Hari Guru Nasional 2025

CERITA Syekh Anto, Guru Pelosok di OKU Timur Berjuang Tembus Lumpur demi Mengajar Anak di Perkebunan

Meski akses menuju sekolah penuh tantangan, Syekh Anto tidak pernah memiliki niat untuk mengeluh atau mundur.

Penulis: Choirul OKUT | Editor: pairat
Handout/Choirul OKUT
PERJALANAN MENUJU SEKOLAH - Syekh Anto, S.Pd menuntun motornya melewati jalan tanah merah menuju sekolah di kawasan perkebunan PT Laju Perdana Indah, Senin (24/11/2025). Setiap hari Syekh Anto menempuh rute sejauh 45 kilometer menuju SD Negeri 2 Meluai, Kecamatan Cempaka, tempatnya mengajar selama enam tahun terakhir. 

Ringkasan Berita:
  1. Syekh Anto, S.Pd, guru pelosok OKU Timur Sumsel yang setiap hari harus berjuang menembus lumpur agar bisa mengajar anak-anak di perkebunan.
  2. Dari Desa Bangsa Negara, Kecamatan Belitang Madang Raya, Kabupaten OKU Timur, Syekh Anto  harus menempuh perjalanan sekitar 45 kilometer menuju SD Negeri 2 Meluai, Kecamatan Cempaka, OKU Timur
  3. Bagi Syekh Anto setiap hari melewati 10 kilometer jalan perkebunan PT Laju Perdana Indah, angka itu punya cerita panjang tentang perjuangan, dedikasi, dan kesabaran.

 

SRIPOKU.COM, MARTAPURA - Cerita Syekh Anto, S.Pd adalah salah seorang guru yang mengajar di pelosok OKU Timur Sumsel yang setiap hari harus berjuang menembus tanah lumpur agar bisa mengajar anak-anak yang tinggal di area perkebunan.

Ketika jarum jam baru menyentuh pukul enam pagi, Syekh Anto, S.Pd pun sudah menyiapkan diri untuk perjalanan panjang menuju sekolah tempatnya mengajar.

Dari Desa Bangsa Negara, Kecamatan Belitang Madang Raya, Kabupaten OKU Timur, ia harus menempuh perjalanan sekitar 45 kilometer menuju SD Negeri 2 Meluai, Kecamatan Cempaka, Kabupaten OKU Timur sekolah yang sudah ia layani selama enam tahun terakhir. Dimana letak SDN 2 Meluai ini terletak di dalam perkebunan PT Laju perdana Indah. 

Bagi sebagian orang, jarak itu mungkin sekadar angka. Namun bagi Syekh Anto, yang sehari-hari melewati 10 kilometer jalan perkebunan PT Laju Perdana Indah, angka itu punya cerita panjang tentang perjuangan, dedikasi, dan kesabaran.

Bagaimana tidak, ketika musim kemarau, debu pekat menjadi sahabat tak terhindarkan. Asap putih tanah kering mengapit perjalanan sepanjang kebun, membuatnya harus terus fokus mengendalikan motor agar tetap stabil.

Namun tantangan sesungguhnya hadir ketika hujan mengguyur. Jalan tanah merah di perkebunan berubah menjadi lintasan licin, lengket, dan dalam. Waktu tempuh pun melar menjadi hampir 95 menit.

“Kalau musim hujan, tanah merah itu lengket sekali, susah dilewati. Ban motor sering tidak bisa berputar karena terlalu berat,” katanya, Selasa (25/11/2025).

Lebih lanjut ia menyampaikan, bahwa dari enam tahun masa baktinya, beberapa pengalaman paling melelahkan justru terjadi bukan di kelas, tetapi di jalan.

Pernah suatu hari, motornya mogok tepat di tengah kebun tebu. Tidak ada bengkel, tidak ada warga, hanya hamparan tanaman yang luas dan sunyi.

“Saya harus mendorong motor sekitar empat kilometer menuju bengkel terdekat,” ujarnya. 

Tentunya jalan kaki sambil menyusuri kebun, di bawah terik matahari, menjadi ujian fisik sekaligus mental.

Ia juga menceritakan, kerusakan motor bukan sekali dua kali terjadi. Ban bocor maupun mesin bermasalah sering muncul di tengah perjalanan.

"Dan karena sepanjang 10 kilometer itu tidak ada bengkel, satu-satunya pilihan adalah berjalan kaki sambil mendorong motor sampai menemukan pertolongan," kenangnya.

Meski akses menuju sekolah penuh tantangan, Syekh Anto tidak pernah memiliki niat untuk mengeluh atau mundur.

Sumber: Sriwijaya Post
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved