidikan
Dari gambaran di atas, menunjukkan beberapa unsur utama penilaian/evaluasi sekolah (termasuk sekolah unggulan), bahkan Kemendiknas, menentukan indikator kinerja kunci sekolah unggulan/RSBI yakni, harus meraih sertifikat ISO 9001 versi 2000, merupakan sekolah multi-kultural. Lalu menjalin hubungan “sister school” dengan sekolah bertaraf internasional di luar negeri, bebas narkoba dan rokok, bebas kekerasan (bullying), menerapkan prinsip kesetaraan gender dalam segala aspek pengelolaan sekolah, dan meraih mendali tingkat internasional pada berbagai kompetisi sains, matematika, teknologi, seni dan olahraga.

Beberapa unsur yang telah dikemukakan hendaknya menjadi bahan evaluasi dinas pendidikan dan DPRD ke depan, jangan mudah dan latah menunjuk satu sekolah menjadi sekolah unggulan bila persyaratan di atas belum terpenuhi agar kejadian siswa sekolah unggulan tidak lulus UN tidak terulang kembali. Sangat wajar seorang walikota dan beberapa pihak dibuat geram karena ada siswa unggulan tidak lulus UN. Tetapi rasa geram ini perlu diimbangi dengan pemenuhan delapan komponen yang disyaratkan SNP serta berjalannya kaderisasi kepala sekolah. Sebagai tenaga profesional, guru, kepala sekolah, para kabid, para pengawas dan kepala diknas perlu dievaluasi dimintai pertanggungjawaban atas kinerjanya secara berkala. Untuk menilai kinerja guru telah ada UU RI No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen serta PP RI No 74 Tahu 2008 tentang Guru. Sedangkan bagi kepala sekolah Permendiknas RI No 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah.

Hardiknas 2010 menjadi momentum yang tepat bagi pemerintah  melakukan evaluasi menyeluruh bidang pendidikan, bukan hanya guru dan kepala sekolah. Selamat haripendidikan 2010, Jayalah Indonesiaku

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved